BAB 2. BULLY?

269 21 10
                                    

Jam istirahat tiba, dan kelas yang sebelumnya hening menjadi riuh oleh suara anak-anak yang berceloteh. William, yang sedari tadi memperhatikan Clara, akhirnya menghampirinya dan bertanya tentang keadaannya. Namun, Clara enggan menjawab dan memalingkan wajahnya untuk melihat keluar jendela. William mencoba menawarkan makan bersama, tapi Clara tidak merespons. Akhirnya, William menawarkan untuk membelikan makanan yang ingin dititipkan pada Clara, dan Clara meminta salad buah.

William segera pergi membeli salad buah, dan di jalan ia bertemu dengan teman sekelasnya, Jeno, yang mengejeknya karena tertarik pada gadis aneh seperti Clara. Namun, William tidak memperdulikan Jeno dan sibuk memikirkan siapa Clara sebenarnya dan mengapa dia merasa mengenalnya. Tiba-tiba, bayangan seorang gadis muncul di benak William, membuatnya memegang kepalanya dan teman-temannya khawatir.

Setelah merasa tenang, William membeli salad tanpa pepaya karena ia merasa Clara alergi pada pepaya. Clara terkejut mengetahui bahwa saladnya tidak mengandung pepaya dan bertanya bagaimana William mengetahui bahwa ia alergi pada pepaya. William dan Clara sama-sama bingung dan saling menatap.

"Tidak tahu juga, mungkin kamu pernah bercerita tentang itu," ucap William dengan wajah bingung.

Clara menggelengkan kepalanya. "Aku tidak pernah bercerita tentang alergiku pada pepaya pada siapa pun," ucapnya.

Suasana hening, Mereka melanjutkan makan mereka dengan perasaan yang semakin canggung. Di dalam hati, keduanya merasa bahwa mereka seharusnya mengenal satu sama lain, tetapi mereka tidak bisa mengingatnya dengan pasti. Ini semakin menambah kebingungan dalam hubungan mereka.

Tiba-tiba, ponsel William berdering, dan ternyata itu panggilan telepon dari Jeno yang mengingatkannya tentang sesi latihan basket. William benar-benar lupa akan latihan tersebut, dan dia pun meminta izin pada Clara untuk pergi ke latihan basket. Clara menganggukkan kepala dengan lembut sebagai tanda persetujuan.

Di sisi lain, Sophia dan gengnya tidak senang melihat kedekatan antara William dan Clara. Sophia, yang selama ini menyukai William, merasa terancam. Sophia adalah seorang gadis cantik dengan mukanya yang polos.

Sophia menarik nafas panjang "William adalah tunanganku, bahkan dia sekarang terang-terangan bersama perempuan lain" ucap Sophia sendu

"Tenanglah William tidak seperti, dia ramah karena gadis itu anak baru, sebagai ketua OSIS tentu saja udah tugasnya membuat anak-anak merasa nyaman apalagi gadis itu sepertinya aneh" jawab Dory

"Kalian tidak akan mengerti" Ucap Sophia tersenyum pahit, ia segera berjalan keluar meninggalkan teman-temannya

"Hey apa kita tidak akan melakukan sesuatu?" tanya Tania

"Maksudmu apa?" Tanya Mia

"Hey kau tak tau terima kasih ya sama Sophia, kalau bukan karena sophia lho gak akan bisa sekolah disini dan bekerja di keluarga sophia" bentak Tania

"Iya aku mengerti, jadi apa yang ingin kau lakukan?" tanya Mia

"Mari kita buat dia pindah dari sekolah ini" Jawab Tania

"Caranya?" tanya Dory

"mari kita bully dia" ucap Tania mantap

Mia merasa tidak enak hati, tetapi karena takut pada Tania dan tidak enak hati dengan Sophia dia akhirnya melakukan apa yang diperintahkan olehnya. Clara duduk sendirian di mejanya, sambil membawa buku-buku favoritnya. Tatapan kosongnya menuju ke luar jendela, terik matahari menyilaukan memantul di wajahnya. Suasana kelas yang riuh dengan ocehan para siswi mulai redup saat Mia dan geng Sophia, dengan langkah angkuh, mendekati meja Clara.

Mia berusaha mengganggu Clara, melemparkan kata-kata kasar dan mencoba membuatnya merasa tidak nyaman di sekolah.

Mia dengan suara sinisnya berkata "Oh, lihat siapa yang datang, gadis pindahan baru yang aneh. Apa yang kamu lakukan di sini? Tidak punya teman?"

Hug Me Kulkas Seribu Pintu - The Cold that Warms MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang