Bab 2

9.2K 1.1K 139
                                    

Selamat Membaca









Pernikahan Saka dan Gista digelar satu bulan kemudian. Acara dilakukan secara tertutup. Bahkan Gista maupun Saka tidak mengundang teman mereka semasa sekolah dan kuliah. Keduanya hanya mengundang teman yang benar-benar bisa dipercaya. Gista mengundang Juli – teman kerjanya di bank. Sedangkan Saka hanya mengundang Mahen dan Reza – kakak tingkatnya di kampus sekaligus rekannya di dunia hiburan. Lalu, dalam sekejab status Gista berubah. Dia sudah sah menjadi istri dari seorang Sakala Juwanda.

“Gila itu suami brondong lo, teman-temannya pada cakep semua,” ujar Juli ketika dia dan Gista tengah berdua di salah satu meja.

Pernikahan ini benar-benar dilaksanakan secara tertutup dan sederhana. Akad nikah dilaksanakan pagi tadi. Lalu, alih-alih resepsi, siang ini lebih bisa disebut sebagai acara makan-makan sebagai perayaan pernikahan. Pernikahan mereka diadakan di salah satu hotel di Bandung. Gista ingin konsep pernikahannya outdoor dan terkesan menyatu dengan alam. Karena itu akad sekaligus acara makan-makan ini diadakan di salah satu bagian outdoor hotel yang berdampingan langsung dengan bukit bukit yang memberi kesan asri itu.

“Mau satu lo?” tanya Gista bercanda yang dijawab anggukan serius oleh Juli. “Gue bercanda, Jul. Mereka mana mau sama tampang kayak lo gini?”

“Buktinya Saka mau sama lo.”

“Hei! Kita beda. Gue satu tingkat di atas lo,” jawab Gista menggoda, yang dijawab umpatan pelan oleh Juli.

“Ta.” Saka berjalan mendekat dengan Mahen, Reza, serta Galang – adik Gista. Hal yang akhirnya membuat Juli menegakkan punggung, dan duduk dengan anggun yang membuat Gista tersenyum mengejek.

“Ikut aku sebentar, yuk.” Saka menoleh ke arah Juli. “Gista gue pinjam dulu ya, Mbak. Lo ditemani sama teman-teman gue bentar.” Lelaki itu menepuk pundak Mahen singkat sebelum menyuruh Mahen duduk di samping Juli. Tentu saja dia tahu bagaimana teman istrinya itu terlihat mengidolakan Mahen.

“Iseng banget kamu,” ujar Gista ketika dia dan Saka berjalan bersama ke tempat tujuan lelaki itu. “Kamu nggak lihat gimana ekspresinya Juli? Udah kayak mau pingsan saking gugupnya.”

Saka tertawa pelan. “Sengaja. Hadiah supaya dia tutup mulut.” Ia mengajak Gista ke salah satu ruangan yang ternyata sebuah kamar VIP. Di dalam sana Gista bisa melihat seorang lelaki berumur hampir setengah abad duduk bersama dengan Dion dan Inces. “Pak Lian, dia CEO agensi yang menaungi aku, Ta,” ujar Saka memperkenalkan.

Gista mengangguk, dia menoleh dan mengulurkan tangan ke arah lelaki tua itu. “Nagista,” ucapnya pelan.

Pak Lian menyambut uluran tangan Gista. “Senang bertemu kamu, Gista. Saya CEO dari agensi yang menaungi Saka. Silakan duduk.”

Gista menoleh ke arah Saka ketika tautan tangan mereka terlepas. Saka mengangguk, dan menuntun Gista untuk duduk di sofa berdampingan dengannya.

“Pak Lian mau ketemu kamu, mau kenal, tapi nggak bisa lama. Karena dia harus terbang ke Jepang sebentar lagi,” ujar Saka yang dijawab Gista dengan anggukan dan senyuman tipis. Sejujurnya gadis itu bingung harus bersikap bagaimana.

“Kamu kenal Saka sudah lama, Nagista?”

“Sejak Saka pindah ke perumahan kami yang sekarang. Jadi, kurang lebih sudah hampir lima tahun,” jawab gadis itu sopan.

“Cukup lama, ya,” gumam Pak Lian terlihat berbasa-basi, Gista bisa menebak jika sebenarnya lelaki tua itu sudah tahu. Namun, pertanyaannya itu hanya bentuk sopan santun. “Saya dengar kamu bekerja di bank?”

Lagi, Gista mengangguk. “Iya, saya kerja di bank, Pak, sebagai CS.”

“Sudah berapa lama?”

“Hampir tiga tahun.”

Tentang Gista Juga SakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang