Narendra memasuki kamarnya dengan tubuh yang begitu lelah dan pegal. Beberapa hari lalu, dirinya begitu hectic menjalankan tugas sebagai siswa. Entah itu untuk akademik maupun non-akademiknya. Sebenarnya, Narendra sudah cukup lelah dengan semua pekerjaannya. Apalagi, dirinya selalu ditunjuk untuk menjadi perwakilan olimpiade sains, matematika, atau debat bahasa inggris.
Ia ingin seperti anak lainnya. Yang bebas menentukan pilihan hidupnya tanpa harus dihantui pelajaran dan materi-materi yang harus ia konsumsi setiap hari. Ingin sekali dirinya bebas hidup tanpa belajar dan tugas, seperti teman eskulnya atau contoh terdekatnya Jelaga, Karenina, dan saudara kembarnya, Gisela.
Narendra ingin seperti mereka. Yang bebas menentukan apapun yang mereka suka tanpa harus orang tuanya terlibat terlalu jauh dan dalam. Jelaga memang sama seperti dirinya yang selalu ditunjuk untuk mengikuti olimpiade tetapi untuk masalah inti hidupnya, sangat-sangat berbeda. Jelaga akan selalu di support oleh kedua orang tuanya, akan selalu diberi kemudahan untuk melakukan apa yang dia mau, asalkan anaknya tidak merasa stress dan tertekan.
Sementara Narendra, ia tidak mendapat dukungan lebih malah kurang dari anak-anak lainnya. Ia selalu ditentang jika melakukan hal kesukaannya, tidak pernah disupport apa yang Narendra lakukan, dan tidak pernah ada apresiasi untuknya. Salah satunya, sang ibu. Untuk ayahnya, ia masih merasakan perhatian lebih dan apresiasi yang tinggi tetapi dari ibunya tidak sama sekali. Ia hanya berbicara tentang saudara kembarnya. Itu membuat Narendra sedikit tertekan dan kecewa setiap kali Nirina selalu menyelipkan nama adik kembarnya itu.
Narendra menghempaskan tubuhnya diatas kasurnya. Menatap langit-langit kamarnya, memikirkan semua perjalanan hidupnya yang begitu memilukan. Kadang ia berfikir, untuk apa dirinya dilahirkan jika hanya sebagai pajangan untuk ibunya. Dianggap tetapi terasa seperti sangat jauh untuk digapai. Tanpa sadar, air matanya jatuh dari kedua mata indah tersebut. Ia benci disaat seperti ini, disaat dirinya begitu lemah jika sudah memikirkan kehidupannya tersebut.
"Kapan mama bisa nyelipin nama aku dan apresiasi aku? Aku butuh semua itu, kasih sayang dan perhatian mama. Aku rindu mama yang dulu. Yang masih sayang dan ngasih perhatian dengan setara. Aku rindu mama yang dulu, bukan sekarang. Sekarang rasanya mama begitu berbeda, selalu memprioritaskan Gisela diatas segalanya. Sampai-sampai melupakan masih ada anak yang membutuhkan semuanya juga. Aku cemburu, ma. Aku cemburu liat mama lebih sayang sama Gisela! Kenapa mama ngelakuin hal itu sama aku? Sakit ma disini. Disini sakit!" monolognya seraya menepuk dadanya yang terasa nyeri.
Tangisannya pecah memenuhi seluruh kamarnya. Ia tidak peduli, jika ia terasa lemah. Karena dengan hal ini, ia bisa menyalurkan kesakitannya. Begitu sakit ketika sang ibu begitu membedakan kasih sayang antara saudara kandung. Apalagi akhir-akhir ini sang ibu begitu menekannya untuk terus menjaga Gisela tanpa memikirkan dirinya yang juga punya kesibukan.
Tangisan pilu begitu menyayat hati siapapun yang mendengarnya. Salah satunya, seperti orang dibalik pintu yang ikut meneteskan air matanya ketika mendengar curahan hati Narendra yang begitu menyedihkan. Bagaskara, mendengarkan semua curahan hati anaknya dibalik pintu itu. Hatinya ikut tersayat mendengarnya. Perlakuan istrinya memang sudah keterlaluan, mungkin ia akan berbicara empat mata dengan sang istri nanti.
"Maafin papa, nak. Papa serasa gagal menjadi orang tua, jika kamu merasa kesakitan seperti ini. Maafin mama dan papa sayang. Jangan menangis, itu buat hati papa ikut merasa sakit, Narendra" gumamnya seraya meremat kaos rumahannya pada bagian dada.
-ELEGI-
Pagi-pagi sekali Narendra sudah melenggang pergi dari rumahnya. Sudah lebih dari 3 minggu dirinya pergi pagi-pagi tanpa berangkat bersama dengan Gisela dan juga sang ayah. Ia lebih senang ketika menggunakan kendaraannya sendiri tanpa harus diceramahi dulu oleh sang ibu. Ceramah yang selalu ia ingat hingga luar kepala. Menjaga Gisela pada area sekolah tanpa meninggalkan goresan kecil sedikitpun. Narendra sudah malas mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEGI ✔
FanfictionElegi ; Sebuah syair dukacita. Alunan musik kehidupan bernuansa sukacita harus berakhir sementara tergantikan dengan syair dukacita. Mempunyai anak kembar yang cantik dan tampan adalah sebuah alunan musik yang begitu Indah mewarnai kehidupan sukaci...