1 : Si Julit

33 5 0
                                    

"Belekokkkk, kalian mau jadi apa sih borokokok?!" Ujar Pak Maman nada ucapannya sih terdengar sangat frustasi, ya, gak frustasi gimana kalau ketujuh anak muridnya ini berulah lagi untuk yang kesekian kali.

Tanpa rasa takut si anak dengan penampilan paling acak-acakan mengangkat tangannya sambil nyengir, "Apa kamu Echan?"

"Hehe, Echan mau jadi tukang sedot WC, pak." Ke-lima temannya sudah menahan tawa apalagi Naka yang sudah mati-matian tidak ngakak.

"Echaaaan, bapak cape ngadepin kamu Echan kapan sih kamu lulus?"

"Pak, kalau Echan lulus ntar bapak kangen gimana? Emang ada yah murid lain yang seimut Echan ini?" Pak Maman memijat pangkal hidungnya tapi jauh di relung hati pembina OSIS itu mengiyakan ucapan Echan.

Mereka ini tidak pernah membuat kenakalan berlebihan hanya sebatas menjahili teman-temannya, guru, staf lain, atau faktor lain yaitu karena power yang mereka miliki berlebihan jadi seringkali jendela ruang guru yang dekat lapangan basket menjadi sasaran. Ya, kasusnya seperti saat ini. Naka dan kawan-kawan dipanggil ke ruang pembina OSIS karena telah memecahkan satu lagi kaca jendela ruang guru.

Tapi selalu ada solusinya seperti,

"Besok arsitek langganan papi datang kesini pak buat benerin jendela." Ucap Alle setelah mengutak-atik ponselnya yang ternyata menghubungi papinya.

Seakan tersadar dengan keberadaan tuan muda Alvian Alleka Yudama, Pak Maman merubah sikapnya seratus delapan puluh derajat.

"Eh, Alle, duh Alle kamu gak salah nak kamu ke kelas aja, yah," Melihat sikap Pak Maman yang timpang membuat Echan dan Naka tak kuasa menahan mulut julit mereka.

"Dih, anak orkay aja dibelain." Cibir Naka.

"Iyah, takut gak dikasih sumbangan juga kaleee,"

"Anjing buruan gerah ni gue!" Protes Arjuna yang selalu tak bisa mengatasi emosinya.

"Arjuna! Kasar banget kamu ngomongnya!" Arjuna berdecak kesal, Arjuna tuh paling males ketemu sama Pak Maman, guru tapi tukang drama.

"Udah terima aja sih pak lagian Alle yang lempar bolanya sampe kena jendela." Ucap Alle meyakinkan Pak Maman.

Pak Maman nyengir lalu mengangguk, "Kasep pisan ih Alle mah bertanggungjawab anaknya." Ujar Pak Maman sambil cubit pipi Alle yang sedikit tembam.

"Pencitraan... Pencitraan... Nama aing yang belakangnya beneran pake Kasep aja gak digituin." Sindir Echan sedangkan Mark, Jeno, dan Arjuna sudah misuh-misuh sendiri mendengar ucapan temannya itu. Echan sama Naka ini cari gara-gara aja.

"Mata duitan." Tambah Naka sarkastik tapi Alle justru tidak tersinggung dengan ucapan teman-temannya itu ia malah merasa senang jika teman-temannya menyinggung guru soal kelonggaran yang selalu mereka berikan pada Alle meski melakukan kesalahan seberat apapun karena Alle anak donatur tetap.

"Yaudah, karena teman kalian dermawan dan baik hati jadi silahkan kalian ke kelas."

***

Mark menyuapkan potongan semangka yang ia bawa dari rumah ke dalam mulutnya.

"Slow, bro, calm." Ucapnya setelah mendengar cerita Arjuna yang kembali ditolak cewek dengan alasan aw terlalu galak.

"Mau mereka tuh apa sih, nyet? Apa salahnya sih gue jadi diri sendiri?" Tanya Arjuna gak selow karena setelah setahun ini ia lima kali nembak cewek dan dalam lima kali juga ia ditolak cewek dengan alasan yang sama.

"Ya, gila aja, masa maneh komentarin penampilan mereka pake kata-kata pedes apalagi si Ayla masa Lo bilang dia mirip teteh zebra sih gara-gara leher sama mukanya beda warna." Balas Echan dan Mark yang receh langsung tertawa terbahak-bahak bahkan sampai memukul-mukul kursi kantin.

"Icung mana sih gaes gue butuh yang seger-seger nih," Tanya Naka yang celingukan mencari Jillian Suvano Raliung atau akrab disapa Jisung.

"Tau tuh katanya ada praktek kimia." Alle menjawab.

Mark menaruh garpunya dengan keras, "What?! what if our cute Jisung gets hurt?!"

Echan menyuap nasi goreng lalu menjawab, "Yes! No what-what he udah big."

Tapi ajaibnya Mark kembali tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Echan.

Arjuna menggelengkan kepalanya dan tak sengaja matanya melihat Jeno yang duduk di kursi paling ujung. Jeno terlihat diam sejak tadi seperti sedang murung.

"Jen, ngapa Lo? Si Nadia kenapa lagi?" Tanya Arjuna seketika orang-orang di meja mereka memusatkan perhatiannya pada Jeno.

"Gak kenapa-kenapa, Jun." Balas Jeno sendu dan tanpa mereka sadari salah satu orang di meja itu memerhatikan Jeno dengan tatapan tak terbaca.

Echan berdecak kesal seraya kembali menyuap nasi goreng, "Terus maneh kenapa murung gitu? Kek abis berantem sama ibu negara."

Jeno terkekeh kecil lalu sedikit melirik ke arah Naka, "Na, kayaknya Nadia butuh Lo deh." Mendengar ucapan Jeno, Naka kontan saja berdiri.

"Gue ke Nadia dulu yah bro, bye!" Ucap Naka yang lalu berdiri meninggalkan teman-temannya.

Jeno menghela nafasnya berat namun bibirnya kembali tersenyum kecut melihat itu teman-temannya hanya diam.

"Naka brengsek juga yah," Ucap Arjuna memecah keheningan.

Jeno menegakkan tubuhnya menghadap Arjuna. "Maksud Lo, Jun?"

"Udah tau Lo pacarnya Nadia tapi dia masih memperlakukan Nadia seakan-akan dia yang pacaran sama Nadia." Jeno menarik satu ujung bibirnya mendengar ucapan Arjuna.

"Mereka sahabatan, Juna. Nadia lebih lama kenal Naka dan gue gak berhak ngatur kemana Nadia pengen mengadu."

"Ribet ah cinta-cintaan maneh mah, Jen." Sahut Echan dan Jeno menanggapinya hanya dengan tersenyum.

Sementara itu dengan tergesa-gesa Naka menghampiri Nadia yang sedang duduk di kelas sendirian.

"Nad... Maneh keur naon didieu sorangan?" Nadia yang sedang menelungkupkan wajahnya pun mendongakkan kepala melihat Naka yang sudah berdiri disamping mejanya.

("Nad... Lo lagi apa disini sendirian?")

"Naka..." Lirih Nadia dengan suara bergetar. Naka langsung berpindah posisi yaitu ke samping Nadia dan membawa kepala Nadia ke dalam pelukannya.

"Orang tua Lo lagi?" Tanya Naka dan tepat sasaran.

"Nad, ada kalanya Lo harus mengikhlaskan." Ucap Naka tiba-tiba bijak tanpa memakai bahasa Sunda. Naka itu sebenarnya asli Jakarta cuma saat SMP dia pindah ke Bandung dan ketemu Echan, dari sana Naka terbiasa bicara dengan memakai bahasa Sunda dan Nadia ini adalah teman Naka di Jakarta saat SD dulu lalu mereka bertemu kembali di SMA dan dekat kembali namun hanya sebatas sahabat tidak lebih. Naka memperlakukan Nadia sudah seperti seorang adik perempuannya. Tiga bulan lalu Nadia dan Jeno jadian yang disponsori oleh Naka.

"Na, tapi tetep aja susah walaupun dari TK gue udah ditinggal bokap nyokap tapi gue masih gak bisa kalau harus sampe pisah." Naka mencium pucuk kepala Nadia lalu mengusapnya.

"Nadia, sekarang gue tanya deh, kalau misalnya Lo dipaksa pacaran sama orang yang gak Lo suka gimana?" Tiba-tiba Nadia terhenyak mendengar ucapan Naka. Pelan-pelan Nadia melepas pelukan Naka dan bersandar lemas pada kursi.

"Nad?" Nadia tidak menjawab malah berdiri dan beranjak pergi meninggalkan Naka. 

"Nad... Nad... Susah banget dikasih taunya lo." 

to be continued

Hello Future! (Alternative Universe)/ NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang