"MAAF, pasien tidak dapat kami selamatkan!"
Satu kalimat itu membuat suasana koridor rumah sakit berubah sangat hening. keluarga serta sahabatnya yang cepat-cepat datang karena mendapat kabar gadis itu memburuk, kini tampak terdiam sangat terkejut.
Menit berikutnya, tangis histeris keluarga serta sahabatnya memenuhi koridor ruangan vip hingga membuat koridor berisik.
"GAK MUNGKIN, JESSIE GAK MUNGKIN MENINGGAL!" Andin sang ibu menggeleng tak percaya.
"Iya, Jessie tidak mungkin meninggal Dok, tolong periksa lagi!" Ujar Tara sang ayah. Ia juga tak bisa menerima kenyataan pahit ini.
Dokter menunduk, tak bisa berbuat apa-apa.
"PERIKSA ANAK SAYA LAGI ATAU SAYA AKAN MENUNTUT RUMAH SAKIT INI!"
"Pi!" Tegur Kevan sang kakak, ia lalu menatap dokter itu. "Maaf dok, dokter boleh pergi tinggalin kami." Ujarnya dengan suara serak menahan tangis.
Dokter itu pamit pergi, mereka segera masuk ke dalam ruangan gadis yang kini terbaring dengan tubuh terpasang alat-alat bantu hidup yang belum dilepas. Wajah gadis itu sangat pucat, tubuhnya juga dingin.
"Jeje, bangun yah, mami udah disini sayang. Mami gak benci sama kamu, mami sayang banget sama kamu. Bangun yah sayang, mami janji gak akan pernah mengabaikan kamu lagi. "
Tak ada tanda-tanda gadis itu akan bangun,
"Mami mohon, buka mata kamu sayang!" Andin meraba wajah pucat anak bungsunya, kemudian memeluknya dan menangis.
"Bangun sayang, bangun. Jangan bikin mami takut."
"MAMI, PLEASE!" Kevan berteriak membuat mereka menatapnya, "Jeje udah pergi, Mi, dia udah gak ada!"
"JAGA UCAPAN KAMU, KEVAN!"
"Mami, ikhlasin Jeje yah, dia udah tenang disana. Dia udah gak ngerasa kesakitan lagi!" Ujar Kiara, kembaran Kevan.
"DIAM KAMU KIARA! INI SEMUA GARA-GARA KAMU!"
Kiara menunduk,
"KENAPA KAMU HARUS SAKIT? KALAU SAJA KAMU TIDAK SAKIT JEJE GAK AKAN NGERASA DI ABAIKAN, DIA GAK BAKALAN PERGI!"
"MAMI, CUKUP!"
Andin merasa kepalanya sangat pusing, ia jatuh tak sadarkan diri.
"MAMI!" Teriak panik mereka.
Tara panik, ia segera menggendong istri keluar dari ruangan mencari dokter.
"Ini salah gue!"
"Ra, ini bukan salah lo!"
"Gak, ini salah gue. Mami benar, kalau aja gue gak sakit, Jeje pasti gak akan bunuh diri!"
"Ra, jangan kayak gini!"
Kevan menggeleng menatap Kiara yang terpukul, ia melepas pelukan Kiara kemudian menghampiri adiknya yang terbaring lemah di atas brankar.
"Je!" Panggilnya lemah.
"Kenapa lo tinggalin kita?"
"Kenapa, Je?"
"Gak ada yang ngabain lo, kita sayang sama lo. kita cuman mau lo ngerti dikit aja kalau Kiara lagi sakit, dia sakit parah. setelah dia sembuh, kita bakalan kayak dulu lagi."
"Bangun, Je."
"Gue mohon bangun, Je!"
"Jangan hukum gue kayak gini!"
"Gue sakit liat lo kayak gini!"
Kevan memeluk tubuh dingin adiknya, menangis.
Tit.tit.tit.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS | DUNIA NOVEL
Teen FictionJessie Argentara. Gadis berusia enam belas tahun itu tak menyangka modal berkhayal saja bisa membuatnya masuk ke dalam dunia novel. Tapi sayangnya buka sebagai peran utama, tapi sang antagonis. Antagonis yang harusnya mati, tapi malah hidup lagi. **...