Hampir seminggu lebih Renjun berada di rumah sakit. Sehabis operasi, Jungwoo menyarankan agar Renjun tetap rawat inap untuk kesembuhan jahitan di perutnya. Jeno mengizinkan dan dia mengambil cuti selama dua minggu. Saat ini Renjun tengah membereskan seluruh pakaiannya karena dia sudah diperbolehkan untuk pulang.
Baby Jisung sedang bersama Jeno. Suaminya itu membawa Jisung keluar tepatnya ke taman rumah sakit.
"Oke, sudah siap semuanya," gumam Renjun sembari memerhatikan tas besar berisi pakaiannya selama di rumah sakit.
Sorot mata Renjun melihat Jeno tengah mengajak bercanda baby Jisung dari jendela kamar rawatnya. Bayi mungil itu sudah bisa tertawa bahkan saat di ajak bercanda dia akan tertawa terpingkal. Renjun membiarkan sejenak, dia tidak ingin menganggu moment manis ayah dan anak yang sedang bermain bersama di taman.
Renjun duduk di atas ranjang pasien sembari mengawasi interaksi Jeno bersama baby Jisung. Dia mengambil ponselnya kemudian merekam kedua orang tersayangnya itu. Terhitung ada sekitar 30 video kebersamaan sang suami dengan sang anak dan dia akan memindahkannya ke flashdisk laptop supaya bisa melihat video itu berulang-ulang. Video ini akan menjadi kenangan berharga yang tidak perlu Renjun tunjukkan kepada orang-orang.
Renjun menghentikan acara merekam karena Jeno beranjak berdiri. "Kau sudah selesai? Mengapa tidak memanggilku?" tanya Jeno setelah masuk ke dalam ruang rawat Renjun.
"Tidak apa-apa. Berikan baby Jisung, biar aku saja yang menggendongnya." Renjun mengambil alih Jisung dari gendongan Jeno.
"Let's go to house."
-Mr. Lee | Noren-
Sepulang dari rumah sakit ternyata Renjun sudah mendapat sambutan hangat dari kedua sepupu Jeno beserta para maid. Dekorasi sederhana namun klasik berhasil membuat Renjun ingin menangis. Mereka terlalu baik sampai harus repot-repot menyiapkan acara sambutan.
"Terima kasih banyak Ten hyung, Nana dan untuk kalian semua," seru Renjun sambil menatap haru kedua orang tersayangnya.
"Aku sedang memikirkan sesuatu, apa kalian tahu?" tanya Jaemin sembari memasang senyuman lebar di wajahnya. Renjun menggeleng begitu juga dengan Ten. Dia bukan peramal, jadi tidak tahu apa yang dipikirkan Jaemin. "Aku sekarang sedang memikirkan saat anak kita tumbuh dewasa nanti. Sungguh itu akan membuatku bahagia," ujar Jaemin setengah memekik.
"Ya, kau benar," timpal Ten menengahi.
"Mereka kalau sudah berkumpul pasti sulit dipisahkan," ucap Taeyong lesu, sementara kedua sepupunya tertawa renyah menanggapi omongan Taeyong. Memang benar apa yang Taeyong katakan. Ten, Renjun dan Jaemin jika sudah bertemu pasti tak luput dari acara mengobrol walaupun itu tidak menarik sekalipun.
-Mr. Lee | Noren-
Hari sudah kembali gelap. Udara sejuk di luar tidak membuat Jeno merasa kedinginan. Pria itu berenang di malam hari. Dia bahkan tidak menggubris larangan Renjun karena takut semisal Jeno sakit. Renjun hanya bisa memerhatikan Jeno berenang dari pinggir kolam.
Baby Jisung sedang bersama Kim Ji Soo, kepala pelayan baru yang menggantikan Qian Kun karena dia sudah lama mengundurkan diri untuk membangun rumah tangga bersama Liu Yangyang. Jisoo sendiri perempuan baik-baik yang pandai mengurus bayi, maka dari itu Renjun mempercayakan Jisung kepada Jisoo.
"Ayo berenang bersama," ajak Jeno sambil memuncratkan air ke wajah Renjun.
"JENO!"
Pria itu tertawa melihat ekspresi lucu Renjun. Menyenangkan bisa menjahili dia, tetapi jika Renjun sedang dalam suasana hati tak mengenakkan, Jeno bisa habis oleh omelan panjang Renjun. Seorang budak cinta akut akan takut jika kesayangannya marah. Sama halnya seperti Jeno, jika Renjun sudah meledak oleh amarah, Jeno hanya bisa berpasrah.
"Jeno, cepatlah naik. Aku ngeri melihatmu berenang di kolam sedingin es ini."
"Tidak masalah, kau khawatir ya?" Jeno bertutur menggoda sambil mencipratkan lagi air ke wajah Renjun.
"Jangan terlalu percaya diri. Aku hanya takut kau sakit kemudian aku tidak ada teman untuk bercekcok masalah sepele. Cepatlah, sebelum aku benar-benar mengeringkan semua air di kolam ini!"
"Coba lakukan?"
"Oh, kau menantangku? Oke akan kulakukan!" Renjun siap berdiri tetapi Jeno langsung naik ke permukaan sembari memeluk tubuh mungil Renjun dari belakang.
"Aku bercanda, baby."
Jeno mencium telinga Renjun. Pria manis itu meronta karena kulit telanjang Jeno bersentuhan dengan lengannya. "Lepaskan aku, ini sangat dingin!" pekik Renjun kesal. Jeno segera melepas pelukannya lalu menyengir.
Keduanya berjalan beriringan masuk ke dalam kamar. Renjun menyiapkan piyama untuk Jeno sementara suaminya itu tengah membilas tubuhnya menggunakan air hangat. Setelah semuanya selesai, Renjun duduk di kursi sambil menghidupkan layar televisi.
Tak lama kemudian dering ponsel Jeno berbunyi. Renjun meraih ponsel yang ada di atas nakas, tertera nomor tak di kenal yang menghubungi suaminya. Karena penasaran, Renjun mengangkat telepon tersebut.
"Halo, siapa ini?"
"Maaf mengganggu anda tuan Renjun, ini saya Karina. Apakah tuan Jeno ada? Perusahaan di Incheon kebakaran."
"Bagaimana itu bisa terjadi?"
Cklek
Jeno keluar dari kamar mandi. Ia mengernyit bingung mendengar teriakan Renjun. "Ada apa, baby?"
"Bicaralah sendiri, perusahaanmu yang berada di Incheon kebakaran," ucap Renjun menyerahkan ponsel pada si pemilik. Jeno ikut terkejut, menempelkan ponselnya ke telinga.
"Bagaimana bisa terjadi?"
"Saya tidak tahu pasti, tetapi salah seorang karyawan melihat sekretaris Nakamoto sebelum kebakaran itu."
Jeno mengertakkan rahangnya. "Aku akan segera kesana." Kemudian telepon Jeno tutup. Raut wajah Jeno terlihat kesal. Renjun menatap Jeno yang sepertinya tengah marah.
"Aku akan ke sana. Tetap di rumah," peringat Jeno kemudian memakai asal pakaian formalnya. Renjun membantu Jeno memakaikan dasi serta mengambilkan ikat pinggang. "Aku mohon jika terjadi sesuatu, jangan selesaikan dengan amarah. Bertindaklah dewasa agar tidak merugikan orang lain."
Jeno mengangguk cepat lantas mencium bibir Renjun. Dia berjalan keluar rumah dengan langkah terburu. "Siapkan mobil," ucapnya lewat earphone mini yang tersumbat di telinga kanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Lee | Noren
Fanfiction[Telah Dibukukan. Buku tersedia di Shopee Firaz Media] Hidup bahagia, tenang, dan bebas dari segala bentuk kekangan. Jelas semua itu adalah impian semua orang. Namun, tidak bagi seorang Renjun. Dijual oleh sang ayah demi mendapatkan sejumlah uang ya...