lima.

141 13 1
                                    

"Sekarang ini, ada enggak orang yang lagi lu suka?" rasanya Namjoon ingin menulikan indera pendengarannya. Apa-apaan pertanyaan Seokjin? Harus jawab apa dia coba? Ingat ya, Namjoon itu paling payah dalam hal bohong membohongi dan ia juga mengakui kalau ia sangat payah dalam hal itu. Mata yang awalnya menolak menatap Seokjin kini berusaha menatap si kesayangan yang ada di depannya itu. Ya ampun ... jawab apa? Namjoon menarik napasnya dan menghembuskannya perlahan, "Hmm ... ada, Seokjin. Ada." jawab Namjoon akhirnya. Seokjin mengangguk dan kembali bertanya, apakah ia kenal dengan orang itu? Bagai disambar petir tubuh Namjoon auto kaku begitu mendengar pertanyaan yang Seokjin berikan.

YA KENAL LAH. ORANGNYA ITU KAMUUU SEOKJIN! KAMUUU—batin Namjoon mulai berteriak. Rasanya kepala hampir meledak karena ingin berteriak demikian. Namun ia urungkan karena terlalu takut dengan reaksi yang akan Seokjin berikan. "Joon, gue kenal gak?" ulang Seokjin. Kini kedua tangan si manis bersedekap dan tubuhnya ia condongkan ke depan, otomatis jarak mereka jadi semakin dekat dan Namjoon terlalu kaku untuk memundurkan langkahnya.

"Eh ... kamu ... kayaknya kenal."

"Kayaknya?"

"I-Iya ..." jika mata Seokjin teliti, seharusnya pria itu bisa melihat keringat Namjoon yang sudah sebesar jagung dan bibirnya yang memucat. Oh, juga jangan lupa rona merah yang beramai-ramai mewarnai pipi Namjoon. Hanya ada 1 kalimat yang sedari tadi Namjoon rapalkan di dalam hatinya, yaitu: semoga Seokjin tidak bertanya siapa orang itu. Mampus saja Namjoon kalau Seokjin sampai bertanya demikian.

Tapi di satu sisi lagi, Namjoon teringat oleh salah satu jurnal yang pernah ia baca. Temanya tentang kekuatan otak. Di situ dijelaskan, semakin kita memikirkan sesuatu, terutama hal yang sama secara berulang-ulang, maka secara tidak langsung kita telah mengirim dan memberikan sinyal agar apa yang kita pikirkan itu terjadi. Apalagi jika yag menjadi objek pikiran kita itu tidak jauh jaraknya dari kita.

"Siapa? Gue boleh tau gak, Joon?" nah, benar kan? Sekarang rasanya Namjoon seperti disambar petir lantas jatuh ke dalam laut dan dimakan kraken. Jika saja Namjoon pandai berbohong, hal ini tentu menjadi perkara yang cukup mudah. Tinggal sebut nama yang lain, atau bilang saja rahasia, maka Seokjin pasti percaya. Tapi sekarang masalahnya adalah, keahlian Namjoon dalam berbohong itu sangat payah. Tidak ada gunanya berbohong, pasti orang yang dibohongi akan langsung tau kalau Namjoon itu mengucap dusta.

"R-Rahasia, Seokjin. Saya enggak bisa kasih tau kamu."

"Ih, lo bohong kan? Udahlaah kasih tau aja, kan gue temen lo jugaa. Nggak bakal kasih tau ke yang lain deh." Nah kan. Baru juga dikasih tau. Mendengar ucapan Seokjin yang cepat itu membuat Namjoon makin kikuk dan gelagapan di saat yang bersamaan. Wajah merahnya dan matanya yang bergerak kesana dan kemari. Kedua tangannya terangkat dan menggerakkannya kekanan serta kiri, namun sayang lidahnya kelu dan bibirnya masih terpaku. Semakin terlihat kalau ia sudah tertangkap basah kalau ia memang berbohong tadi.

Namun untungnya Seokjin tampak mengerti dengan situasinya. Seokjin hanya tersenyum dan tangan kanannya menepuk bahu Namjoon, "Enggak apa kok kalo enggak mau bilang, hehehehe. Santai aja." lega sekali rasanya mendengar Seokjin berbicara demikian. Diam-diam Namjoon menghela napasnya, lega. Namun dalam sepersekian detik, napasnya kembali tercekat.

"Gue juga ada lho, Joon. Orang yang gue suka." kalimat ini, kutukan! Kutukaan! Otak Namjoon langsung berputar. Memikirkan kemungkinan siapa-siapa saja yang disukai oleh Seokjin. Namun rasanya sulit, karena Seokjin jarang masuk sekolah dan emosinya tidak mudah ditebak. Jadilah Namjoon sendiri bingung siapa orang beruntung yang disukai oleh Seokjin. Terlepas dari itu, Namjoon mengaku iri. Lihat, kedua mata Seokjin terlihat berbinar. Baru memberi tau kalau ada orang yang dia suka saja sudah berbinar begitu matanya. Apalagi kalau nanti Seokjin dipacari.

home (on hold😔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang