.
.
.
Di persimpangan itu,
berdiri kokoh pohon angsana kekuningan
kiri dan kanan
mana yang harus kuambil?Aku tertunduk menatap sepatuku
kakiku enggan beranjak memilih;
–selain hanya diam berteduh di bawah angsana
aku tak tahu harus berbuat apa lagi
aku harus kemana lagi?Aku bukan seorang pengelana
namun aku harus segera menjauhi senja yang mengejarku di belakang
berlomba dengan kematian
siapa yang akan menangkapku lebih dulu?Aku terlalu lama duduk termangu di bawah rindang angsana
entah aku harus mulai dari mana
tapi aku sudah melangkah
memilih jalankuUmur tak ada yang tahu
jadi kuputuskan terus maju meski tahu rintangan yang kutuju
aku tak ingin menyesal dan kembali melamun di bawah angsana
aku tak ingin tertangkapJadi meski terjal dan berbatu
aku tetap memilih maju
menyelesaikan hidupku
bagai seorang pengelana sejatiA.n
#nidiana
KAMU SEDANG MEMBACA
Metro City
PoetryIntrik, politik, cinta dan anarki yang menjadi satu dalam hiruk pikuk Kota. Metro City, kota imajinasi.