Alun-alun Trowulan

285 41 12
                                    

Terbaring lemas di kasur tidurnya yang empuk, Syila memilih memiringkan tubuhnya menatap tembok kosong. Bulir-bulir air matanya makin deras membasahi sarung bantal yang ia tiduri.

Elang tak mengeluarkan satu kata pun dari mulutnya. Ia hanya diam sambil menyelimuti tubuh Syila dengan selimut tebal agar tunangannya itu merasa hangat. Walau sempat ragu, ia akhirnya memberanikan diri menyentuh lengan Syila. Ia elus dengan lembut dengan harapan tangis Syila akan berhenti.

"Kangen..." di tengah-tengah isakan tangisnya, terceploslah satu kata dari mulut Syila. Satu kata yang langsung membuat sang Pangeran kaget.

Kangen?

"Kangen siapa? Kamu kangen keluarga kamu di Indonesia ya?" tanya Elang hati-hati. Ia tak ingin membuat Syila tambah bersedih.

"Kangen kak Wisnu.." tangisnya makin pecah. Syila duduk dan menunjukan wajahnya yang sudah beruraian air mata pada Elang yang duduk di hadapannya.

Walaupun sempat tersentak kaget mendengar nama kakaknya disebut, Elang cukup cepat menerka situasi ini. Syila lagi-lagi bertemu dengan sosok yang mirip, ralat, sama persis dengan sosok yang ada di dunianya.

Dan mungkin kali ini, sosok yang ia temui mempunyai peran penting dalam hidupnya. Punya pengaruh yang besar.

"Dia bukan Wisnu yang kamu kenal." ucap Elang. Tangan kanannya menyapu bersih air mata Syila yang berlinangan di pipi.

"Iya, aku tau. Itu yang buat aku makin sedih.." Syila memberi jeda untuk dirinya sendiri, nafasnya belum beraturan. Sesak di dadanya kian merasuk. "Karena aku tau dia bukan kak Wisnu yang aku kenal. Kak Wisnu... kak Wisnu yang aku kenal udah nggak ada di duniaku. Udah pergi ninggalin aku untuk selama-lamanya"

Ntah kenapa Elang bisa ikut merasakan rasa perih yang Syila rasakan. Ia tarik Syila ke dalam pelukannya, membiarkan perempuan itu membasahi pakaian yang ia kenakan.

"Kangen kak Wisnu banget. Tapi, dia bukan kak Wisnu.." makin bercucuran air mata Syila saat ia membalas pelukan Elang.

Tak ingin membahasnya lebih lanjut, Elang lagi-lagi memilih bungkam. Tangannya sibuk mengelus pundak dan rambut Syila yang terurai panjang.

****

Saat pagi menjelang, Syila merasakan pusing yang teramat sangat di kepalanya. Bahkan untuk sekedar duduk bersandar di sandaran kasurnya saja terasa sulit.

"Ndoro Ayu?" Lasmini bergegas mendekati Syila dan membantunya duduk. "Ini silahkan diminum dulu teh hangatnya, Ndoro." dengan sopan ia menyuguhkan secangkir teh hangat pada Syila.

"Makasih ya.." Syila teguk teh manis itu, membasahi tenggorokannya yang terasa kering. "Mas Elang di ruangannya ya?"

"Iya, Ndoro. Mau saya panggilkan?"

"Eh nggak usah! Dia sibuk kan pasti? Harus ngurus ini itu hehe"

"Iya. Tapi, Ndoro Ayu tetep prioritas utama Yang Mulai kayaknya" Lasmini menggulung bibirnya, mesem-mesem.

"Apaan sih haha" Syila jadi ge er. Ia sekuat tenaga menahan senyumnya, walau pipinya sudah semerah tomat.

"Loh beneran. Yang Mulia tidak tidur semalaman demi jagain Ndoro Ayu disini"

"HAH?!"

Hampir copot jantung Lasmini mendengar teriakan Syila.

"Mas Elang tuh semaleman disini??"

"Iya. Duduk di pinggir kasur Ndoro Ayu, nemenin Ndoro Ayu sampe subuh tadi"

"Astaga! Dia nggak tidur semaleman dong?" dahi Syila mengerut, tanda khawatir. "Dia udah sarapan belum ya? Kalo belum, saya aja yang nganterin makanannya. Boleh nggak?"

MAJANESIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang