Shanaz tidak mendapati Rashad di kediaman mereka. Namun, itu hal biasa baginya.
Palingan pulang ke apartemen kalau pikirannya sedang mumet, pikir Shanaz.
Wanita berdagu lancip itu hanya singgah sesaat untuk membersihkan diri dan mengganti baju, usai itu semua, kembali dia keluar rumah dengan penampilan lebih segar.
Bangunan megah itu tak ubahnya gedung kosong, hening dalam kebisuan, hanya pengurus tertentu saja yang berada di sana.
Shanaz melajukan kendaraan mercedez mewah merahnya menuju apartemen seseorang. Setibanya di sana, seolah sudah terbiasa, memasuki salah satu kamar menggunakan kunci kode yang sudah hapal di luar kepala.
"Rico!" panggil Shanaz, tidak mendapati yang dicarinya di ruangan mana pun. Di kamar tidur, dapur, di balkon luar, sepi.
"Ke mana dia?" gumamnya.
Lamat-lamat telinganya menangkap gemericik air. Bibir merah sensual itu menyunggingkan senyum. Shanaz mendekati kamar mandi, memasukinya pelan, tanpa menimbulkan suara.
Di sana sosok tubuh tinggi tegap tengah mengguyur diri di bawah derasnya air shower, tanpa menyadari kehadiran Shanaz di belakangnya karena posisi memunggungi.
Shanaz melangkah gemulai mendekati Rico, sang kekasih yang sedang memainkan rambutnya. Pria berambut cepak itu terhenyak mendapati sentuhan lembut dari arah belakang disertai kecupan hangat di punggung.
"Hai, Sayang! Kau bikin aku kaget," ucap Rico sambil membalikan tubuh. Kini mereka saling berhadapan tanpa jarak, di bawah aliran air. Saling mendekap.
"Salah siapa kamar mandinya tidak dikunci." Shanaz menyentuh dada bidang sang pria dengan sentuhan erotis.
Mereka sudah terbiasa melakukan adegan terlarang, tanpa takut sebab dan akibat yang bakal timbul kelak dikemudian hari.
Perselingkuhan yang sudah berjalan sekian bulan, semenjak karir Shanaz kembali berkibar di dunia modeling. Hal itu pula yang menyebabkan wanita bertubuh seksi tersebut enggan melayani Rashad, baik di atas tempat tidur maupun bersikap layaknya istri.
Dasarnya wanita itu memang terpaksa mencintai Rashad ketika dijodohkan, bukan tulus dari hati, karena kondisinya yang saat itu sedang menanggung aib.
Baginya yang penting ada pria yang mau bertanggung jawab, terlebih Rashad mencintainya, meskipun awalnya sang pria tidak menyadari sedang dikambinghitamkan, toh pada akhirnya lelaki itu tidak bisa lepas karena peran bisnis orang tua.
***
Zara menoleh kanan-kiri, tidak ditemuinya sang suami di ruangan tidur. Dia baru keluar dari kamar mandi setelah Rashad terlebih dahulu meninggalkannya lebih lama lagi merendam di bathub, usai percintaan mereka.
Zara sedikit lega pria itu tidak terlihat.
Andai saja kembali bertemu diperaduan ini, ditakutkan Rashad kembali menariknya ke tempat tidur. Gelora lelaki itu seakan tiada habisnya membuat Zara lelah. Namun, tidak urung ada kebanggaan tersendiri mampu mengimbangi gairah sang suami.
Lepas mengenakan baju, Zara menuruni tangga. Sebelumnya ia mendapat pesan ucapan ulang tahun dari Bunda Hanifah.
Dia baru ingat hari ini stok usianya berkurang satu. Zara tersenyum haru, meskipun bukan ibu kandung, tapi selalu ingat hari kelahirannya. Ingin pulang ke panti asuhan untuk merayakan kecil-kecilan. Namun, sejauh ini belum mendapat izin.
Zara senang membuat kue sederhana atau bikin tumpeng biasa sekadar menyenangkan anak-anak di panti asuhan dengan ulang tahunnya, atau hari jadi siapa saja. Kali ini sungguh sepi.