[4] Siapa Glen?

277 24 13
                                    

Brum! Brum!

Suara deru motor yang dinaik turunkan gasnya menggema di pelataran rumah. Menghasilkan suara bising yang memekakkan telinga. Kepulan asap pun tak terelakan, membuat seorang pria yang tengah duduk bersantai sembari menyeruput secangkir kopi hitam tersedak karena terkejut. Seketika hidungnya terasa masam, matanya memerah menahan sakit ditenggorokannya. Bocah gemblung! Makinya dalam hati menatap sang anak yang masih asik dengan motor silver miliknya.

"Pah si Utut kayanya rusak deh, suaranya jelek kaya Bi Sri," ucap Sang anak. Merasa tidak ada respon, ia menoleh. Dahinya berkerut melihat Sang Papah terbatuk-batuk sembari memukuli dadanya. "Papa kenapa begitu? Latihan sirkus?" Sang papa mendelik.

"A-asapmu!" jeritnya susah payah. Glen mengernyit heran, ia menelisik tubuhnya, mana yang berasap?

"Ah Papah nih suka bercanda." sautnya mengibaskan tangan dengan raut jenaka. Melihat itu, Reynald mengulum senyum tertekan. Jika seperti ini tidak akan ada ujungnya!

"Sudah sana berangkat," Agar aku bisa menikmati secangkir kopi tanpa kepulan asap! "Biar enggak telat." Glen mengerjap pelan, maniknya melirik arloji di pergelangan tangannya, ah ternyata sudah siang.

"Oke Pah, Glen pamit yah." Gadis itu bergerak menyalami Sang Papah dan segera melajukan motor kesayangannya.

"Iya hati-hati, jangan ngebut." Reynald menghela napas lega. Akhirnya putrinya itu pergi juga. Bukannya membenci, ia hanya sudah merasa lelah mengurusi Glen karena Sang istri sudah pergi berbelanja sedari pagi. Dari menyarikan kaos kaki sampai buku sang anak yang hilang entah kemana. Andai saja ia tahu, putrinya itu nyaris tak pernah membawa buku.

Tak terasa, kini Glen sudah memasuki area sekolah. Berterimakasihlah pada Sang Papah yang mengingatkannya untuk segera berangkat. Karena semenit setelah motor Glen menapaki tempat parkir, gerbang sekolah di depan sana ditutup. Kelasnya memang sudah dibebaskan, tetapi masih ada kewajiban untuk sekedar hadir memenuhi absensi.

"Nata!" Glen menoleh kesumber suara, di sana terlihat Caca tengah melambai ke arahnya. "Nata ko sendirian? Akhtar nya kemana?" Lanjutnya ketika sudah berada di hadapan Glen.

Glen mengedikkan bahu. "Di colong cewe lain kali." sautnya asal.

"Cewe lain?" Caca mengerjap pelan, hanya sesaat sebelum dahinya berkerut bingung. "ko Nata rela sih?"

"Tenang aja, cadangan gue banyak ko." sautnya kalem sambil berlalu meninggalkan parkiran. Caca hanya mendengus kemudian mengikuti langkah Glen yang kini menyusuri lorong sekolahnya.

Di sana sudah banyak siswa siswi yang berlalu lalang menuju kelas masing-masing. Beberapa orang menyapa Glen dengan anggukan sopan--lebih tepatnya takut, yang hanya dibalas dengan senyum tipis. Berbeda dengan Caca yang nampak sumringah melambaikan tangannya ke sana kemari menyapa semua orang. Sampai mata bulatnya menangkap sosok familiar yang tengah bercengkrama dengan seorang gadis yang berstatus sebagai adik kelas--terlihat dari bet kelas yang tertera di seragamnya.

"Tunggu dulu, itu cewe lain yang Nata maksud?" Saat itu juga langkah Glen langsung terhenti. Matanya bergulir mengikuti arah pandang Caca. Seketika irisnya membulat, bajingan! Apa yang pacarnya lakukan di sana?! Sungguh ia hanya bercanda tadi. Setahunya Akhtar berangkat lebih awal karena ada urusan dengan Pak Surya-pembina eskul basket-Yang kebetulan ia ikuti setahun belakangan ini. Tapi apa sekarang? Pacarnya itu sedang berduaan dengan seorang gadis. Tidak bisa dibiarkan!

"Hi sayang," sapa Glen berlenggok angkuh mendekati Akhtar. Kedua tangannya langsung memeluk lengan pemuda itu. Akhtar menoleh, sedikit terkejut mendapati Glen yang kini sudah berdiri di sampingnya. "kamu udah sarapan belum?" Lanjutnya tersenyum. Akhtar mengernyit, sejak kapan pacarnya bersikap manis?

Naefa 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang