seventeen

147 20 9
                                    

warning!: part panjang, bear with it :)

anyway, enjoy~ 🙂























"jina, aku minta tolongㅡ"

"ah! sebentar, aku diminta direktur buatkan kopi," selaku lalu tersenyum sedikit merasa bersalah. "bentar ya, nggak lama kok."

rekan kerjaku memandangku heran. "bukannya kamu sudah nggak kerja jadi sekretarisnya, ya? kenapa dia suruh-suruh kamu lagi? wah, dasar direktur nggak beres."

aku menipiskan bibirku, menahan tawaku yang sudah diujung bibir. aku lalu terkekeh pelan dan menggeleng. "bukan, bukan gitu. itu... nanti aku jelaskan, deh. kamu susun bagianmu dulu, nanti aku bantu setelah ini."

aku berjalan cepat menuju dapur sambil menggerutu. "cih, katanya bukan sekretaris? kenapa harus aku buatkan kopi sih?!" kesalku mengambil bungkus kopi dan menyeduhkannya ke dalam cangkir.

pintu dapur terbuka sedikit, membuat perhatianku teralihkan.

"halo."

itu direktur huang, dengan hanya kepalanya yang menyembul dan senyum hangat yang akhir-akhir sering aku perhatikan.

aku melotot. "ngapain disini?" tanyaku kaget, lalu mematikan mesin pembuat kopi setelah sadar kopinya sudah selesai kubuat. "ini sudah selesai. tunggu saja diㅡ"

"di ruang kerja bosan. nggak ada kamu," gerutunya sambil berjalan mendekat padaku lalu merunduk dan melingkarkan kedua tangannya di sekitar pinggangku.

aku menahan nafasku panik. "direktur huang, ini kantor. gimana kalau ada yangㅡ"

"saya nggak peduli," selanya untuk kesekian kalinya. ia lalu menunduk menatapku. "kamu nggak mau jadi sekretaris saya lagi?"

aku menggeleng, lalu tersenyum tipis. "kerjaan saya sudah banyak, direktur huang. lagipula, saya tidak bisa menjamin anda akan bekerja dengan profesional jika saya masih menduduki posisi sebagai sekretaris anda," ujarku dengan nada jahil.

pria itu melotot tidak terima. "saya profesional!"

aku tertawa sambil mengangguk mengiyakan. "iya, iya. terserah," ucapku lalu melepas pelukan itu dan menyodorkan cangkir berisi kopi yang dimintanya tadi. "ini. jangan sampai dingin, nanti nggak enak."

sambil menerima cangkir yang kuberikan, direktur huang menatapku dengan raut wajah sedih. "saya serius, kamu nggak mau jadi sekretaris saya lagi? jika kamu mau, saya masih bisa menggantimu dengan sekretaris yang baru."

aku menahan senyumku. susah payah aku menahan diri untuk tidak mencubit kedua pipi pria itu. dia benar-benar menggemaskan, apalagi jika sudah merajuk begini.

aku menggeleng. "sebaiknya anda melanjutkan kerjaan anda, direktur huang. saya juga harus membantu rekan saya."

pria itu mendecak, lalu menyesap kopinya sedikit. "nanti pulang tunggu saya. jangan menghilang," ucapnya pada akhirnya, lalu membuka pintu dapur. "ingat, jangan merayu pria lain," finalnya lalu keluar dan menutup pintu itu.

aku melongo. "haaahh? merayu pria lain?" gumamku merasa heran sendiri, kedua alisku bertaut.

masalahnya, sejak kapan aku bisa dekat dengan para pria disini? seluruh waktuku selama 4 tahun dihabiskan tidak jauh-jauh dari direktur huang, mana bisa aku mencari waktu luang untuk dekat dengan pria lain? ada-ada saja.

aku balik ke meja kerjaku, lalu menghela pelan.

"jina, sudah selesai urusanmu? sekarang aku minta bantuan masalah keuangan bulan lalu ya. aku bingung dengan tabelnya."

Moving On | huang renjun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang