36

224 65 18
                                    

Pencet tanda bintang di pojok bawah ya, jangan lupa! Aku jamin gratis tis tis tisssss...

Kalau mau nambahin komentar atau mau follow aku juga boleh bangettt hehe (~ ̄³ ̄)~

•  •  •

"LUNA?!"

Reflek, Aril langsung berteriak setelah menarik rem motornya secara tiba-tiba. Melihat temannya yang berhenti mendadak, Fabio yang tepat berada di belakang Aril juga langsung mengerem motornya.

"LUN!" dengan cepat Aril turun dari motornya lalu berlari mendekati Luna dan diikuti oleh Fabio dibelakangnya.

"Luna? Lo kenapa?" tanya Aril sembari berjongkok untuk mensejajarkan tingginya dengan Luna.

Dari spion, Yudha melihat kedua temannya itu berhenti, akhirnya memutuskan memutar arah untuk menyusul Aril dan Fabio.

"Lo di rampok, Lun?" tanya Fabio yang melihat tas sekolah Luna tergeletak begitu saja disamping gadis itu.

Setelah menyadari jika Luna alasan kedua temannya itu berhenti mendadak, Yudha pun segera berjalan mendekati Luna dan kedua temannya itu. Sesampainya didekat Luna, Yudha segera melepaskan jaketnya. "Di pake, Lun," ucap Yudha sembari memberikan jaketnya kepada Luna. Melihat dress yang dipakai Luna membuat Yudha paham jika cewek itu bisa saja kedinginan.

Karena Luna tak kunjung menjawab, Aril berinisiatif untuk mengambil jaket Yudha dan menyampirkannya ke tubuh gadis itu. Sebenarnya Luna malu untuk menangis didepan Yudha, Aril, dan Fabio. Tapi ia tak bisa membohongi rasa sakit hatinya yang begitu kuat sehingga tangisnya tak mampu ia sembunyikan lagi.

"Kita anter lo pulang aja ya?" tawar Aril.

Luna menggeleng pelan. "Gue disini aja," jawab Luna lirih sembari mengusap air matanya. Ia sedang berusaha menghentikan tangisnya.

"Kita ke beskem deh!" final Yudha yang langsung memakai tas sekolah Luna di punggungnya.

Aril pun langsung membantu Luna berdiri dan berjalan mendekati motornya. "Jangan ngebut! Lo bawa nyawa orang!" peringat Fabio saat ketiganya sudah bersiap tancap gas menuju beskem.

"Aman!" jawab Aril. "Pegangan, Lun," lanjutnya.

Luna mengulurkan tangannya ke sisi pinggang Aril dan mencengkeram erat sweater yang di cowok itu kenakan. Setelah itu, barulah ketiganya berangkat menuju beskem.

Tak butuh waktu lama, Yudha, Aril, dan Luna sampai di tempat tujuan. "Lah? Si Buyung upik kemana?" bingung Aril karena tak melihat Fabio.

"Paling isi bensin," jawab Yudha.

Aril menganggukkan kepalanya setuju. Kini ia menatap Luna yang tengah menunduk itu, "Ayo, Lun! Masuk ke dalem," ajak Aril.

"Sorry ya, Ril. Gue ngerepotin," lirih Luna.

"Sante aja, Lun. Gue mana tega biarin lo sendirian disana," jawab Yudha.

Aril menatap Yudha dengan tajam. "Yang diajak ngomong sama Luna tuh gue!"

"Ya gue kan cuma membantu lo buat jawab," balas Yudha.

"Sirik ya lo karena nggak diajakin ngobrol?"

"Nggak tuh. B aja!"

"Masa?"

"Ngomong sama lo bikin darah tinggi deh, Ril."

"Harusnya gue yang ngomong kayak gitu ke elo!" kesal Aril.

Ditengah-tengah menyimak perdebatan antar dua cowok didepannya ini, sebuah tepukan di bahunya membuat Luna sedikit terkejut. "Duduk, Lun," suruh Fabio sambil mengajak Luna berjalan menuju sofa.

GILALUNA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang