Bagian 16

487 67 22
                                    

Narendra mengetuk jari telunjuk pada meja belajarnya. Hari minggu ini, dirinya diminta untuk pergi menuju sekolah karena ada latihan pemantapan penampilannya untuk lomba yang akan diikuti dirinya dan anak-anak teater lain. Ia menatap layar ponselnya yang menyala terus menerus, menampilkan bubble chat grup teater nya.

Sebenarnya perkumpulan ini memang sangat mendadak, tidak ada pembicaraan dulu antara anggota dengan anggota yang lain. Tapi karena ini permintaan dari pelatih mereka, mau tak mau sang ketua harus mengadakan pertemuan untuk pemantapan drama mereka. Narendra menghela nafas panjang seraya meletakkan kepalanya diatas meja belajar.

Ia bingung sekaligus takut meminta izin keluar lagi kepada sang ibu dan ayahnya. Baru saja tadi pagi sekitar jam 7.30 Wib, ia pulang ke rumahnya karena kemarin malam meminta izin menginap dirumah Yasha bersama Jelaga dan sekarang sekitar jam 10.00 Wib nanti ada perkumpulan teaternya. Narendra bingung bagaimana meminta izin kepada kedua orang tuanya.

Ia menatap jam dinding yang baru menunjukkan pukul 8.30 Wib. Sekitar kurang lebih 1 jam setengah, ia harus berada di sekolahnya karena takut mendapat hukuman jika terlambat. Ketukan halus dipintu menyadarkan dirinya dan mengakat kepalanya ketika sang ayah membuka pintu kamarnya. Dengan senyum hangat, Bagas mendekati sang anak dengan membawa semangkuk sereal dan satu gelas jus jambu. Narendra ikut tersenyum hangat yang menutupi kegelisahan hatinya.

Bagas menaruh nampan berisi sarapan pagi itu diatas meja belajar anak lelakinya. Ia mengelus surai itu sayang dan mendudukkan dirinya di atas ranjang sang anak. Sementara Narendra, ia mulai memakan serealnya dengan sedikit membuat strategi apa yang bagus untuk pergi keluar tanpa ketahuan kalau dia berbohong.

"Kamu kenapa melamun? Cepet abisin serealnya nanti keburu gak enak itu" ujar sang ayah menghancurkan lamunannya.

Sebenarnya, Narendra tidak sadar kalau melamun karena terlalu banyak strategi di otaknya untuk meminta izin keluar. Sampai-sampai dirinya ternyata melamun dan menelantarkan sarapannya sejenak di atas meja belajarnya. Narendra tersenyum kecil seraya memakan lagi serealnya.

Setelah menghabiskan sereal dan jus jambu yang tinggal setengah gelas, Narendra menghadapkan dirinya ke arah sang ayah yang sedang bermain ponselnya. Ia meremat jari jemarinya untuk menghalau rasa cemas dan gelisahnya. Ia benar-benar takut hanya untuk meminta izin sekarang. Padahal biasanya ia biasa saja jika meminta izin keluar kepada kedua orang tuanya, karena ada alasan yang memang meyakinkan. Salah satunya, pergi bersama Jelaga.

Tapi sekarang, Jelaga berada dirumah neneknya saat ini. Ketika mereka pulang dari rumah Yasha, Jelaga langsung dijemput supirnya untuk langsung menuju rumah neneknya karena sang nenek jatuh sakit tak sadarkan diri. Tanpa mengganti pakaiannya dulu, Jelaga langsung pergi setelah pamit dengan orang tua Yasha. Narendra menghela nafas dan menegakkan dirinya, ia harus yakin dengan dirinya kali ini.

"Pa" panggilnya. Bagas yang sedang membalas pesan dari rekan kerjanya tersebut, langsung menoleh menghadap sang anak. Ia pun memasukkan ponselnya ke dalam saku celana seraya menatap Narendra penasaran.

"Kenapa? Ada yang mau diomongin? Omongin aja gak usah takut gitu. Kok kayak ketakutan gitu" ujar Bagas terkekeh geli melihat wajah tegang sekaligus cemas dari sang anak. Ia tau pasti ada yang ingin dikatakan oleh anaknya ini, sepertinya hal yang sangat penting.

Narendra hanya berdecak kesal melihat sang ayah yang menertawainya karena kegugupannya. Jika tidak gugup, sudah ia pastikan sang ayah akan mendapat omelannya itu.

"Aku mau izin keluar, pa. Gak apa kan?" tanyanya seraya menautkan jari jemarinya.

"Mau kemana lagi kamu kak? Tadi kan baru aja pulang dari rumah yasha. Sekarang kamu mau kemana lagi, hm?" tanya Bagas sedikit heran.

ELEGI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang