Rashad menatap datar kedatangan sang istri. Secantik dan semolek apapun membuatnya tidak lagi tertarik. Cinta di hati untuk Shanaz semakin mengikis, semenjak wanita itu kembali berkutat dengan karirnya sebagai foto model.
Kesibukan Shanaz di luar rumah sampai melupakan kewajibannya sebagai istri. Bahkan Rashad tidak ingat kapan terakhir mereka tidur bersama. Setiap meminta haknya dipenuhi, selalu ditolak dengan alasan capek, sungguh harga dirinya tergores sebagai lelaki atas penolakan tersebut.
Shanaz menyunggingkan senyum, langsung tangannya melingkar di lengan kokoh sang suami, sikapnya begitu manis, seakan hubungan mereka baik-baik saja.
"Apa kabar, Papah mertua, juga Mamah mertua?" sapa Shanaz, tanpa menghiraukan ada satu lagi yang bernapas di ruangan itu, Jhonatan. Namun, baginya menyapa pria itu tidak penting.
Jhonatan pun enggan menyapa, acuh tak acuh, sibuk menikmati gulungan nikotin.
"Kami baik-baik saja, Shanaz. Bukan begitu, Pap?" Tuan Franky mengangguk sambil tersenyum, mengiyakan ucapan istrinya.
Rashad tahu, Shanaz sedang memainkan sandiwara, berperan manis di hadapan keluarganya, karena tidak ingin menimbulkan masalah. Dia takut belangnya terkorek. Bisa-bisa dia dicoret dari pewaris Atmajaya jika papihnya tahu sang putri kembali berulah.
Rashad tidak menolak istrinya menggayut manja, karena dia pun harus mengikuti skenario yang diciptakan Shanaz saat ini. Pria itu bernasib sama, jika sang papah tahu rumah tangganya sedang bermasalah, kerjasama dua perusahaan raksasa bisa hancur. Dan dia harus siap-siap di depak dari keluarga Reagan jika sampai menceraikan putri dari Atmajaya.
Bukan masalah Rashad takut miskin. Hanya saja ia tidak tela aset kekayaan keluarga Reagan jatuh ke tangan manusia parasit. Miris memang, dia yang mati-matian berjuang, mereka yang menikmati hasilnya.
Rashad sendiri sudah memiliki kekayaan yang tidak sedikit, hasil keringat sendiri, kerja keras tidak kenal waktu, sedangkan papahnya belum mengetahui keberhasilannya mengumpulkan pundi-pundi rupiah di luar sana.
Saat ini Rashad masih bertahan mengikuti aturan sang papah, sampai rencananya terwujud, yakni memiliki keturunan sebagai pewaris Reagan dari istri keduanya, Zara Karerina.
"Kalian duduklah! Ada yang ingin papah bicarakan." Tuan Franky menatap intens putra dan menantunya yang masih berdiri, seperti sepasang manikin.
Shanaz baru melepaskan lilitannya di lengan Rashad, lalu keduanya duduk bersebelahan, tanpa bertegur sapa, seolah saling mempertahankan ego, siapa yang lebih dulu bertanya. Dan pada akhirnya sama-sama tidak mau ada yang mengalah.
Melihat putra dan menantunya sudah duduk teratur, Franky menjentikan abu cerutu lalu menghisapnya dalam-dalam sebelum dibuang ke asbak. Pria itu menyandarkan punggung di sandaran kursi. Wajahnya datar tanpa ekspresi.
"Rashad, papah ingin membahas tender yang di Surabaya." Tuan Franky langsung pada pokok tujuan, mengingat dirinya kurang suka basa-basi.
Melihat Rashad tidak merespon, Tuan Franky kembali melanjutkan ucapannya, "Tender yang di Surabaya biar Jhonatan yang mengurusnya."
Rashad tidak terkejut mendengar itu, karena sebelumnya sudah menduga. Pria jangkung itu melirik Jhonatan dengan ujung netra, yang dilirik menyeringai penuh makna.
Dasar parasit bermuka dua! Umpat hati Rashad, ingin sekali meludahi wajah sinis bermata cekung itu.
Detik kemudian terdengar kekehan sumbang dari mulut Rashad, semua orang menoleh ke arahnya dengan dahi berkerut.
"Apa Papah tidak takut tender itu kalah dan perusahaan cabang rugi?" ucap Rashad dengan nada sindiran, sukses membuat wajah Jhonatan dan ibunya merah padam.