Bambang muncul dari sela-sela rak buku. Tangannya membawa sebuah buku bersampul merah yang masih terbungkus plastik. Sebuah keranjang kecil penuh buku, tergeletak di samping kakinya. Kelihatannya ia sedang menata buku-buku itu. ia menghampiriku dengan senyum penuh, memperlihatan giginya yang tersusun rapi dan besar-besar.
"Apaan nih?!" tanyaku dengan nada tinggi. Toko buku ini juga dilengkapi dengan kafe. Makanya ada barista yang tadi tersenyum denganku. Di beberapa tempat ada meja-meja bulat dengan kayu. Ada pula meja bar yang langsung menghadap ke jendela dengan pemandangan jalan raya. Beberapa rak buku ditaruh di tengah toko, beberapa lagi menempel di dinding kafe yang hampir semua perabotan, meja, kursi dan raknya terbuat dari kayu. Aku tak bisa berhenti mempelototi tiap sudut toko buku dan kafe ini. Unik sekali.
"Aku kira cuma toko buku kecil. Ternyata.. keren banget Bang!" seruku lagi. Rasa histeria bercampur kagum, masih belum luntur. Bambang terkekeh. Ia lalu mempersilahkan aku untuk duduk di salah satu meja yang menghadap ke jalan serta memesankanku secangkir kopi kepada sang barista.
"Dimodalin orang tua, nggak ada keren-kerennya," katanya merendah.
Tak lama barista itu mengantarkan secangkir coffee latte dengan foam berbentuk matahari padaku.
"Waah, hebat juga barista kamu. Tapi kan seharusnya mataharinya setengah terbit gitu ya," ujarku sambil menyesap beberapa teguk kopi itu. Rasa kopi ini kembali menelurkan lenguhan-lenguhan kagum dari mulutku.
"Bisa banget nih bang. Viral di instagram. Anak-anak zaman sekarang kan hobi sama yang instagramable kaya gini," ujarku sambil menunjuk sudut kafe yang ditempeli figura dan piring-piring antik. Bambang mengangguk.
"Kamu dong yang bantu memviralkan," kata Bambang sambil mengambil kue kering yang dibawakan oleh barista bersamaan dengan kopi yang kuminum, lalu memasukkannya ke mulut.
"Wah iya, mungkin nanti kafe kamu aku jadiin tempat syuting sama Arkana. Kamu tau kan? Artis yang lagi naik daun sekarang." Bambang menggeleng. Yang ia tahu hanyalah Meggy Z, Rhoma Irama, Ratih Purwasih dan beberapa penyanyi lawas lainnya. Aku lupa fakta itu. Kupikir dia sudah berubah setelah 6 tahun berlalu.
"Pokoknya adalah. Artis terkenal. Gimana? Boleh nggak?" tanyaku lagi.
"Ya boleh lah, malahan seneng. Makasih loh, matahari terbitku." Ujarnya sambil mengacak-ngacak rambut pendekku yang sudah berantakan. Aku menggerutu kecil.
"Kamu bilang kamu penulis novel ya? Kamu juga sering berpuisi. Tapi aku nggak pernah sekalipun mendengar puisi yang pernah kamu buat. Selain cuma ucapan-ucapan singkat. Sekali aja, bacain dong puisi yang kamu bikin," pintaku. Bambang langsung berpikir keras. Setelah beberapa menit berpikir, ia mulai bersuara."Aku, biarlah seperti bumi. Menopang meski diinjak, memberi meski dihujani, diam meski dipanasi. Sampai kau sadar. Jika aku hancur, kau juga."
Seperti sebuah sihir, aku bertepuk tangan dengan semangat setelah mendengar beberapa potong kalimat itu. sangat berbeda dari gombalan-gombalan yang sebelumnya ia lontarkan. Puisinya kali ini begitu dalam.
"Bagus?" tanyanya dengan alis terangkat.
"Luar biasa!" aku mengacungkan jempol di depan wajahnya.
"Tapi itu puisinya Fiersa Besari." Blas! Tanganku yang tadi teracung, perlahan-lahan merosot. Begitu pula dengan senyumku yang perlahan memudar. Bambang tertawa karena berhasil mengerjaiku.
"Nanti, kalau saatnya pas, aku akan bacakan puisi yang sudah aku ciptakan. Untuk sekarang, puisinya masih dikantongi dulu," katanya berlagak sebagai penulis dengan jam terbang tinggi. Aku menepuk punggungnya dengan senyum simpul bertengger di bibirku.
"Aku akan tunggu, dengan sabar. Semangat ya penulis kesayanganku!"
Bambang menatapku dalam, tiba-tiba, beberapa saat. Hingga akhirnya senyum jahilnya itu kembali terbit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Arunika
RomanceArunika, seorang perempuan usia 23 tahun, dengan suaminya Fazwan memutuskan untuk bercerai setelah satu tahun pernikahan. Pernikahan yang diadakan akibat situasi mendesak. Namun dalam prosesnya, banyak gangguan yang menyebabkan mereka menunda proses...