tujuh

97 12 6
                                        

 Segerombolan gadis itu pulang begitu Namjoon tinggal mereka semua. Awalnya tidak terima dan mau menyusul Namjoon ke kamarnya. Namun dengan sigap, Hoseok dibantu dengan Mama Kim berdiri dan melarang mereka semua yang hendak naik lantas pergi ke kamar Namjoon. Gila apa? Mereka ini siapa sampai berani begitu? Perempuan agresif memang kadang menjadi hal yang paling menyeramkan di bumi.

"Maaf, tante. Mereka itu tadi maksa buat ke sini. Aku juga diancem sama mereka kalo misalkan enggak mau nunjukin alamat rumah Namjoon. Maaf, ya, tan." Hoseok membungkuk beberapa kali di depan Mama Kim yang kini tengah memijat pelipisnya. "Lain kali aku janji enggak bakalan begini. Maaf, tan sekali lagi." Mama Kim hanya mengangguk sambil tersenyum tipis, ia juga tidak menyangka sama sekali kalau akan kedatangan tamu sebegini agresifnya ke dalam rumah. Seumur-umur ia hidup, ini adalah kali pertama anaknya dikejar-kejar sampai seagresif ini. 

Lagipula apa yang ada dipikirannya tadi, lebih memilih untuk tidur ketimbang langsung keluar kamar begitu terdengar suara heboh dari ruang tamu. 

"Aku pamit pulang ya, tan." lamunan Mama Kim menghilang dan segera tersenyum pada Hoseok yang sudah berjalan ke arah pintu. Namun saat anak itu tengah mengenakan sepatu, ia memanggil Hoseok dan bertanya soal Seokjin. "Hmm, enggak tau ya tan. Tadi aku duluan ke sini, enggak bareng sama Namjoon atau Seokjin. Tapi biasanya kalo sore begini, Seokjin itu kerja, tan." Mama Kim mengangguk-angguk dan mempersilahkan Hoseok pergi begitu teman anaknya itu selesai dengan sepatunya.

"Ada-ada saja." pintu tertutup rapat dan Mama Kim membereskan ruang tamu serta membawa tas anaknya. Baru sampai anak tangga pertama, tas itu kembali Mama Kim turunkan. Siapapun yang menghubungi anaknya sekarang, sungguh kurang tepat waktumu. Namjoon pasti masih histeris di kamar dan tidak mau berbincang barang sedikit dengan siapapun. Panggilan itu awalnya tidak dihiraukan, tapi lama-lama kok menyebalkan ya?

Sudah di depan pintu kamar Namjoon dan Mama Kim memutuskan untuk mengambil ponsel si anak. Nama Kim Seokjin dengan love berwarna ungu terpampang jelas di depan mata. Rasa enggan untuk menjawab pergi beralih dan ujungnya Mama Kim menjawab panggilan itu.

"Seokjin?"

[]

Hari sudah mau malam dan Namjoon baru bangun dari tidurnya. Lupa sudah dengan PR, yang ada di kepalanya tadi hanyalah mencari ketenangan dengan terlelap sebentar. Pandangannya masih buram dan tangannya berusaha mengambil kacamata yang ada di nakas sebelah kanannya. Begitu kacamatanya terpasang, hal pertama yang langsung menyapa indera penglihatannya adalah Seokjin yang tengah tertidur di atas pahanya.

Namjoon kaget bukan main, namun ia menyikapinya dengan cepat karena takut Seokjin malah terbangun dan pusing. Perlahan ia bangun dari tidurnya dan mengusap-usap kepala si manis lembut. Dari raut wajahnya, ia tau Seokjin pasti kelelahan. Napasnya teratur dan di pipinya ada sedikit tepung terigu. Bukti nyata orang ini bekerja dengan keras. 

Masih dengan tangannya yang mengusap kepala Seokjin lembut, pintu kamarnya terbuka dan memperlihatkan Mama Kim yang masuk dengan membawa nampan besar. Namjoon sempat hendak berdiri, namun Mamanya malah memberikan gestur untuk tetap di tempat dan membiarkan Mamanya yang berjalan mendekat. "Seokjin masih tidur?" Namjoon mengangguk, "Biarin aja. Kalo sampe malem dia masih tidur juga, biar dia ngindep aja di sini. Besok pagi-pagi, kamu sama dia bangun lebih awal. Anter dia ke kosannya buat ganti seragam." ujar Mama Kim sembari meletakkan nampan di sisi sebelah kiri Namjoon.

"Kenapa Seokjin ke sini, Ma?" 

"Tadi dia nelpon hape kamu, kamunya tidur. Tadinya juga Mama enggak mau ngangkat, cuma dia nelpon berkali-kali, jadi ya mau gak mau mama angkat." 

"Nanya-nanya soal kamu dan Mama jelasin aja kejadian tadi, enggak lama dia dateng deh. Bawain makanan juga. Ini, yang di piring ini makanan dari Seokjin semua." Namjoon menoleh dan menatap isi nampan. Mungkin Seokjin memang tidak pandai dalam akademi, tapi untuk urusan kebaikan dan ketulusan hati, dia adalah juaranya.

home (on hold😔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang