Delapan

21.7K 2.1K 11
                                    

Bagian Delapan

---

Wira mengumpulkan semua orang sore ini. Sengaja ia ambil pukul tiga sore, dijam-jam krusial antara kantuk menyerang dan lapar datang.

Makanya ia juga menraktir starbucks dan pizza hut untuk seluruh bawahannya. Para cungpret yang senang gratisan tentu saja tidak menolak--walau mereka tahu setelah ini mereka akan ditatar abis-abisan.

Kiki, yang datang paling akhir, membawa laptopnya dan langsung menyambungkan dengan proyektor ruang rapat. Lalu memilih duduk paling ujung. Disamping Wira.

"Saya gak mau banyak basa-basi. Tapi ada beberapa hal yang harus saya koreksi dan diluruskan. Kita akan lakukan evaluasi terbuka bersama hari ini. Siapapun yang kesebut namanya boleh ngasih alibi dan membela diri,"

Semua orang saling bertatapan. Menatap cemas satu sama lain.

"Ingat, ini bukan ajang saling menjatuhkan. Saya gak mau keluar dari ruangan ini dengar drama-drama gak penting setelahnya,"

Wira mengangguk puas menatap semua karyawannya mengangguk patuh. "Kita mulai dari Kiki. Kesalahan apa yang udah kamu lakuin dari terakhir kali kita evaluasi?"

Kiki menjawab dan mengakui beberapa hal. Dan dari semua yang disampaikan Kiki, Wira sampai pada sebuah kesimpulan.

"Benar juga. Harusnya tetek bengek seperti ini enggak akan ke-handle oleh tim kamu saja. Sanjaya sepertinya butuh Departemen Human Capital terpisah dari Keuangan,"

Kiki mengangguk. "Saya setuju, Mas. Rasanya kurang pas dan karyawan lebih enggak terperhatikan. Kalo soal gaji, tunjangan, dan yang lainnya mungkin masih kepegang. Tapi kalo soal perekrutan, pengharkatan, employee trainee, management trainee, internship. Saya rasa kita gak akan sanggup. Apalagi Sanjaya udah sebesar sekarang,"

Wira mengangguk. Ia menulis pada tab yang ada dihadapannya. "Noted! Nanti akan saya bawa ke MR selanjutnya. Thanks, Ki,"

Setelah Kiki, semuanya mengatakan kesalahan, keluhan, kritik dan masukan pada Wira. Laki-laki itu mendengarkan dengan baik. Menulis hal yang menurutnya penting, menjawab hal yang perlu dia luruskan, meminta maaf jika ia rasa harusnya dialah yang bertanggung jawab. Sampai akhirnya kesempatan itu datang untuk Clara.

"Okay. Clara-- yang paling sering bikin ribut dikantor akhir-akhir ini,"

Clara menelan ludah dengan kasar. Sudah lebih satu jam ia disini, hanya dirinya lah yang tidak menjawab atau memberikan alibi ketika namanya kesebut. Sekarang gilirannya yang akan berbicara.

"Yang Pertama. Urusan salah transfer, saya minta maaf karna gak ngecek kembali sebelum masuk kasir. Bukan cuman Pandu yang salah tulis, tapi salah saya sepenuhnya yang enggak memastikan data yang digunakan Pandu udah bener atau salah,"

Tangannya digenggam Pandu beberapa saat membuatnya memberikan senyuman tipis pada cowok itu.

"Yang Kedua, urusan pertukaran pola pembayaran. Saya juga minta maaf karna lagi-lagi lalai dan enggak ngecek kontrak yang ternyata udah di ubah. Bukan bermaksud membela diri, saya benar-benar enggak nerima copy kontrak yang sudah revisi ataupun berkas tagihan yang asli,"

"Saya juga salah karna berpikir bahwa berkas itu udah lewat Clara hanya karna ada post it diatasnya. Karna biasanya cuman Clara yang ngasih reminder begitu, tapi ternyata--"

Pembelaan Alwi pada Clara langsung dihentikan oleh Wira dengan mengangkat tangan.

"Okay, i got your point. Clara merasa tidak menyerahkan berkas, tapi Alwi justru nerima berkas itu?"

Penghujung Malam [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang