Tatapan Pertemuan

15 2 0
                                    

Pagi yang menyebalkan. Hujan turun  dengan derasnya menghantam bumi yang tak begitu kering. Matahari tak di beri sedikitpun ruang dan waktu untuk menampakan sinarnya. Sungguh menyebalkan hari ini, disaat ada janji yang harus ku tepati saat ini juga. Tepat di hari Minggu, aku sudah berjanji kepada nur untuk menjemputnya dan bertemu dengannya. Niat hati ingin melancarkan pertemuan pertama dengan mengajaknya ke rumahku. Tapi apalah dayaku, hujan menghalangi semua niat kita. Alhasil aku hanya bisa menyapanya lewat video call . saling menyimpan rindu untuk bertemu dan hanya bisa berharap hujan hari ini cepat reda.

"Aduh mas gimana ini hujan belum juga reda?"

"Yah mau gimana lagi? , Sabar aja dulu ya kita tunggu sampai jam 12" dengan sedikit kecewa aku mencoba menyabarkan hatinya.

Menggemaskan memang, membaca pesan kerinduan kita berdua. nur juga sudah tidak sabar untuk bertemu dan main ke rumahku. Aku sampai berfikir bahwa alam tidak merestui kita untuk bertemu. Bagaimana aku tidak berpikir seperti itu? Waktu sudah beranjak siang, tepatnya sudah menunjukan pukul setengah sebelas siang, namun hujan belum juga reda. Memang sempat mereda, namun tinggal rintik-rintik yang mengguyur pelan suasana rindu kami.

"Di situ udah reda mas?"

"Udah lumayan reda ini , gimana mau di trabas aja apa?

"Di sini masih gede hujannya mas, sabar lagi aja dulu lah mas ,entar kalo masih kaya gini terus ya trabas aja"

Sungguh bikin geram saja cuaca hari ini. Datangnya tanpa kasih aba-aba membuat rindu kami tak terlampiaskan.
***

"Mas udah jam 12 lewat ini masa nggak jadi?"

"Iya mau gimana lagi? Hujannya ngga berhenti-berhenti"

"Di sini udah agak reda mas, di situ gimana?"

"Di sini juga udah lumayan sih, mau di trabas aja apa?"

"Mas nggak papa nih? Ntar mas sakit lagi"

"Udah nggak papa, yang penting kita ketemu"

"Ya udah , hati-hati ya mas di jalan, aku mau siap-siap dulu" .

Demi pertemuan aku rela menerabas gerimis yang tak kunjung reda. Karena yang ada di pikiran kita hanyalah pertemuan, apapun halangan nya akan aku trabas demi bertemu dengannya. Tepat pukul 13:00 aku telah siap dan bergegas menjemput sang pujaan hati. Tanpa pikir panjang, yang terucap hanya do'a , semoga selamat di tempat tujuan.
Di tengah perjalanan aku berhenti sejenak dan meneduh di emperan toko di tempat yang nggak jauh dari rumah nur. Aku mengabarinya lewat pesan WhatsApp bahwa aku sudah dekat di tempatnya. Namun aku masih belum tahu dimana rumah nur. Karena yang ku tahu hanya di dekat cucian ada gang ke timur dan masuk agak jauh. Aku meminta keterangan yang jelas dengan mengirim foto tempatku meneduh.

"Aku udah Deket nih, rumahmu dimana? Tanyaku meminta penjelasan dari ya

"Oh udah di depan cucian ya? Masuk aja ke timur mas, nanti ada aspal kecil lurus aja , pas ketemu tanjakan ke selatan berhenti di situ, nanti aku tunggu di situ" nur menjelaskan posisinya, dan memintaku berhenti di tanjakan. Dan alangkah bahagianya aku ketika aku pertama melihat nur secara langsung tanpa melalui video call yang selama ini kita lakukan setiap datang kerinduan. Dengan wajah ceria tanpa make up, hanya senyum malu-malu yang menghiasi wajahnya. Sungguh bidadari yang ku impikan itu nyata. Tidak perlu terbang ke langit untuk melihat bidadari dengan sejuta keindahannya.Tanpa berlama-lama dia langsung naik ke motor dan kami segera pergi meninggalkan tempat yang akan menjadi sejarah dalam kehidupan asmara kita. Bak raja dan ratu, tanpa kereta kencana menemani dan melindungi kami dari hujan kami mengobrol sepanjang jalan. Nur sangat senang, walaupun harus menerabas dingin dan gerimis. Yang terpenting  kita bisa bertemu hari itu juga.

"Akhirnya ya mas, kita bisa ketemu" sambil tersenyum nur mengungkapkan kegembiraannya waktu itu.
Rasa senang gembira terpancar dari kata-katanya .  sepeda motor butut  dan gerimis menjadi saksi bisu pertemuan pertama kami waktu itu. Aku sudah tidak sabar untuk memperkenalkan nur kepada keluargaku di rumah. Ingin ku perkenalkan pacar medsosku yang aku cintai selama ini kepada ibuku. Terbayar sudah rasanya setelah dua bulan lebih kami memendam rindu yang begitu berat, Saling menatap hanya di video call, dan berbicara melalui panggilan telepon. Kini aku bisa melihat senyumnya, tatapan matanya dan tubuhnya yang sedikit kurus dengan baju sederhana yang melekat di tubuhnya. Cinta kita memang penuh kesederhanaan, tidak melihat siapa dia, darimana asalnya, dan dari keluarga seperti apa dia berasal. Yang terpenting hanyalah keyakinan yang kuat, untuk mengkokohkan kepercayaan satu sama lain. Tidak dari sisi usia, karena nur masih tergolong muda untukku . Usianya baru menginjak 19 tahun sedangkan aku sudah 24 tahun. Namun aku percaya , bahwa nur bisa berpikir dewasa dan keadaan Kami yang akan mendewasakan cinta kita.
***

"Di rumah ada siapa aja mas?" Nur menanyakan keadaan di rumahku sembari menaikan kaca helm dan berbicara agak dekat di telingaku.

"Cuma ada ibu, dan keponakan kayaknya tadi!" Aku menjawab dengan agak keras, karena di jalan lumayan berisik, sehingga mengganggu pembicaraan kita.

"Aku jadi deg-degan mas" ucap nur yang katanya sedikit grogi untuk ketemu ibuku.

"Ngga papa, keluargaku baik-baik kok orangnya, lucu-lucu lagi"

"Ya mas, yang penting kita udah bisa bareng" dengan senyum manisnya dia memberitahukan perasaannya saat ini

"Iya kamu udah makan belum nur?"

"Udah mas, tadi di rumah"

"Yang bener? Kalo belum entar kita mampir makan dulu ini?"

"Bener mas, tenang aja aku udah makan kok" imbuhnya menjelaskan bahwa dirinya sudah makan siang di rumahnya.

Aku sangat senang bisa mengenal wanita sepertinya. Meskipun belum lama kita kenal dan baru ketemu, tapi dia mau di ajak kerumah untuk berkenalan dengan keluargaku. Dia wanita yang sangat sederhana, mandiri, dan pekerja keras. Alangkah senangnya aku jika aku bisa mempertahankan hubungan ini sampai ke jenjang yang lebih serius atau ke pelaminan.
            Sekian lama mengobrol di perjalanan, tak terasa sudah hampir sampai di rumahku, akupun deg-degan ternyata saat sudah sampai di rumahku, karena ternyata di rumah lagi ada banyak orang kumpul. Yah, biasa ibu-ibu di komplek memang sering kumpul dan mengobrol di rumahku. Aku perlahan memasuki halaman rumahku dan menurunkan nur di depan rumah. Dengan wajah yang malu-malu dia menyalami semua orang yang sedang duduk santai di rumahku. Aku bergegas masuk dan masuk ke kamar untuk membuka jaketku yang sedikit basah karena menerabas hujan.
"Ayo masuk nur, jangan malu-malu" aku menyuruh nur untuk masuk. Tampak dia masih malu-malu untuk masuk dan menungguku menyuruhnya masuk. Aku menyuruhnya duduk di bangku ruang tamu dan akau masuk dengan ibuku ke dapur untuk mempersiapkan minuman hangat untuknya. Eh, ternyata pamanku tahu aku membawa nur ke rumah dan menanyakan sesuatu kepada nur yang sedang duduk di ruang tamu.

"Temenya Rizki apa?" Tanya pamanku kepada nur , sekedar ingin tahu siapa wanita yang ku bawa ke rumah.

"Nggih pak" dengan bahasa yang halus dia menjawab sembari bersalaman dengan paman MIDI.

"Anak mana mba?"

"Karang rau pak" dengan wajah memerah dia mencoba bercakap dengan pamanku dan menjawab beberapa pertanyaan darinya.

"Oh, aku pamannya Rizki" imbuh pamanku.

"Oh nggih pak" tampak dengan wajah memerah masih malu-malu dia mencoba untuk berkomunikasi dengan beberapa keluargaku. Dengan tangan gemetar aku keluar dari dapur dengan membawakan teh manis hangat untuk menghilangkan dingin yang melekat pada tubuhnya. Karena tadi kita habis gerimisan di jalan , jadi aku membuatkan teh hangat untuk sedikit menghangatkan badan dan mencairkan suasana. Kami pun melanjutkan obrolan yang belum sempat kami bicarakan selama ini. Di waktu sore hari tepat pukul 4 sore kami masih duduk dan asik berbincang. Dengan di temani teh hangat dan seharusnya senja muncul untuk menambah lengkap suasana sore kami. Namun karena mendung, sinar senja tak sedikitpun terlihat di sana.
Dengan wajahku yang masih malu-malu dengan pembicaraan kita yang masih umum, aku mencoba memegang tangan kiri nya. Dan dia juga membalasnya dengan meletakan tangan kanannya di atas tanganku. Dia sangat bersyukur sekali bisa bertemu dan berduaan denganku. Sungguh hal yang indah sore itu, meski tak ada senja, namun terlihat sangat indah hariku , karena aku bisa berdua dengan wanita yang sangat ku tunggu-tunggu kehadirannya di depan mataku.

PATAH HATI YANG KU BUAT SENDIRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang