BAB 3 KAMU PERCAYA?

191 20 9
                                    

Dalam ruang UKS yang sepi, Clara berbaring dan William duduk disebelahnya. Terasa ada ketegangan yang mencekam di udara, namun William tetap bertekad untuk memahami keadaan Clara. Clara terdiam, dengan air mata yang terus mengalir, tidak memperdulikan pertanyaan William. Ia tampak terhanyut dalam pikirannya sendiri, terjebak dalam luka emosional yang mendalam.

Bu Lita mendapat laporan tentang insiden perundungan yang terjadi dari seorang siswa bernama Glen. Dengan cepat, Bu Lita mendekati Clara, melihat keadaannya yang rapuh, dan memutuskan untuk memberinya waktu istirahat di rumah. William dengan penuh perhatian menawarkan diri untuk mengantarnya, namun sebelum mereka pergi, mereka dihadang oleh seorang pria yang memperkenalkan dirinya James.

Clara, begitu melihat James, langsung memeluknya dengan erat dan mulai menangis sejadi-jadinya. James memeluknya dengan penuh kasih sayang nampak wajahnya sangat khawatir dengan Clara. William merasa curiga dengan reaksi Clara yang begitu intens saat melihat pria tersebut. Pria itu memiliki tatapan yang tajam dan aura menakutkan, seakan-akan akan membunuh siapapun yang mengganggunya. Bisa diperkirakan umurnya 5 s/d 7 tahun lebih tua darinya. Meskipun tidak memiliki tubuh yang besar, ia memiliki postur tubuh yang tegap dan tinggi. Ada beberapa bekas luka di jari tangannya yang memberikan kesan bahwa ia telah melewati banyak hal berbahaya.

Dalam waktu yang sama, Mia sedang diinterogasi oleh pihak sekolah dan Bu Lita terkait perundungan yang terjadi. Mia, yang penuh ketakutan, hanya terdiam dan tidak berani menjawab pertanyaan dengan jujur. Tiba-tiba, Sophia muncul dengan santainya dan berbicara dengan nada memelas.

Sophia: "Jangan mengeluarkannya dari sekolah. Lebih baik hanya memberinya skorsDia melakukan ini karena saya."

Ucapan Sophia itu membuat suasana semakin tegang. Kedudukan Sophia yang berasal dari keluarga yang berpengaruh memunculkan pertanyaan tentang keadilan yang mungkin sulit dicapai. Bu Lita, yang sadar akan pentingnya keadilan, merenungkan situasi tersebut dengan seksama.

Bu Lita: "Kepentingan siswa adalah prioritas utama kami di sekolah ini. Saya akan mempertimbangkan semua fakta yang ada sebelum membuat keputusan."

Sementara itu disisi William

Suasana mendadak hening, Clara yang masih berpelukan pada James, dan William yang melihat kejadian tersebut dengan kebingungan, merasa bahwa ada rahasia yang masih tersembunyi di balik semua ini. William bertanya-tanya tentang identitas sebenarnya dari James, serta hubungannya dengan Clara.

William: (dengan suara bergetar) Clara, siapa sebenarnya James? Mengapa kamu meresponsnya dengan begitu kuat?

James: "Saya James, saya adalah kakanya Clara

William terkejut mendengar pernyataan pria dihadapannya, ia tidak menduga bahwa pria tersebut adalah kakaknya Clara mengingat tidak ada kemiripan dari keduanya.

James tersenyum pada William yang menatapnya aneh, lalu melanjutkan.

James: "Jika tidak ada yang ingin dibicarakan, izinkan kami untuk pergi."

William hanya mengangguk, mengiyakan permintaan James. Ia masih merasa bingung dengan semua yang terjadi, tetapi memutuskan untuk tidak mencegah Clara dan James pergi.

Disisi, Glen, Bayu, dan Jeno sedang berdiskusi tentang kejadian tadi. Mereka menyaksikan bahwa Mia adalah pelaku perundungan terhadap Clara, namun sulit baginya untuk mempercayai bahwa Mia bisa melakukan sesuatu sekejam itu. Selama ini, Mia dikenal sebagai gadis yang baik, meskipun sering dijadikan bulan-bulanan oleh Sophia dan teman-temannya. Ketiganya memutuskan untuk tidak mengganggu Mia, takut berurusan dengan keluarga Sophia yang memiliki pengaruh di sekolah. Meskipun Jeno sebenarnya memiliki perasaan terhadap Mia, ia tidak tega melihat luka yang William terima sebagai konsekuensi dari berurusan dengan Sophia, bahkan mereka tidak dapat membayangan apa yang akan diterima oleh William akibat kejadian tadi yang bisa saja menjadi skandal.

Glen: "Aku masih tidak percaya bahwa Mia bisa melakukan hal sekejam itu. Ada sesuatu yang aneh di balik semua ini."

Jeno: "Kamu benar, Glen. Aku merasa ada yang tidak beres. Mia selalu menjadi korban Tania dan Sophia akan membela Tania, Mia bukan pelaku."

Bayu: "Tapi kita tidak bisa mengambil risiko berurusan dengan keluarga Sophia. Mereka memiliki pengaruh yang besar di sekolah ini."

Glen, Jeno, dan Bayu memutuskan untuk sementara mengabaikan peran Mia dalam perundungan tersebut karena takut akan konsekuensinya. Mereka tidak ingin terlibat dalam pertikaian dengan keluarga Sophia yang berkuasa. Namun, di lubuk hati mereka, ketidakpercayaan terhadap Sophia semakin menguat, sementara William menjadi satu-satunya orang yang berani berurusan dengan sophia. Namun, mereka tetap bertanya-tanya, siapakah yang sebenarnya mengatur dan melancarkan serangan tersebut, apakah benar sophia?

James telah tiba di rumah Clara segera memanggil kepala pelayan untuk mengantarkan Clara ke kamarnya. James segera melaporkan kepada Pak Endra Dermawan mengenai keadaan putrinya. Wajah James terlihat penuh kemarahan dan rasa bersalah saat ia menyampaikan laporan tersebut. Meskipun Pak Hendra ingin langsung menemui putrinya, ia menyadari bahwa Clara saat ini sedang dalam kondisi yang sulit dan enggan berbicara. Ia khawatir tindakannya akan memperburuk situasi. Oleh karena itu, Pak Hendra memerintahkan James untuk menghubungi Clarissa, seorang psikiater, agar dapat merawat Clara.

Pak Hendra Dermawan juga memerintahkan James untuk memberikan secarik kertas berisi gambar mawar kepada Clara. Gambar tersebut memiliki makna bahwa Clara adalah sosok yang cantik dan kuat. Ia ingin menunjukkan bahwa siapapun yang melukai Clara akan mendapatkan akibat yang sama, karena Clara memiliki kekuatan untuk melawan. Selama setahun ini, Pak Hendra dan Clara hanya berkomunikasi melalui surat, karena Clara masih menuduhnya sebagai pembunuh ibunya.

James segera pergi untuk melaksanakan perintah tuannya. Sementara itu, di dalam kemarahannya, Pak Hendra memukul kaca hingga terluka. Ia berbisik dengan penuh tekad, "Istriku, tenanglah. Aku akan melindungi putri kita sekuat tenaga yang aku miliki."

Pak Hendra kemudian menelepon pengawal putrinya yang masih berjaga untuk mengawasi pelaku perundungan terhadap putrinya dan mencari tahu siapa orang yang berani mengganggu keluarga Hendra Dermawan. Ia bertekad untuk melindungi Clara dengan segala cara yang ia miliki.

Sementara itu, Clara terus menjalani sesi terapi dengan Dokter Clarissa. Meskipun masih memiliki keraguan dan ketakutan, ia berusaha membuka diri dan mempercayai proses penyembuhannya. Ia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi ia ingin mencari jalan untuk mengatasi rasa sakit dan kebingungan yang sedang dihadapinya.

Clara duduk dalam sesi terapi dengan Dokter Clarissa. Ia berbagi cerita bahwa ia tidak percaya bahwa ibunya benar-benar meninggal karena ia tidak bisa melihat arwahnya. Clara juga mengeluhkan bahwa ia selalu melihat sosok gadis kecil dalam pikirannya, yang membuatnya merasa bingung dan takut. Dokter Clarissa dengan penuh perhatian mendengarkan dan mencoba memberikan pemahaman.

Dokter Clarissa: "Clara, saya mengerti bahwa kehilangan ibumu dan keyakinanmu saat ini sangat mempengaruhi keadaan emosionalmu. Tetapi, perlu kau ingat bahwa melihat arwah atau sosok-sosok dalam pikiranmu adalah hasil dari imajinasi dan jaminasi. Tubuhmu menciptakan cara untuk mengatasi perasaanmu yang rumit."

Clara: (sambil menangis) "Tapi, dokter, mengapa aku terus melihat gadis kecil itu? Apakah ada yang salah denganku?"

Dokter Clarissa: "Clara, hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kecemasan dan tekanan yang kau alami. Tetapi, penting bagi kita untuk bekerja sama dan mencari cara untuk membantumu melewati perasaan ini. Saya di sini untuk mendukungmu."

Hug Me Kulkas Seribu Pintu - The Cold that Warms MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang