Bab 20

8K 1.1K 133
                                    

Selamat Membaca














Gista dinyatakan tidak hamil. Gadis itu hanya kelelahan karena itu kondisi tubuhnya melemah. Dion, Inces, bahkan Pak Lian – CEO agensi Saka – ikut datang ke rumah untuk memastikan. Sesampainya mereka di rumah, sudah ramai dengan kehadiran orangtua Saka dan Gista, juga Galang.

Galang ternyata ada di rumah itu saat Juli dan Saka melakukan panggilan telepon, dan si bocah itu langsung memberitahu para orangtua. Mereka membawa Gista ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan, dan Gista memang dinyatakan negative.

Sedari tadi sesampainya di rumah, Saka tidak banyak bicara setelah mendengar penjelasan keluarganya. Ia hanya menanyai keadaan Gista, dan tetap duduk di samping sang istri sejak tadi.

Bahkan sampai Juli pamit pulang dengan Galang yang ngotot mengantarnya, juga para orangtua yang pamit ke rumah masing-masing. Dan, hanya menyisakan Saka, Gista, Inces, dan Dion, karena Pak Lian juga pamit pergi lebih dulu, Saka lebih banyak diam.

“Mau ke mana?” tanya Saka ketika Gista hendak bangkit berdiri.

“Ambil minum.”

“Aku aja yang ambilin, Mbak.” Inces bangkit dan segera berjalan ke dapur.

“Mau minum apa? Teh hangat?” tanya Saka lagi yang dijawab anggukan pelan oleh Gista. “Aku susulin Inces, dia nggak tahu takaran gula kamu.”

Lalu, setelah hanya ada Gista dan Dion di ruang tengah itu, barulah Gista menatap ke arah Dion karena sejak tadi pandangan lelaki itu terus mengarah kepadanya.

“Bang,” panggil Gista pelan.

“Kacau, Ta,” jawab Dion sama pelannya. “Saka minta pernikahan kalian segera diumumkan. Saka bilang dia akan menanggung semua dampaknya. Tapi, sejak awal nggak pernah ada yang sederhana di antara hubungan kalian. Ini melibatkan banyak orang, Ta.”

Gista diam mendengarnya. Ia kelelahan bukan hanya karena pekerjaannya di bank. Lebih dari itu pikirannya yang jauh lebih lelah. Gista ingin hidup sederhana dengan Saka, namun perkataan Dion benar. Tidak ada yang sederhana di awal hubungan mereka.

“Kita lupakan kontrak yang pernah lo tanda tangani,” ucap Dion yang membuuat Gista kembali menatap ke arahnya. “Kita lupakan kontrak itu. Tapi, gue benar-benar mohon sama lo, Ta. Tolong bertahan setidaknya sampai Saka lulus kuliah. Tinggal satu setengah tahun lagi, Ta. Gue mohon lo bertahan sampai sana. Jangan hamil, dan... ini memang sulit dan terdengar egois, tapi tolong sabar dengan hubungan yang harus terus disembunyikan ini.”

“Gue akan melakukan apapun itu meyakinkan Pak Lian, tapi lo juga harus bantu gue untuk mempertahankan kariernya Saka. Lo harus bertahan sampai Saka lulus kuliah, Ta.” Dion menatap Gista dengan ekspresi lelah. “Lo bisa bantu gue kan, Ta?”

Untuk beberapa saat Dion dan Gista saling berpandangan, sebelum gadis itu mengangguk pelan dengan tangis yang lagi-lagi berusaha ia tahan. Semuanya demi Saka. Suaminya.

***

“Ka, udah tidur?”

Tengah malam yang bahkan bisa dikatakan hampir pagi, Gista tidak bisa tertidur. Gadis itu berbalik badan menatap punggung Saka yang perlahan berbalik menampakkan wajah lelaki itu yang ternyata juga terlihat masih segar.

“Kenapa? Mana yang kerasa sakit?”

Gista menggeleng pelan. Sedari tadi lelaki itu sama sekali tidak membahas masalah berita kehamilannya yang ternyata tidak benar. Hal yang membuat gadis itu berpikir yang tidak-tidak tentang sang suami.

“Terus kenapa? Mau diusap-usap?” Lelaki itu semakin mendekat, dan mengusap punggung Gista lembut.

“Kamu... kecewa ya aku nggak hamil?” tanya Gista setelah beberapa saat ia dan Saka terdiam saling berpandangan.

Tentang Gista Juga SakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang