Koridor pengubung antara toilet dan kelas sebelas Mipa memang masih menjadi tempat favorit bagi kedua insan itu untuk betukar argumen. Namun sudah tiga menit berlalu sepasang insan itu tidak ada yang membuka percakapan, dua-duanya hanya bergelung dalam pikiran mereka masing-masing sehingga membiarkan atmosfer kecanggungan diantara keduanya menguar begitu jelas. Entahlah kemana susunan kalimat demi kalimat yang sudah terajut dalam otak Mark namun yang pasti Mark kini bersyukur, sangat bersyukur malah karena ia masih dapat berdekatan dengan Rachel. Gadis itu memang candu.
Rachel mengusap lengannya kemudian memulai berbicara karena Rachel tahu Mark tidak akan memulai kalau tidak ia awali.
"Mau ngomong apa?" Mark tersentak kaget.
Mark berdehem kemudian menjawab. "Emmm... Hel, gue mau ngomongin suatu hal penting and it's not about us but something else."
Ditengah awal percakapan itu ponsel Mark bergetar.
Drttt... Drttt...
Terpaksa, karena ponselnya terus menerus bergetar akhirnya Mark membuka ponselnya tersebut.
Febby
Waktu lo delapan menit lagi! Balikin temen gue dalam keadaan utuh awas aja kalau ada yang lecet 🍆🔪🤗Mark meneguk salivanya kemudian cepat-cepat memasukkan ponselnya ke saku celana. Melihat gelagat Mark yang aneh Rachel berinisiatif bertanya. "Ada apa?"
Dengan wajah tegang Mark berujar, "Ada hal penting yang harus gue omongin cepet-cepet sama lo dan ini harus cepet-cepet karna keselamatan masa depan gue dipertaruhkan. Okay tanpa berbasa-basi lagi gue harus cepet-cepet ngomong ya sama Lo dan kita udah lama gak saling jumpa dan tanpa bertele-tele—"
"Mark stop it! Dari tadi lo udah bertele-tele Mark." Potong Rachel dengan senggah sementara Mark hanya menggaruk belakang kepalanya malu.
"First... I want to apologize. Maaf kalau selama ini ada sikap aku yang kurang berkenan buat kamu atau aku yang tanpa sadar udah buat kamu kecewa." Ucap Mark dengan nada suara yang benar-benar meneduhkan.
Rachel bergeming. Gadis itu tak mengeluarkan ucapan apapun karena yang Rachel rasakan saat ini adalah kegamangan. Rachel gamang akan perasaannya sendiri, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam Rachel masih berharap pada Mark namun satu bagian dari dirinya berteriak untuk berhenti. Rachel lelah terus menjadi sebuah rasa yang betulan ada atau hanya sekedar timbul dipermukaan perasaan Mark.
Maka wujud dari semua kegamangan yang Rachel rasakan hanyalah tangis. Ingatan Rachel kembali memutar kejadian-kejadian lampau tentang kebersamaannya bersama cowok penyuka semangka itu, kemudian kejadian paling menyakitkan ketika Mark mengungkapkan bahwa ia memiliki kekasih, lalu puncaknya adalah Rachel yang menyerah akan perasaannya pada Mark.
Sekonyong-konyong Mark menghapus bulir demi bulir air mata gadis itu hingga membuat si empunya terpaku cukup lama karena aksinya tersebut.
"Kenapa nangis jeh? Mana sih senyumnya adudu, udahlah jangan nangis ntar cantiknya aku ilang." Goda Mark dan kontan saja Rachel mengubah mimik mukanya yang tadinya sedih menjadi sebal karena perkataan Mark. Memang hanya Mark yang mampu membuat gadis itu melunturkan amarahnya. Mark itu terlalu soft sehingga godaan-godaan yang ia berikan tak akan mengubah perspektif Rachel padanya alias Rachel tidak menilai Mark itu seorang player yang bermulut manis namun ya, memang begitulah seorang Sagara Markus Pratama.
"Ya abisnya kamu kenapa selama ini kayak yang marah sama aku? Kenapa setiap ketemu menghindar dari aku?" Sewot gadis itu seraya menghapus jejak air matanya di pipi.
"Aku gak menghindar kamu sendiri yang menghindar dari aku sampai aku dibuat bingung."
"Mark aku mau jujur sama kamu." Ucap Rachel disertai intonasi suaranya yang serak. Mark tidak menjawabnya ia hanya menatap lekat wajah Rachel dan tatapannya itu sayu banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Future! (Alternative Universe)/ NCT DREAM
FanfictionIni kisah Echan dan kawan-kawan pada saat mereka masih dalam masa putih abu-abu.