3 - Aftertaste

1.1K 236 64
                                    

Now you're gonna say pretty please forgive me

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Now you're gonna say pretty please forgive me

Fool me once told you twice you're gonna regret it

Now you're all alone yeah

(Shawn Mendes)

Keesokan harinya, aku disibukkan dengan finishing gaun yang sudah dibayar oleh Cynthia karena dia meminta modifikasi minor di beberapa bagian. Pada kesempatan itu, aku juga memberi tahu stafku soal keberangkatan ke Bali dua minggu lagi. Tina salah satu staf yang paling kupercaya yang akan menemani selama di sana dan menjadi asistenku.

"Jadi MUA-nya bukan Mbak Rasti, dong?" tanya Tina saat kujelaskan padanya dan lainnya, soal Cynthia yang memesan ala carte, sebutan yang biasa kami pakai kalau pelanggan meminta menu satuan.

"Ya, gitu deh," jawabku singkat, "tapi, MUA yang dia tunjuk, keren sih."

"Trus, Mbak Rasti sendiri udah diinfo, Mbak?"

"Aman. Kemarin sore di perjalanan balik dari rumah Cynthia langsung kukabari dia, untungnya dia mau ngerti. Lagian dia juga sibuk karena ada job lain."

Tina, Lisa dan staf lainnya yang sedang membantuku menyelesaikan detail gaun-gaun yang terhampar di hadapan kami pun maklum.

"Sultan mah bebas," celetuk Lisa tiba-tiba.

"Gimana, Lis?" tanyaku mengonfirmasi.

"Ya, itu Mbak Enya, Mbak Cynthia kan tajir melintir ya, jadi sah-sah aja, dia mau kaya gimana ngonsep prewedding-nya, ya kan?"

"Bener banget itu," timpal Tina.

"Ya emang itu hak dia sih. Masalahnya dia harusnya juga memikirkan resikonya. Kami belum pernah bekerja sama sebelumnya. Kalo tiba-tiba aku nggak cocok sama MUA-nya, gimana? Atau sebaliknya?"

"Ya, pokoknya kita mah profesional aja Mbak Enya. Kerjain part kita, nggak usah terlalu mikir yang bikin ribet," komentar Tina lagi.

Benar juga sih, belum juga kucoba. Kenapa aku udah nervous duluan! Masalahnya, ini menyangkut job yang kuincar sebagai designer gaun pernikahan seorang Cynthia Cokrominoto.

"Mbak, HP-nya bunyi," panggil Diera–stafku yang lain–memecah lamunanku.

"Alan," gumamku setelah tahu siapa yang menelepon. Ck, sudah dibilang suruh tunggu, dasar enggak sabaran. Padahal biasanya paling susah dihubungi di siang hari karena terlalu sibuk. Giliran ada perlunya, nelepon terus.

"Halo!"

"Hun, kita harus bicara–"

"Kan udah kubilang tunggu!" seruku dengan nada sedikit tinggi memotong ucapannya. Sampai para staf menoleh ke arahku. Aku pun segera beranjak dari workshop dan masuk ke ruang kantorku, untuk menghindari gosipan anak-anak.

Gara-Gara Milis (Revised)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang