Selama di perjalanan pulang, baik Takashi maupun [Name] sama-sama diam menutup mulut masing-masing. Takashi tidak marah, ia hanya takut jika laki-laki tadi merebut [Name] darinya.
"Taka-chan maaf," [Name] berucap lirih seraya menundukkan kepala. "Aku tidak tahu jika reuni ini ada maksud lain."
Takashi sibuk membenarkan kancing piyama nya, ia baru saja selesai mandi. Laki-laki itu hanya berdeham pelan menanggapi ucapan [Name] barusan.
[Name] yang saat ini duduk di pinggiran ranjang menatap punggung Takashi. "Kau tidak marah denganku 'kan? Jadi jangan mendiami ku terus."
Takashi tertawa kecil. "Mana mungkin aku marah dengan istri sendiri."
Sama halnya Takashi, [Name] ikut tertawa. Merasa lega setelah mendengar penuturan sang suami. Kemudian ia menyusul Takashi yang sudah lebih dulu berbaring di atas ranjang. "Benarkah?"
Takashi mengangguk, merengkuh tubuh [Name], mendekapnya erat, memberitahu kepada siapapun jika wanita itu miliknya. "Kau tetap milikku 'kan?"
[Name] tersenyum simpul di dalam dekapan hangat Takashi. "Ya, sampai kapanpun itu aku tetap milikmu. Bahkan jika reinkarnasi benar adanya, aku akan tetap menjadi milikmu."
Takashi menatap lekat wajah [Name] yang berada di depannya. Rasa takut jika wanita itu mengajaknya cerai dan lebih memilih menerima lamaran laki-laki tadi sedikit menghilang. "Kau belajar bicara seperti itu dari siapa, [Name]?"
Sadar dirinya baru saja berkata hal yang sedikit memalukan, [Name] langsung mengganti arah pandangannya menjadi menatap langit-langit kamar. "Memangnya aku bicara apa?!"
"Sampai kapanpun itu, kau tetap milikku, Mitsuya [Name]."
- end -