"Horaa!! Manjiro-kun apa kau mau jatuh?!" Seruan orang dewasa itu tidak ia indahkan, Manjiro dengan keberanian melebihi batas naik ke atas atap rumah mewahnya, mengundang panik semua orang. Manjiro malahan terkekeh melihat semua orang kalang kabut gara-gara ulahnya.
"Aku adalah orang no. 1 disini!!" Seru sang anak berusia 5 tahun tersebut.
"Manjiro-kun! Tolong turun! Tuan besar akan memarahimu loh!" Teriakkan itu sedikit menyentaknya, tapi seolah masuk ke telinga kanan keluar dari kiri ia dengan cepat tidak peduli.
Tidak peduli sampai suara baritone yang sungguh dikenali masuk ke telinga namun kali ini tidak keluar dari sisi lain. "Oh, tidak takut lagi padaku Manjiro?"
Tubuh bocah 5 tahun itu langsung bergetar saat mendengar suaranya, semua keberaniannya sirna. Kepala ia tundukkan ke bawah. Melihat pria dengan pakaian setel hitam dari topi, sampai sepatu, dengan surai hitam berujung emas. Manik hitam Manjiro menatap kembali manik biru menyala yang menatap penuh intimidasi.
"Turun." Perkataannya adalah mutlak, karena itulah Manjiro segera kembali menuju jendela yang sebelumnya ia pakai untuk keluar, melihat beberapa pelayan di sana menunggu dihampiri.
Baru saja ia akan meraih tangan salah satu pelayan, pijakannya retak, membuat ia terpeleset jatuh.
"TUAN MUDA!" Teriak panik semua orang.
Manjiro reflek menutup mata saat pijakannya hilang, merasakan tubuh menggelinding dari genteng kemudian melayang di udara. Tapi yang ia dapat bukan rasa sakit setelahnya, melainkan dekapan hangat seseorang. Saat membuka mata, yang ia dapati adalah manik biru yang menatap terkejut-panik-lega serta perasaan campur aduk lainnya.
Ah—itu ayahnya, pria itu menangkapnya dari lantai dua. Semua orang lega.
"A-ayah? Ayah--" Suaranya bergetar.
Pria itu seketika mendekapnya erat, "ssshh.. Tidak papa, aku berhasil menangkapmu" Ujaran lembut itu dibalas dengan tarikan pada jas hitam bersama isakkan yang mengiringi.
Pria itu tersenyum hangat, mengecup surai pirang sang putra, "anak nakal" Bisiknya pada Manjiro. Sano Manjiro.
"Huaaa...!!! Maafff!!" Teriak Manjiro seketika semua orang di sana tertawa terbahak melihat tuan muda mereka yang terus menangis di pelukkan tuan besar—ayahnya.
Sano [m/n].
---
Beberapa jam setelah kejadian tersebut, tepatnya setelah [m/n] membaringkan Manjiro yang tertidur dipelukannya sehabis menangis di kamarnya. Pria itu duduk di sampingnya, memperhatikan wajah sang putra satu-satunya dengan mata sebam habis menangis. Lucu.
"[M/n]-sama," Panggil salah satu pelayan sembari mengetuk pintu. [M/n] menyuruhnya masuk, lalu masuklah seorang pria dengan surai legam acak-acakan berbaju khas pelayan pria.
"Oh, Doshitano, Takemichi?" Tanya sang atasan dengan maksud kedatangannya. Takemichi terlihat gugup, tapi ia tetap memberanikan diri untuk mengajak tuan besarnya berbicara di luar —takut membangunkan Manjiro— [m/n] pun mengikutinya karena Takemichi menggunakan kata 'ini tentang Manjiro'.
Mereka pun sampai di ruangan santai, [m/n] duduk disebuah kursi dengan meja bundar kecil dan gelas teh ditangan, di hadapannya terdapat Takemichi yang berdiri. "Begini.. Tuan, tuan muda sebelum naik ke atas atap sebenarnya mencari anda" [M/n] mengangguk—sudah tau dari para pelayan begitu sampai rumah. "tapi ketiadaan anda membuatnya kecewa. Anda terlalu sering berada di luar, tapi jarang ada di rumah, mungkin Manjiro-kun kesepian karena itu--"
"Keberaniannya melebihi batas hanya untuk menarik perhatianku?" Potong sang tuan, teh di cangkir ia minum. "Heh, mungkin kau benar Takemichi" Kekehnya, "apa aku sudah menjadi ayah yang buruk?"
Dengan cepat Takemichi menggeleng karena semua itu tidak benar, "a-anda sudah menjadi ayah yang baik! Maksud saya bukan menjelekkan anda--begini.. Para pelayan diam-diam berdiskusi--maaf karena tidak memberitahu Anda soal ini sebelumnya--kami semua yang di rumah ini ingin tuan muda Manjiro untuk dibawa keluar rumah sesekali"
Takemichi menutup erat matanya, antisipasi dengan apa yang akan tuan besarnya lakukan. Tapi tak kunjung ia mendapat respon, Akhirnya ia kembali membuka mata dan malah menemukan kursi kosong yang tuannya duduki sebelumnya.
A. K. A [m/n] kabur.
---
"Manjiro!!"
[M/n] menghela nafas saat tak kunjung melihat sosok yang dicari. Bocah kecil itu selalu pandai bersembunyi dari hadapannya juga para pelayan. Bersyukur bocah itu tidak berpikir menyelinap keluar. Ia sudah menelusuri hampir seluruh mansion, namun hasilnya nihil.
"Manjiro!! Keluarlah!! Ada yang ayah ingin bicarakan denganmu!!"
Masih nihil, [M/n] rasanya ingin menyerah--
Gubrak-- Pyarr--
Tapi sepertinya keinginan harus urung dulu.
Ia langsung menuju tempat dimana suara itu berasal, sudah ia duga pelakunya dan pasti tepat tebakannya.
"Huhh.... Mau berapa barang yang ingin kau hancurkan Manjiro?"
Manjiro tertawa kikuk sambil menautkan jarinya satu sama lain, ia baru saja menjatuhkan sebuah gucci--yang pasti harganya jangan tanya lagi--sampai pecah. Untung saja bocah itu tidak terluka saat [M/n] periksa.
"Nah, 1 jam aku mencarimu bocah kecil. Aku ingin bicara padamu bukan bermain!" Tegur ayahnya. Pasalnya sebelum adegan sang ayah mencari ia kemana-mana..
"Manjiro... Aku ingin bicara--
"Kalo ayah bisa menangkap ku, aku akan mendengarkan ayah!" Ia langsung berlari menjauhi pria yang sweetdrop menantapnya.
Mau bagaimana lagi? Ayahnya itu selalu sibuk dengan pekerjaan yang bahkan tidak ia mengerti. Walau dirawat dengan baik dengan kasih sayang full. Perhatian pria itu masih kurang menurut Manjiro. Ia ingin diperhatikan!
"Maafkan aku ya" Ujar [M/n] sambil mengelus helai pirang anaknya, "sebenarnya aku mau bicara yang ku maksud itu mengobrol. Bagaimana harimu? Baik? Latihannya bagaimana? Kalo gurunya tidak membuatmu nyaman akan ayah ganti!"
Manjiro terdiam sesaat sebelum tersenyum lebar, "baik! Sangat baik! Apalagi ayah bertanya! Ayah tau, guru itu menyebalkan tapi sering memujiku jadi jangan ganti ya, yah!" Mendengar jawaban serta senyuman sang putra [M/n] akhirnya menarik senyum, "baiklah..."
[ Natsu_Aoki ]
KAMU SEDANG MEMBACA
MY SON【Tokyo Revengers】
FanfictionSon!Sano Manjiro/Mikey x Father!Male!Readers •••• Berpusat tentang dirimu dan masalah kotamu, Sakura. [M/n] adalah bukit, bukit licin yang sulit untuk di panjat. Tetapi ia memiliki celah mutlak, dan celahnya berusaha menghilangkan celah itu sendir...