Chapter 1

2.5K 188 44
                                    

Ruangan dengan kaca besar itu terdengar berisik. Bukan hanya karena dentum musik yang keras, tetapi juga pekikan gadis-gadis yang berkerumun di depan ruangan itu. Mata mereka lurus memandang sosok yang sedang bergerak mengikuti irama dengan gerakan yang sangat indah.

"Jeno benar-benar keren!"

"Tariannya selalu membuatku terpukau!"

"Aku dengar keluarganya juga menekuni tari."

"Ayahnya kan pemilik label musik besar yang sudah mendebutkan artis-artis terkenal, ibunya salah satu dance trainer disana, kakaknya dulu alumni sekolah ini dan kudengar prestasinya di akademik dan non akademik sangat mengesankan."

"Wah, kau tahu banyak seperti sasaeng saja."

Kasak-kusuk siswi-siswi yang sedang berkerumun disana terdengar sangat seru, sampai mereka tidak menyadari sosok yang sedang dibicarakan sudah berdiri menyandarkan tubuhnya di kusen pintu.

"Kalau sudah selesai menonton, kembalilah ke kelas kalian. Jangan buang waktu percuma dengan menontonku latihan dance."

Tidak ada nada ketus dalam kalimat itu, justru terdengar sangat ramah dan peduli. Tak ayal gadis-gadis itu menahan pekikan mereka karena begitu diperhatikan sang idola. Mereka secara suka rela meninggalkan ruang dance setelah menyemangati pemuda itu.

Jeno kembali masuk ke dalam ruangan besar itu dan duduk menyelonjorkan kakinya. Kedua tangannya bertumpu di atas lutut untuk mengatur nafasnya yang masih terengah-engah. Sampai kemudian kepalanya mendongak saat pintu ruang dance dibuka oleh seseorang. Senyum seketika terpancar di wajah tampannya.

"Kak Minhyung!"

Yang dipanggil terkekeh kecil. Sosok yang ada didepannya ini benar-benar sangat menggemaskan. Tak heran kalau orang-orang sangat mudah jatuh cinta padanya.

"Sudah selesai latihannya?" tanya Minhyung. Jeno mengangguk sambil tersenyum hingga kedua matanya melengkung lucu, "Aku lapar, kak~"

Minhyung, kakak Jeno, tidak bisa menahan tangannya untuk tidak mengusak rambut sang adik dengan gemas. Jeno masih seperti anak kecil meski umurnya nyaris 17 tahun.

"Kemasi barang-barangmu sekarang. Kakak sudah minta dispensasi pada guru piket agar kau dipulangkan lebih awal." Kata Minhyung.

Bibir Jeno mencebik sebal. Ia benci dengan kalimat "pulang lebih awal", karena mengharuskannya datang di suatu tempat.

"Harus kesana lagi? Aku bosan, kak~" keluh Jeno.

"Tapi Kak Johnny merindukan si kecil yang nakal ini. Ayah dan ibu sudah menunggu disana juga." Kata Minhyung sambil mengusak rambut Jeno lagi, "Kalau hari ini kau jadi anak yang baik, kakak traktir bingsu kesukaanmu. Bagaimana?"

Sogokan itu berhasil. Jeno langsung menyetujuinya tanpa berpikir panjang, tipikal anak yang sedikit bandel namun mudah terbujuk rayuan sederhana.

"Eh, tapi ibu melarangku makan bingsu. Beberapa hari yang lalu aku batuk karena terlalu banyak makan bingsu." Jeno kembali cemberut. Antusiasmenya langsung luntur ketika ingat dengan peringatan ibunya untuk tidak makan makanan favoritnya itu.

"Tenang, kakak akan rahasiakan ini asal tidak terlalu banyak makannya. Ini akan jadi rahasia kita bedua." Kata Minhyung. Wajah Jeno kembali cerah. Tanpa ragu ia menubruk sang kakak dan memeluknya dengan erat.

"Kak Minhyung yang terbaik! Sayang kakak!"

Dan Minhyung hanya tertawa mendengar ucapan Jeno.


Last DanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang