Chapter 7

782 97 20
                                    

Miss me? :D





Jeno memandang ke arah luar jendela dengan bosan, beberapa kali menghela napas untuk mengusir rasa bosan yang melanda. Dua hari yang lalu ia sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, tetapi Johnny melarangnya untuk melakukan banyak aktivitas terlebih dahulu, termasuk sekolah.

"Boseeeen~"

Pernik bulan sabit itu melirik ponselnya yang bergetar dengan berisik. Ratusan notifikasi menjejali benda pintar itu sejak ia dirawat di rumah sakit beberapa hari lalu. Kepalang malas, ia membiarkan notifikasi itu bertumpuk disana..

Pintu kamar Jeno terbuka, Minhyung melongokkan kepalanya untuk memastikan adiknya itu tidak tidur.

"Jeno, kakak masuk ya."

Setelah menutup pintu, Minhyung duduk di jendela kamar Jeno yang terbuka. Sementara Jeno masih betah memandang ke arah luar.

"Bosen ya?"

"Menurut kakak aja sih."

Ups! Jeno tampak kesal, jawaban ketusnya membuat Minhyun meringis kaku.

"Maaf ya, kakak tidak bisa banyak bantu. Kakak tau kamu pasti pengen banget sekolah, ketemu temen-temen kamu. Tapi kamu tau sendiri ayah sama ibu pasti tidak setuju kalau kamu langsung masuk sekolah."

Minhyung merasa kasihan dengan Jeno. Sejak kecil hidupnya serba dibatasi, tidak boleh melakukan ini dan itu dengan alasan tidak boleh capek, tidak pernah dilibatkan sesuatu yang berat agar Jeno tidak stres dan membuat jantungnya bermasalah. Padahal Jeno pun merasa stres karena segala hal yang dilakukannya serba terbatas.

"Kak, kenapa sih aku harus lahir beda? Tidak seperti teman-temanku yang lain? Tuhan benci aku ya?"

"Hey! Hey! Jeno lihat kakak!" Minhyung melompat turun dan berlutut di depan Jeno, kedua tangannya menangkup pipi tirus sang adik, "Tuhan tidak pernah benci umatNya, Jeno berbeda karena Jeno istimewa. Tuhan sayang banget sama Jeno."

"Aku ingin seperti kakak yang bisa melakukan banyak hal tanpa dibatasi, bisa melakukan apapun yang kakak mau tanpa harus bergantung pada obat-obatan. Seumur hidupku aku selalu dihantui setiap saat jantungku akan berhenti kalau aku terlalu lelah. Aku capek kak..."

Jeno menunduk menghindari tatapan Mark. Ia tidak suka terlihat lemah di depan siapapun, termasuk sang kakak, tetapi ia benar-benar lelah diperlakukan secara istimewa hanya karena kesehatannya yang berbeda dari teman-temannya. Jeno hanya ingin dianggap sehat, sesederhana itu.

"Obrolan kamu sama Kak Johnny waktu itu... Kak Johnny nyuruh kamu buat keluar dari kompetisi ya?"

Kepala Jeno terangguk lemah, "Kakak tau kan seberapa ingin aku berada di kompetisi itu? Ini kesempatan besar buat aku, aku tidak mungkin menyia-nyiakannya begitu saja."

"Kakak juga tidak tahu harus bagaimana meyakinkan mereka. Baik kamu ataupun ayah, ibu dan Kak Johnny punya alasan yang sama-sama kuat."

Dua kakak beradik itu terdiam selama beberapa saat, membiarkan embusan angin yang menemani ketenangan di kamar Jeno.

"Jen..."

"Hmm?"

"Kalo kakak dukung kamu buat ikut kompetisi, Apa kamu mau janji satu hal sama kakak?"

Jeno menatap Minhyun tepat di matanya, mencoba untuk menerka maksud ucapan sang kakak.

"Apa?"

"Janji untuk tetap sehat sampai kompetisi itu selesai. Bisa kan?"

Last DanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang