empat.

154 18 0
                                    

Semenjak kejadian bolosnya Namjoon ketahuan, kedua orang tua Namjoon tidak ada hentinya menggodai anak mereka itu. Seperti minum obat, kurang lebih sehari 3 kali papa dan mamanya meledeki Namjoon. Sebelum berangkat sekolah, pulang sekolah, dan sehabis makan malam. Senang sekali rasanya melihat Namjoon yang harus menahan malu ketika digodai. Bahkan, ketika Seokjin datang di hari Sabtu untuk belajarpun, kedua orang tuanya itu tanpa malu menggodai Namjoon langsung di depan Seokjinnya. Rasanya ingin mengubur diri hidup-hidup, Namjoon malu sekali ditambah Seokjin yang kebingungan dan berusaha tersenyum kala kedua orang tuanya itu berbicara.

Maklum kedua orang tua Namjoon begini. Mereka punya anak yang kelewat kaku dan fokusnya hanya pada belajar. Terakhir mereka melihat Namjoon membawa kekasihnya ke rumah, itu ketika anak mereka itu di sekolah menengah pertama. Baru seumur jagung, putus. Alasannya karena Namjoon tidak suka kalau kekasihnya itu dikelilingi pria. Pasrah mendengar anak mereka yang kecewa, jadi mereka menelan pil pahit kalau rumah mereka akan sepi mengingat betapa diamnya Namjoon. Bersyukur Namjoon masih punya kawan seperti Hoseok, kalau tidak mungkin Namjoon akan selamanya sendiri.

Sekarang hari Minggu dan Namjoon bersama orang tuanya sedang berada di taman belakang rumah. Beristirahat setelah bercocok tanam bersama, ditemani cookies buatan Seokjin dan segelas the hangat. "Tanam bunga matahari, Ma. Saya yakin pasti bagus nantinya." sang Mama hanya mengangguk dan berkata kalau ia akan membeli bibitnya nanti. Berbeda dengan si Papa yang malah tidak setuju dan mengusulkan untuk menanam lily. "Pa, terakhir kita menanam lily, semuanya mati. Sayang. Saya rasa tanahnya tidak cocok dengan si bunga. Coba saja dulu bunga matahari, saya yakin kali ini pasti hidup." memang si Papa ini jarang menang argumen dengan anaknya. Mau tidak mau ia hanya mengangguk mengiyakan permintaan Namjoon karena menurutnya alasan anaknya ini juga masuk akal.

"Heran Mama. Berkali-kali bikin cookies, tapi enggak pernah seenak buatan Seokjin. Dia bikinnya gimana sih, Joon? Kasih tau Mama dong, Nak." Namjoon hanya menggeleng dan mengaku kalau ia terima jadi saja, tidak pernah tau cara Seokjin membuatnya. Si Mama merengut namun tetap melanjutkan makannya. "Tapi, Ma."

"Apa?"

Namjoon menoleh menghadap sang Mama yang sedang minum tehnya khitmat, "Menurut Mama, Seokjin suka juga enggak sama saya?" sedikit tersedak namun si Mama bisa menanganinya dengan cepat. Tissue ia ambil dan mengelap bibirnya yang basah, "Kok nanya Mama? Mana Mama tau, sayang ... Kamu harus nanya sendiri sama Seokjinnya." Namjoon usak rambutnya. Tanya? Mana ada nyali diaa. Melihat Seokjin saja dia sudah malu setengah mampus apalagi nanya perasaan Seokjin padanya. Mungkin Namjoon akan menjadi manusia pertama yang memiliki kemampuan untuk berubah menjadi debu.

"Kenapa? Enggak berani?" Namjoon mengangguk, mana sanggup dia. Mamanya terkekeh seraya meletakkan gelasnya kembali. "Hmm jangan ditanya deh. Tapi menurut penilaian kamu aja dulu. Dari tingkah laku Seokjin, menurut kamu dia suka kamu juga enggak?" tanya si Mama lagi. Hmm, pertanyaannya agak berat kata Namjoon. Si Mama mengeryit dan kembali bertanya kenapa. Sang anak menjawab, "Seokjin itu ... agak susah dibaca emosinya, Ma. Mungkin karena belum lama kali ya, kenal sama dia. Tapi sejauh ini, kalau sama saya sih asik-asik aja." si Mama mengangguk sembari mengelus-elu dagunya.

"Berarti, Nak ..." kini si Papa yang berbicara setelah mencuci tangan yang penuh dengan tanah. "Satu-satunya cara biar bisa tau Seokjin suka juga sama kamu atau enggak, kamu harus nembak dia lah." seperti tersambar petir, Namjoon total diam mendenga perkataan Papanya itu. Ia menoleh dan melihat Papanya yang tengah meminum the. "P-Papa serius? Harus ditembak Seokjinnya?"

"Lho? Iya dong, Nak. Dibanding bertanya-tanya kayak gini. Malah jadi ada praduganya kamu. Kamu nanti malah mikir yang enggak-enggak terus berspekulasi. Itu jauh lebih enggak baik. " ujar si papa sembari berjalan mendekati Namjoon dan sang istri yang tengah bersantai. Tangannya menarik kursi tepat di sebelah Mama Kim, "Mending kamu kumpulin nyali, terus kamu bilang aja kalau kamu suka sama dia. Masalah dia nolak atau enggaknya, itu belakangan. Yang penting kamunya lega dulu. Toh kalau dia suka balik, ujung-ujungnya kamu pacaran sama dia kan?"

home (on hold😔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang