Pertemuan yang Ditunggu

699 18 0
                                    

Esok telah datang, hari ini bukanlah hari yang sangat kunantikan, hari ini seperti hari-hari pada umumnya, yang selalu membuat kepalaku menjadi berat untuk beranjak dari tempatku berbaring.

"Ah, aku harus bergegas".

Aku berangkat seperti biasa, mengendarai motor besar layaknya seorang murid, bus yang selalu nyaman untuk ditumpangi. Dan entah karena kebiasaanku atau mereka yang terlalu siang, aku berada di ruang kelas yang amat kosong.

"Ini lebih terasa seperti bekas kuburan penjajah" pikirku.
Menghabiskan waktu dengan bermain ponsel hingga akhirnya mereka berdatangan layaknya semut yang mencium aroma manis.

"Hey Ryan, kau punya pita lebih ? Aku kehabisan pita"
"Oh, ini"
Aku menyerahkan sisa pitaku kepada Raka.
"Bagaimana yang lain ?" tanyaku
"Tenang, sudah fix kok"
"Oke".

Dan dari banyaknya orang, hanya ada satu yang membuatku penasaran."Siapa Rachel ? Bagaimana orangnya ?" kata-kata itu selalu berdengung diotakku.

Sampai akhirnya aku teringat dengan iuran bakti sosial yang diberi tahukan kakak kelas dan kini aku mengetahuinya. Dari apa yang pernah dia katakan, aku tahu dia duduk ditempat yang tidak jauh dariku. Disana ada banyak kerumunan orang. Satu per satu berlalu pergi dan sekarang giliranku.

"Hey, Rachel ya ?"

"Hehe.." dia hanya membalasku dengan senyum kecil dibibirnya. Ternyata perempuan ini yang selalu mengirimkan pesan padaku. Jujur saja, aku sedikit terkesan dengan penampilannya yang bisa dibilang cukup cantik.

"Ini, iuran pengumpulan dana untuk bakti sosial" aku menyerahkan beberapa uangku untuk dikumpulkan pada kakak kelas.

"Ryan kan ? Biar aku catat dulu ya" dia mengeluarkan pulpen dan buku catatannya lalu menulis namaku disana.

"Apa yang lain sudah ?"

"Iya, cuma tinggal kamu"
Krrriingg.. Bel sekolah telah berkumandang.
"Oh, hehe.. Udah bel nih, aku ke tempat duduk dulu ya".

Dan hanya sebatas itu pertemuanku dengan Rachel. Dia orang yang biasa saja. Sama seperti wanita kebanyakan yang aku lihat selama ini. Hanya satu kelebihan yang kulihat darinya, dia cukup cantik bagiku.

Suasana kelas yang awalnya nyaman berubah menjadi mengerikan saat salah satu pengurus Osis memasuki ruang kelas.

"Keluarkan barang yang telah kita suruh kemarin !"

Masih pagi, namun dia berteriak begitu keras hingga membuat kaca bergetar. Aku mengeluarkan barang bawaanku. Seluruh siswa dalam kelas pun melakukan hal yang sama.

"APA INI !!"
"Aduh, gawat" pikirku.

Salah satu temanku membawa barang bawaan yang salah.

"Kamu, maju kedepan !! Ketua dan wakil juga !!"

Mereka membuat keadaan semakin mencekam menurutku.

"Bagaimana ini hah ? Dia tidak membawa foto, apa solusinya ?"
Dia memberikan pertanyaan kepada kami, ketua dan wakil ketua kelas.

Suasana menjadi hening. Karena aku takut terjadi hal yang tidak tidak, aku mengangkat tangan.
"Ada apa ?" salah satu pengurus Osis menanyaiku.
"Saya membawa dua foto kak, bisa dikasih ke dia" jawabku.
"Oke, kali ini saya maafkan, setelah ini ada guru yang mau memberikan pembinaan, jaga sikap, mengerti !!"

"Mengerti kak"

Tanpa pikir panjang, kami kembali ke tempat duduk untuk menyambut guru yang akan datang. Hingga pembinaan dan kegiatan masa orientasi hari ini selesai, aku sedikit lega. Akhirnya setelah waktu berada disekolah berakhir. Aku pulang dengan perasaan penasaranku yang telah terjawab. Aku pulang dengan teman satu desaku, Rudi.

Menanti kendaraan ditepi jalan dengan banyak kerumunan orang yang sedang membicarakan pengalaman mereka saat masa orientasi berlangsung.

"Siapa yang megang kelasmu, yan ?"

"Seseorang bernama Romi, dia bukan manusia, mungkin yang dia tahu hanyalah bicara dengan suara keras" aku menjelaskan apa yang aku rasakan hari ini.

Dengan sekejap aku melihat seseorang tengah tersenyum padaku dari dalam pintu bus kecil yang sedang melaju lamban. Rachel, dia tersenyum kearahku lagi kali ini. Apa yang ada dipikirannya ? Aku tak tahu. Perempuan itu membuatku sedikit memutar otak.

Beemmmm... Suara bel bus telah terdengar, aku harus bergegas pulang kali ini.

"Ayo Rud, kita pulang sekarang"
"Ayo"

Tanpa pikir panjang aku melompat kearah pintu bus yang berisi penuh itu. Tidak ada pilihan selain bergantung di tepi pintu. Aku merasa seperti sedang berada dalam serial film.

Hanya sedikit waktu yang diperlukan untuk mencapai rumahku. Melompat dari dalam bus bukan satu-satunya pilihan, tapi aku menyukai itu.

"Rudi, aku pulang dulu ya" aku menyapa Rudi yang masih berada dalam bus.

"Oke, hati-hati".

Berjalan dari tepi jalan raya hanya sekitar 50km saja, cukup dekat menurutku. Aku memasuki rumah dalam keadaan sepi, melepas baju lalu berbaring ditempat tidurku.

"Akhirnya hari ini selesai juga"..

Teori Sakit HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang