O4: Supra Geter

315 110 12
                                    

Badan Junan rasanya kayak mau remuk. Tadi sore habis diajak olahraga sama adek-adekan bungsunya,  Awan.

Cita-citanya malam ini habis sholat isya cuma main game bentar dan tidur dengan tenang.

Selesai mandi, gosok gigi, cuci muka terus rebahan. Gak lupa, AC kamar disetel 18 derajat. Ditambah wifi yang koneksinya kenceng dan PC proper, BEUHH lengkap hidup Junan.

Baru 5 menit main game, eh pintunya udah ada yang ngetuk aja. Junan berdecak singkat, terus dia mikir siapa yang berpotensial ke apartnya malam-malam begini.

Belum lama mikir, malah ngetuknya tambah kenceng. Duh, yang nyolot begini siapa sih?

Dengan langkah berat Junan menggeret kakinya menuju pintu depan. Rupanya ada sosok Julia yang rambutnya lagi dikuncir kuda, tangannya pakai jam yang bisa nyala gitu (Junan ngelirik dikit dan tau kalau itu marchandise Day6).

"Ada perlu apa ya, Julia?"

"Lo nganggur gak? Anterin gue ke konsernya Day6 dong. Aduh, mepet banget nih. Lo kan ada motor tuh," desak Julia.

Hah...

"Yakin? Motor saya supra geter lho, Julia." Junan kaget. Males juga dia keluar malam-malam.

Lia berdecak singkat. "Duh geternya sekeras apa sih? Gapapa deh, ini urgent. Bayangin tiket VIP gue buat liat Day6 sia-sia karena telat??"

Sebenernya Lia agak takut minta tolong ke Junan yang belum kenal-kenal banget sama dia. Tapi ya... gimana... dibanding gagal lihat Brian kan.

Junan tadinya mau nolak, kemudian keinget kalau tadi siang dia dibayarin makan Nasi Padang. Utang budi lebih besar daripada rasa malasnya.

"Bisa gak? Katanya kalo ada apa-apa kan ketok pintu kamar lo. Tapi gue bisa gojek sih kalo lo—"

"Gapapa, dianter aja." Junan bersedia. "Bentar, ambil jaket dulu."

Seketika Lia langsung tersenyum puas mendengar ucapan Junan. Ada betulnya juga saran teman-temannya, harus berteman sama tetangga supaya ditolong kalau lagi susah.

Itu teori pamrih banget, tapi bakal berguna di situasi-situasi kayak gini kan?

"Ini keburu nggak?" Junan menyerahkan helm kuning pada Lia.

"Ya menurut lo? Kalo gak keburu gue berangkat sendiri lah," jawab Lia jelas.

Padahal Junan mau nawarin mau naik mobil apa beneran naik supra geter. Junan takut Lia kedinginan karena angin malam soalnya bajunya pendek banget...

"Yaudah ayo," ajak Junan.

Mereka turun ke parkiran apartemen yang terpencil dan dihuni sama SEDIKITTT banget motor. Sekalinya ada yang jenis motor gede yang pricey gitu, terus di tengah-tengah ada motor supra nyempil.

Beneran supra, Junan gak bohong.

Mana harus stater berapa kali baru nyala dengan sempurna kan, Lia agak heran ngeliatnya.

"Naik," perintah Junan, menatap Lia yang sedaritadi melayangkan tatapan lugu ke arah motornya.

"Di mana?"

Reflek aja Lia nanya gitu.

"Di mana sih Julia maunya?"

"Santai dong," cicit Lia.

Bersama motor supra milik Junan, mereka melintasi desir angin malam. Ditemani remang-remang lampu merkuri yang terpampang nyata, serta hiruk pikuk jalan raya.

Lia jadi mikir kapan terakhir kali dia naik motor? Kayaknya 3 tahun yang lalu pas masih sekolah. Rasanya seneng ngerasain kulitnya terpapar krasnya angin malam, karena sehari-hari kena AC mobil.

Gadis itu jadi semakin sadar kalau suasana malam kota itu super hectic banget. Ada bapak-bapak becak yang masih cari penumpang, ada pedagang kaki lima yang lagi cari cuan, dan banyak aktifitas orang lain yang ngebuat dia seketika bersyukur.

"Maaf kalau motornya nggak enak ya, Julia." Junan berujar.

Lia tersenyum. "Gapapa, gue suka kok. Walau berisik sih, dikit."

"HAH?" Junan melongo karena tidak mendengar ucapan Lia.

"GAK JADI," sahutnya.

Dari spion, Junan bisa melihat senyum Lia yang terpampang jelas untuk kedua kalinya. Junan jadi tau fakta: 1. Julia suka suasana malam.

"Hati-hati ya, Julia," ujar Junan ketika sudah sampai di tempat tujuan.

Lia mengangguk singkat. "Lo bisa gak usah terlalu formal ke gue gak? Kita temenan sekarang."

Dari sini juga Junan tau satu fakta lagi:
2. Tampang doang galak, Julia sebenarnya gampang dibujuk sama hal-hal kecil begini.

"Kalau inget ya," jawab Junan, tersenyum pada Lia yang sedang memperbaiki kuncirannya di kaca spion.

"Yaudah, gue duluan ya. Makasih Jun. Maaf ganggu waktu lo," pamit Julia.

"Eh, mau dijemput lagi nggak pulangnya?"

Lia menggeleng. "Nggak, gue gojek aja. Makasih ya."

Junan hanya melongo memperhatikan sosok gadis dengan langkah kecil yang perlahan-lahan semakin menjauh itu.

"JULIA!" panggil Junan.

Karena panggilannya tak kunjung mendapat respon, Junan membuka jok motor, mengambil sesuatu di sana lalu berlari menghampiri gadis itu. Mengejar langkahnya yang terbilang cukup lambat.

"Satu set jas hujan." Junan menyerahkan benda tersebut kepada Lia.

"Untuk?" tanya Lia heran.

"Siapa tau Julia kehujanan," kata Junan, kemudian kembali berlari menuju parkiran.

Menurut Lia, dibanding satu set jas hujan, justru jaket yang cowok itu pakai lebih useful kegunaannya, bisa ngebuat dia gak kedinginan. Tapi ternyata setengah jam setelahnya beneran hujan. Di situasi ini Lia baru ngerasa kalau ternyata jaket yang Junan kasih lebih bermanfaat.

Yang namanya Junan aneh ternyata.

Yang namanya Junan aneh ternyata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I Can't Leave My RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang