Matahari yang Mulai Menepi

346 6 1
                                    

Masih sangat teringat jelas di kepalaku, kenangan indah sesaat waktu itu. Walaupun sangat sulit untuk berkata jujur, walaupun masih saja kupendam perasaanku hingga saat ini. Entah sampai kapan aku akan bertahan dengan perasaan yang akan selalu kusimpan, kupendam dan mungkin akan kukunci rapat hingga tak seorangpun dapat membacanya. Mungkin benar tak baik jika memendam sesuatu sendirian. Tapi apalah yang dapat dilakukan seorang pecundang sepertiku, berkata jujur pun aku tak sanggup. Aku sendiri tak tau apa yang membuatku takut untuk mengungkit tentang perasaan yang dibilang orang adalah perasaan paling indah.

Berdiam diri di atas bangku sekolah, mendengarkan musik yang keluar dari headset yang ku tancapkan diponselku kali ini. Sedikit membuatku tenang. Aku sedikit melupakan gejolak hati yang akhir-akhir ini kusesali.

Di dalam kelas terasa seperti di tempat yang baru aku mengenalinya, banyak orang disini namun aku merasa sangat sendirian. Entah mengapa aku tengah senang mendengar lagu dengan nada lembut yang menggetarkan hati. Mungkin karena terbawa suasana sehingga membuatku sedikit tampak lebih murung setelah 3 kali mengulang lagu yang sama.
"When you're gone by Avril Lavigne".

Tiba-tiba sesuatu mengagetkanku, seperti seekor kucing yang ekornya tengah terinjak oleh kaki manusia. "Woy.. Nih anak kenapa sih.." teriak Bobi mengagetkanku.

"Galau mulu lu tong.. Noh jedotin pala ke tembok gih biar agak mendingan" candanya. "Apaan.. Enggak kali, emang gua lagu tren Indo gitu yang isinya galau mulu" jawabku. "Yaelah, lu bukan lagu Indo, lu tuh kayu dibangunan tua, rapuh" lanjutnya. Dia memang orang yang paling suka menebar candaan di kelas.

Kututup handphone dan kulepas headset setelah guru kali ini masuk ke ruang kelas. Seperti biasa, suasana kelas menjadi sehening tepi rawa ditengah malam.

Hingga sampai saatnya pulang aku berfikir, "Apakah pantas jika aku bersanding dengannya ? Apakah pantas aku memilikinya ? Apakah pantas aku mempunyai perasaan kepadanya ?". Seketika itu seseorang mengganggu jalanku, aku tertabrak oleh tubuh mungil seorang perempuan.

"Oh, maaf, aku terburu-buru" rintihnya. Ternyata Bela, dia murid kelas sebelah. Aku tak pernah menghiraukan orang lain yang tak terlalu kukenali, jadi aku tak begitu peduli dengannya.

"Ah, iya" jawabku. Dia pergi berlalu meninggalkan secarik senyum mungil dari bibirnya. Aku melanjutkan langkahku menuju gerbang sekolah dan menunggu kereta beroda empat yang setia berlalu disetiap saat.

Aku menunggu untuk beberapa saat hingga satu bus datang untuk menjemput barisan siswa yang menunggu di ujung jalan. Disaat yang sama aku melihat Rachel tengah menyebrangi jalan raya. Dia terlihat begitu menawan dengan ikat rambut nya yang khas, ditambah dengan sedikit keringat di pipinya. Mungkin dia hendak mengejar sesuatu.

Ditengah lamunanku aku tersadar bahwa aku harus segera menaiki bus yang telah menunggu. Aku melihat Dia sedang mencari seseorang, seperti merpati kecil yang tengah mencari pasangannya. Apa dia mencariku ? Mungkin tidak. Apabila iya, dia mencariku sebagai seorang teman atau mungkin sahabat yang selalu ada untuknya.

Krriing...
"By : Rachel

Kamu dimana ?"

Ternyata dia mengirimiku sebuah pesan. Tapi maaf, tidak untuk kali ini, aku masih belum siap untuk bertemu denganmu, menambah kacau pikiranku, menggali dalam dalam perasaanku, dan memperluas ingatanku terhadapmu.

Bukan karena aku membencimu, aku hanya ingin menghilangkan perasaanku terhadapmu sementara ini. Hanya untuk memelihara apa yang tengah kita jalani, menjaga pertemanan kita, menjaga persahabatan yang kita jalani. Walau begitu inginku untuk bertemu denganmu, tapi biarlah aku sedikit menepi untuk tak mencintaimu saat ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 25, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Teori Sakit HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang