Bagian 19

415 60 28
                                    

Secangkir teh hangat dengan kepulan asap itu telah berada dihadapan sang pemuda kecil. Meskipun telah dihidangkan, namun sang empunya belum sama sekali menyentuhnya. Ia sedang asik dengan peran-peran yang berada di dalam otaknya, skenario yang akhir-akhir ini selalu memenuhi pikirannya hingga ia sulit untuk terlelap. Memikirkan bagaimana reaksi orang tuanya terutama sang ibu, ketika ia pulang dari pelariannya.

Menghela nafas berat dan mengusap wajahnya dengan kasar. Tapi satu tepukan lembut membuatnya menoleh dengan spontan, senyuman cantik dari seorang perempuan muda terpampang nyata dihadapannya. Nirmala, sosok gadis yang menepuk pundaknya dengan senyuman hangat tersebut. Terduduk di sampingnya tanpa persetujuan dari pemuda disebelahnya.

"Kang Rendra udah berapa lama tah dirumah ini? Sepuluh hari?" tanyanya seraya menatap langit malam yang tidak dipenuhi oleh bintang namun masih terdapat bulan yang begitu indah. Narendra menatap sekilas ke arah Nirmala dan mengangkat bahunya tidak tahu. "Mungkin. Saya gak pernah ngitungin, berapa lama saya tinggal dirumah orang tua kamu" jawabnya.

Nirmala mengangguk mengerti. Lama tak bersuara, hanya ditemani bisingnya kendaraan yang melintas dan suara seseorang yang sedang melantunkan ayat suci Al-qur'an. Meskipun ia adalah seorang nasrani, namun ia sudah tidak asing lagi dengan lantunan kitab suci umat muslim. Hidup diantara kaum muslim, membuatnya hafal sedikit tentang ayat-ayat Al-qur'an maupun kebiasaan mereka.

"Bapak masih dagang, Nir?" tanya Narendra setelah terdiam tanpa obrolan. Nirmala yang sedang asik bermain dengan kakinya sendiri sedikit tersentak, namun tak lama mengangguk mengiyakan. "Iya kang. Bapak masih dagang bubur kalo ibu masih bantuin nyuci di tetangga. Biasa jadi kuli cuci" ujarnya.

"Berapa lama jadi kuli cuci? Bukannya ibu bantuin bapak jualan bubur ya?" dengan kerutan samar berada di dahinya. Nirmala tersenyum kecil menatap kearah jalan raya yang dipenuhi oleh pengendara sepeda motor maupun mobil.

"Iya. Tapi setelah abang masuk kuliah, ibu mutusin buat nyari uang tambahan. Kalo cuman jualan bubur kata bapak bakalan kurang, karena uang simpenan yang mereka kumpulin itu cuman cukup buat aku bayar uang sekolah. Yaudah, akhirnya ibu jadi kuli cuci meskipun agak berat daripada bantuin bapak, tapi ibu seneng bisa nambahin hasil buat sekolahin abang sampe sarjana nanti" jawabnya.

Narendra tertegun mendengar jawaban dari si cantik. Ternyata kehidupannya masih dikatakan beruntung dibandingkan gadis cantik disebelahnya. Jika ia yang merasakannya, apakah Narendra akan sekuat Nirmala? Yang pasti ia tidak bisa. "Maaf nanya ini, tapi kamu pernah malu sama pekerjaan orangtuamu?"

Pertanyaan itu membuat Nirmala terkekeh kecil dan menatap ke arah Narendra dengan wajah yang serius. Gadis cantik itu menggeleng dengan senyum kecil di wajahnya.

"Untuk apa malu. Pekerjaan ibu sama bapak itu halal kok, kenapa harus malu. Yang harus malu itu kalau bapak sama ibu kerjanya nyopet atau nipu orang. Baru aku malu. Lagian aku malah bangga sama mereka, kang. Mereka itu kayak superhero bagi aku sama abang. Kalo gak ada mereka, gimana aku bisa hidup dan sekolah sampe sarjana? Meskipun cuman tukang bubur sama tukang kuli cuci, tapi kami gak merasa kekurangan. Kunci rahasia biar terus kecukupan itu cuman satu, kang. Bersyukur."

"Dari situ aku bertekad buat belajar giat dan wujudin cita-citaku, biar aku bisa hidupin enak bapak sama ibu. Abang pun samanya kayak aku. Liat kerja keras bapak sama ibu buat kita, jadi termotivasi buat belajar giat dan kejar cita-cita. Gak peduli omongan orang kayak gimana, yang penting aku sama abang bisa jadi orang yang berguna buat bapak sama ibu" ujarnya dengan senyum tulus disana.

Narendra yang mendengar dan melihat senyum tulus itu terasa tercubit hatinya. Bagaimana rasa tulus itu terpancar dengan jelas dari mata gadis di hadapannya. Ucapan kasih sayang untuk kedua orang tuanya begitu nyata hingga ke sanubari. Narendra iri dengan kehidupan Nirmala. Bagaimana kasih sayang orang tuanya begitu besar untuknya dan juga kakak lelakinya, meskipun hidup mereka tidak semewah dirinya. Tapi perbedaan kasih sayang sangat jauh dengan dirinya. Ia hanya tersenyum kecut.

ELEGI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang