Selamat Membaca
Bang Dion : Gue berhasil ngebujuk Pak Lian.
Bang Dion : Surat perjanjian yang pernah lo tanda tangani, resmi dibatalkan. Tapi, sesuai dengan apa yang udah kita sepakati kemarin, Ta. Tolong bertahan sampai Saka lulus kuliah. Sembunyikan hubungan kalian dengan baik. Bujuk Saka supaya sabar.
Bang Dion : Lo masih minum pil pencegah kehamilan kan, Ta?
Bang Dion : Jangan berhenti dulu ya, Ta. Seenggaknya sampai pengumuman pernikahan lo sama Saka direlease ke publik.
Saka merebahkan kepala Gista yang tadinya masih dalam dekapannya, kini beralih ke bantalan sofa yang ada di sana. Lelaki itu bangkit berdiri dan berjalan ke kamarnya. Di sudut kamar ada sebuah meja, tempat Gista biasa menyimpan vitamin yang sering kali gadis itu minum setelah mereka selesai berhubungan.
Saka mengambilnya, melihat label vitamin yang ada di luar botolnya, sebelum membuka isinya. Lelaki itu terdiam beberapa saat sebelum meraih kunci mobilnya dan berjalan keluar rumah dengan botol vitamin yang dia bawa itu.
Sesaat sebelum keluar rumah, lelaki itu terdiam menatap Gista yang masih terlelap di sofa ruang tengah. Gista tidak mungkin melakukan itu, bukan? Gadis itu tidak mungkin tega melakukan ini kepadanya. Istrinya itu tahu betul bagaimana keinginan Saka dalam mempunyai keturunan.
***
Gista terbangun saat pagi menjelang, jarum jam di dinding menunjukkan pukul tiga pagi. Gadis itu menguap lebar dan mencari keberadaan sang suami.
Bunyi dentingan gelas dengan meja kaca membuat Gista bangkit dan berjalan ke dapur. Ia mengernyit ketika melihat Saka yang duduk dengan beberapa botol minuman di meja.
“Ka,” panggilnya sembari berjalan mendekat, Gista terdiam ketika Saka mendongak menatapnya. Lelaki itu memandangnya dengan tatapan lain. Dia... terlihat marah. “Kamu mabuk?” tanya Gista lagi.
Saka tidak banyak bicara, ia mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya, dan melemparnya begitu saja ke meja yang membuat Gista terkejut. Gadis itu lebih terkejut lagi ketika melihat botol vitamin miliknya lah yang baru saja lelaki itu lempar.
“Dion kirim email ke kamu. Surat pembatalan perjanjian. Dia juga ingatin kamu supaya terus minum pil pencegah kehamilan itu.” Saka menemui salah satu dokter kandungan kenalannya, dan vitamin yang selalu Gista minum itu memang pil pencegah kehamilan.
Gista termenung mendengarnya. Gadis itu masih diam dan berdiri di samping sang suami. Takut dan bingung harus bagaimana menghadapi kemarahan Saka kali ini.
Saka tersenyum sinis ke arah sang istri. “Selamat ya, Ta. Setelah ini, apalagi rahasia yang udah kamu susun dibelakangku?” Lelaki itu bangkit berdiri, tapi Gista lebih dulu menahannya.
“Aku melakukan semua ini demi kamu, Ka.” Gista menatap Saka dengan perasaan bersalah. “Karier yang udah kamu bangun sejak lama, nggak mungkin berakhir gitu aja karena pernikahan kita. Kuliah kamu juga belum selesai, kan? Aku nggak mau nambah beban kalau kita punya anak lebih dulu. Dan, juga kontrak kerja—”
“Cukup,” sela Saka sembari melepas tangan Gista di lengannya. “Aku pikir kita baru aja memulai semuanya, Ta. Aku pikir udah nggak ada lagi yang perlu disembunyikan di antara kita. Aku berpikir gitu, Ta. Tapi, ternyata apa? Kamu... masih terlalu asing buat aku.” Lelaki itu kembali berjalan pergi dari dapur, namun lagi-lagi Gista menahannya.
“Ini demi kamu, Ka.”
“DEMI AKU ATAU KEPENTINGAN KAMU SENDIRI?!” sentak Saka keras yang membuat Gista termenung di tempatnya. Lelaki itu menatap sang istri dengan wajah memerah, faktor alkohol yang dia minum, juga rasa marahnya. Ia menatap Gista dengan mata berkaca-kaca. “Pernah kamu ajak aku untuk terlibat dalam hal ini, kalau memang ini demi aku? Pernah kamu ajak aku diskusi tentang ini sama-sama?” Saka menggeleng bersamaan dengan air mata yang turun membasahi pipinya.
“Nggak pernah, Ta. Kamu memutuskan semuanya sendiri, dan menganggap aku anak kecil yang nggak seharusnya tahu tentang apapun, bahkan keinginan istriku sendiri!”Lelaki itu menangis, menatap sang istri yang masih termenung menatapnya. “Kamu, Dion, dan semuanya, kalian selalu melakukan semuanya tanpa aku. Berpikir kalau aku ini cuman boneka yang bisa diatur sesukanya.”
“Meski usiaku di bawah kamu, aku ini tetap suami kamu, Ta. Aku berhak tahu apapun tentang kamu. Termasuk keinginan kamu untuk menunda kehamilan lebih dulu. Apa kamu pikir, kalau kamu bicara mengenai hal itu, aku akan menentangnya? Aku mau, Ta. Aku bersedia kalau memang itu keinginan kamu. Tapi, tolong bicarakan ini lebih dulu ke aku, bukan orang lain.”
Saka mengembuskan napas kasar, dan mengalihkan pandangan ke arah lain begitu melihat sang istri menangis. Ia juga berusaha mengendalikan tangisnya sendiri.
Ia ingin mempertahankan pernikahan ini, tapi kenapa selalu ada saja masalah yang menghampiri mereka. Saka ingin mempertahankan Gista, tapi mengapa gadis itu justru terlihat tak ingin digenggam olehnya?
Saka mengembuskan napasnya sekali lagi, entah untuk ke berapa kalinya pagi buta ini. Lelaki itu berjalan keluar dapur dan naik ke lantai atas, tepatnya ke kamar mereka. Gista mengikutinya dalam diam, masih dengan tangis yang belum berhasil ia hentikan.
Gadis itu terdiam melihat Saka meraih koper, dan memasukkan beberapa pakaiannya ke sana. “Ka,” panggil gadis itu sembari menahan tangan Saka yang hendak memasukkan pakaian ke dalam koper. “Kamu ngapain?” tanyanya dengan suara serak.
Saka menatap wajah sang istri yang tidak jauh berbeda darinya, memerah dengan tangis yang masih terlihat jelas. “Kamu juga merasakan itu, Ta. Kita perlu jarak.”
Tangis Gista semakin deras, gadis itu menggeleng. Ia menggenggam erat ujung kaus yang dikenakan Saka. “Jangan pergi, Ka. Aku minta maaf.”
Saka terus diam sampai ia selesai mengemas pakaiannya. Lelaki itu melepaskan tangan Gista di ujung kausnya. Menatap sang istri yang juga tengah menatapnya dengan wajah penuh tangis itu.
“Kamu tahu aku sangat mencintai kamu kan, Ta? Meski aku belum pernah mengatakan ini secara langsung, tapi alasan aku menikahi kamu bukan karena perjodohan orangtua kita. Tapi, karena aku menginginkannya. Karena aku mau kamu. Karena aku telah jatuh cinta lebih dulu ke kamu, Ta.”
“Aku pikir dengan menawarkan hubungan yang serius dengan kamu, itu akan cukup untuk mengikat kamu. Tapi, nyatanya rasa cinta yang aku miliki bukan pondasi yang kuat untuk pernikahan kita. Aku dan kamu butuh lebih dari sekadar cinta untuk mempertahankan hubungan kita, Ta. Banyak hal yang harus kita pelajari dalam hubungan ini. Termasuk menyadari kesalahan masing-masing.”
“Kita perlu berpikir ke mana tujuan dari perjalanan ini.” Setelahnya, Saka berjalan pergi dengan membawa kopernya. Meninggalkan Gista sendirian dengan tangis yang semakin kencang di pagi ini.
Saka menikah di usia dua puluh satu tahun, sedangkan Gista menikah di usia dua puluh empat tahun. Mereka masih sama-sama muda. Dan, seperti yang Saka katakan, cinta tidak pernah cukup untuk sebuah pernikahan.
Pernikahan menyangkut banyak hal. Dan, Saka maupun Gista sebelumnya tidak menyadarinya. Pernikahan tidak pernah sesederhana yang ada di bayangan mereka. Hal sakral yang merupakan ibadah paling panjang itu, adalah hubungan besar yang membutuhkan banyak hal di dalamnya.
Tidak pernah ada yang salah dengan menikah di usia muda, hanya saja keduanya juga harus siap dengan segala sesuatu yang mungkin terjadi. Seperti halnya Saka dan Gista, mereka membutuhkan waktu dan ruang untuk saling menyadari jika memang ada yang salah dari pernikahan mereka. Ketidak tegasan Saka dan sikap tertutup Gista dalam menghadapi masalah, membuat hubungan mereka terasa sesak.
Nah, jadi pisah nih?
🤣🤣🤣
Coba kalau di sini kalian tim siapa? Tim Dek Saka atau Tim Mba Gista?
Gaada yg salah kok guys dengan nikah muda. Cuman ya gitu, kita harus siap dengan segala konsekuensinya. Apapun itu yg harus jadi masalah berdua, bukan salah satunya.
Jadi..... ayo vote yg banyak dan jangan lupa komentar juga supaya tetap lanjut di bab berikutnya.
Spesial bab yg kemarin, yg bab 20 bisa dibaca di karyakarsa ya. Siapa tahu ada yg belum baca.
Thank you.
Follow ig, wattpad, karyakarsa, tiktok : Rizcaca21
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Gista Juga Saka
RomanceTampan? Banget. Bahkan akhir-akhir ini banyak yang menyebut dia sebagai Song-Kangnya Indonesia. Baik? Sepertinya iya, setiap sebulan sekali dia selalu memberikan donasi di panti asuhan. Ramah? Ini sih nggak usah di tanya. Semua perempuan dibuat klep...