Bagian 14

324 66 4
                                    

Waktu istirahat telah dikumandangkan dengan suara bel yang begitu nyaring. Semua murid langsung menutup buku tulis serta paketnya karena pembelajaran telah usai. Berbeda dengan Narendra yang masih berkutat dengan buku tulis, buku paketnya, serta bolpoin kesayangannya.

Ia terus mencatat materi yang sekiranya penting karena akan ia pelajari lagi dirumah. Jelaga yang sudah merapihkan bukunya sejak tadi dan segera menuju ke kantin, jadi urung karena melihat sahabatnya masih asik menuliskan materi serta rumus-rumus hitung dari pelajaran Matematika Peminatan.

Jelaga menghela nafas seraya menutup buku sahabatnya tanpa dosa. Narendra yang melihatnya langsung menatap tajam Jelaga karena sudah lancang menutup bukunya padahal ia masih harus menulis rumus tersebut. Jelaga yang melihat tatapan tajam itu hanya menaikkan satu alisnya.

"Kenapa? Mau marah? Kasihan perut lo tuh dari tadi udah bunyi. Gue gak masalahin lo mau nulis itu sampe jari tangan lo putus, tapi inget tubuh lo butuh asupan juga. Jangan sakitin diri lo sendiri, ndra. Cara lo protes ke mama lo bukan nyakitin diri lo sendiri tapi pake cara buat mama lo terkesan sama lo"

Narendra yang mendengarnya langsung tidak menatap tajam sahabatnya. Ia langsung menghela nafas panjang dan mengangguk. Cara menyakiti diri sendiri memang tidak efektif untuk memprotes sikap sang ibu, yang ada dirinya yang semakin tersiksa nantinya. Sudah mental sakit, fisik pun juga ikut kenak sakitnya.

"Ayok ke kantin. Gue traktir. Terserah lo mau makan apa dan sebanyak apa yang penting lo makan. Gue gak suka Endra yang begini, Endra yang gue kenal dia tangguh dan kerja cerdas buat ngatasin masalahnya. Lo butuh tempat curhat gue siap dengerin, ndra. Gak usah malu kalo cowok curhat karena semua orang gak bisa hidup ngatasin sendiri masalahnya, mereka pasti butuh curhat juga. Gak mentingin gendernya apa"

Narendra tersenyum kecil mendengarnya. Meskipun terkadang Narendra merasa insecure dengan hidup menyenangkan Jelaga, ia tetap merasa bersyukur karena Jelaga selalu ada disampingnya dan selalu mendengarkan isi hati dirinya. Ia pun kadang suka rela membantunya jika kesulitan meskipun masalahnya juga cukup besar bagi dirinya.

Narendra langsung menutup bukunya seraya menaruhnya di kolong meja. Jelaga tersenyum semangat melihat sahabatnya mau mendengarkan tuturnya, jarang-jarang Narendra mau mendengar omongonnya yang ada dirinya akan mengomel. Tapi untuk akhir-akhir ini, Narendra akan sering mematuhi apa yang dikatakan dirinya. Sebuah syukur yang Jelaga dapatkan.

Mereka pun langsung pergi meninggalkan kelasnya, sesekali berbincang mengenai perlombaan Narendra yang akan diselenggarakan kurang lebih 1 bulan lagi. Jelaga terlihat antusias sesekali memberikan kalimat positif serta dukungan untuk sahabatnya itu. Karena ia tau bahwa keluarganya mungkin akan menentang Narendra untuk mengikuti lomba teater tersebut.

-ELEGI-


Gisela yang sudah menutup bukunya dan menali tas serutnya langsung keluar kelas membawa satu buah kotak bekal stainless steel untuk sang kembaran, Narendra. Dengan senyum lebarnya dan senandung kecil dari bibir tipis plumnya, ia terus melangkahkan kakinya sendirian tanpa sahabatnya Karenina dan Jordy.

Sebenarnya, kedua teman dekatnya tersebut sudah menawarkan untuk mengantarkan dirinya menuju kelas Narendra, tetapi Gisela menolak karena kedua temannya itu harus mencari tempat terlebih dahulu sebelum meja kantin penuh dengan murid-murid lain. Mau tak mau mereka berdua mengangguk mengiyakan keputusan Gisela dan pergi berdua tanpa Gisela.

Sesampainya, Gisela langsung bertanya kepada salah satu teman kelas kembarannya tersebut. Tapi Narendra tidak ada di kelas melainkan pergi dengan Jelaga entah kemana. Mengangguk, Gisela langsung pergi meninggalkan kelas tersebut dan berjalan lesu menuju kantin.

ELEGI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang