Eight

45 7 0
                                    

"Sayang," Hammy tersenyum pada Lucky. Dia berdiri di teras rumah sambil membawa keranjang buah.

"H-hammy, kenapa kau kemari?" Lucky panik.

"Menemui Mika." Hammy tersenyum kecil di hadapannya, membuat Lucky sangat panik akan kedatangannya.

"Tapi,"

"Aku juga kesini untuk menemuimu."

"Kalau begitu, emh ... silahkan masuk!" Lucky terlihat pucat dan tangannya gemetar.

"Sayang, kau sakit?" Hammy cemas menatap wajah Lucky yang pucat.

"Tidak, aku–" Lucky segera mengalihkan pembicaraan. "Masuklah!"

Hammy mengangguk dan masuk bersama Lucky. Dia menatap sekeliling.

"Oh, ya? Dimana Mika?" Hammy duduk di sofa.

"M-Mika? Dia di kamarnya."

"Apa boleh aku menemuinya?"

"J-jangan! Aku panggil dia saja."

"Dia kan sedang sakit. Ayolah, aku mau menemui Mika." Hammy berdiri.

"Eh! Duduk dulu, aku akan memanggil Mika." Lucky mendorong Hammy hingga Hammy kembali ke posisi duduknya.

"Apa kau yakin?"

Lucky mengangguk. "Tetap di kursimu. Jangan beranjak dari tempat dudukmu, ya?"

Hammy mengangguk. Lucky kemudian pergi ke kamar Mika dan Hammy menunggu.

"Rumah Lucky besar juga, ya?" Senyuman Hammy mengambang seperti biasanya.

***

Di kamar Mika, Lucky sekarang benar-benar panik.

"Kenapa Hammy harus kemari? Apa yang harus aku lakukan? Hidupku terancam. Dia ingin menemui Mika? Padahal Mika sudah tiada. Apa yang harus kukatakan? Apa aku harus jujur dan mengatakan kalau aku adalah seorang pembunuh?"

Lucky bingung melihat kesana-kemari dan menatap sebuah pisau buah di atas meja.

"Apa aku harus melakukan ini pada Hammy? Apa aku bisa setega itu padanya?"

Lucky berpikir sejenak, dia berencana membunuh Hammy. Namun...

"Lucky!!!!" teriak Hammy dari ruang depan, "kenapa lama sekali?"

"Sebentar lagi, sayang!!" balas Lucky.

"Cepat, ya?"

"Baiklah...!"

Lucky menarik nafas dalam-dalam. "Aku harus melakukannya! Aku harus melakukannya! Aku tidak ingin masuk penjara ... aku tidak mau. Tapi, aku mencintai Hammy. Bagaimana mungkin aku tega membunuh orang yang aku cintai?" Lucky bingung lalu mengambil pisau buah.

"Baiklah! Akan aku lakukan. Hammy, aku minta maaf. Aku terpaksa melakukan ini!" Lucky pergi keluar untuk bersiap membunuh sang kekasih.

***

Sementara Hammy masih menunggu. Dia merasakan tidak nyaman karena sesekali mencium bau busuk.

"Bau apa ini?" Hammy mulai sadar akan bau itu.

Dia berdiri, melangkah dan mengikuti arah bau busuk. Lalu dia berhenti di depan pintu gudang yang terkunci.

Hammy penasaran. Dia memegang gagang pintu lalu membuka pintu perlahan.

Hammy begitu terkejut, "paman?!"

Hammy terkejut melihat mayat di dalam gudang. Dan mayat itu mirip sekali dengan ayah Lucky, Tsurugi.

"T-tidak! Tidak mungkin!" Hammy berteriak histeris, "paman!!!"

Lucky tiba-tiba datang dari belakang Hammy. Matanya menatap sinis ke arah pacarnya itu.

"Jadi, kau sudah tahu?" Lucky tersenyum sinis.

"L-lucky?" Hammy panik. "Kau ..."

"Ya. Aku adalah seorang pembunuh." Lucky mendekati Hammy. "Dan mungkin, kau dan hidupmu adalah yang selanjutnya."

Hammy perlahan mundur menjauhi Lucky. "Jangan lakukan ini, Lucky! Ku mohon ..." Hammy mulai meneteskan air mata.

"Maafkan aku, Hammy!" Lucky semakin mendekati Hammy.

"Lucky ..."

To be continued

Terjebak?Where stories live. Discover now