Takemichi dan Hina sudah duduk di dalam kereta dengan si wanita bersandar pada bahu pasangannya, tangan mereka berpegangan di paha Takemichi. Tidak ada dalam kereta yang memperdulikan keadaan mereka, yah, kereta sudah sepi, hari sudah semakin larut.
"Kenapa kau melakukan itu?" Takemichi bertanya.
Hina menutup matanya, pegangannya mengerat, "aku budak sepertimu, aku memiliki tuan–tapi tak sebaik milikmu. Hina hanya ingin bebas" Yang terdengar selanjutnya adalah isakkan. Sebuah lengan dirasa melingkar di bahunya, Hina pun semakin merapat ke Takemichi.
Tiba-tiba dering telepon terdengar, bukan milik Takemichi–karena milik pria itu tertinggal di Mansion. Hina, pemiliknya mengambil HP-nya dari saku dan melihat siapa, Hinata bergumam yang tidak Takemichi dengar sebelum mengangkat telepon tersebut.
"Moshi-Mo–"
Duarr!!
.
.
.
--
.
.
.[M/n] dan Kenjiro berjalan menjauhi Mansion dengan punggung masing-masing menggendong anak mereka. Manjiro masih pingsan, sebaliknya Kenjiro tertidur karena kelelahan. Wajar saja, hampir tengah malam.
"Kau yakin kita tinggalkan mansion begitu saja?" Tanya Kenjiro masih sesekali memutar kepala kebelakang dimana sinoper masih terlihat.
"Tidak papa, bangunan itu dirancang jauh dari jangkauan hutan, tak akan menyebar. Lagi pula masih ada para maid dan Butler di sana sembari menunggu mobil pemadam" Jelas [m/n], 'Karena aneh, sistem pemadaman mansion itu juga mati' batin [m/n] curiga. Kenjiro pun mau tak mau percaya.
[M/n]–dari semua hal–tak pernah mengotak atik sistem itu, lagi pula seingatnya sistem pemadaman itu hanya bisa dimatikan lewat jaringan yang pasword-nya bahkan tidak [m/n] ketahui.
[M/n] berhenti memikirkannya saat sebuah mobil berhenti dihadapan mereka, saat pengendaranya turun, ternyata itu adalah Shinichiro dan Izana. Mereka menghampiri dengan wajah khawatir yang ketara.
"Kalian tak apa? Setelah mendengar kabar terdengar ledakan dari mansion kami langsung kesini!" –Shin
"Ya, kami tak apa Shin" Jawab [m/n] mendapat helaan lega dari pemuda bersangkutan.
"Itu tentu saja karena kami berdua tak ada di sana saat ledakan" Pernyataan Kenjiro mendapat tatapan bingung dari Shin, "eh? Kenapa tepat sekali kita semua tidak di rumah?"
"Jangan-jangan pelakunya orang dalam lagi!" Tebak Izana. Sebelum mendapat jitakan karena menurut Shin tebakannya ngawur. [m/n] berhasil menyela.
"Itu tak salah," Mereka melebarkan mata kearah pamannya, "tapi kita bicarakan nanti... Antar kami semua ke rumah kalian"
---
"Haahh.."
Helaan nafas keluar dari seorang lelaki bersurai brunette yang terduduk di depan layar, kacamata birunya diangkat naik walau tak turun, mata emasnya masih menatap layar dimana angka-angka rumit tercantum.
Bisa ditebak dari ciri-ciri di atas, lelaki itu adalah Hanazaki Kiyo. Dengan wajah nampak lelah dan frustasi. Iris emas melirik kebelakang dimana seorang pria lain tengah berdiri, seolah memeriksa hasil kerjanya, yang memang begitulah ada keadaannya sekarang.
"Tachibana Hinata, gagal melakukan tugasnya, dan aku telah mengaktifkan bomnya. Aku pun juga.. Gagal"
"Sekarang–kembalikan Tsukki-san dan Osamu!" (Ku ingatkan itu Oc-ku bukan Chara HQ!) Kiyo berdiri dari kursi, wajahnya memerah–bukan malu, tapi marah. Ia frustasi. "Dan mereka"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY SON【Tokyo Revengers】
FanfictionSon!Sano Manjiro/Mikey x Father!Male!Readers •••• Berpusat tentang dirimu dan masalah kotamu, Sakura. [M/n] adalah bukit, bukit licin yang sulit untuk di panjat. Tetapi ia memiliki celah mutlak, dan celahnya berusaha menghilangkan celah itu sendir...