2

3 0 0
                                    

" Yah, ayah..., "

" Ayo yahhh..., "

" Nanti kesiangan. "  teriak prisi dengan terburu-buru

" Bentar ya Prisi, kita tunggu Teneng dulu! " balas Praka sambil menuju mobil

" Ayyahhh..., Prisi ada pertemuan sama guru-guru dan anak Ossis lainnya, "

Praka masih tetap diam dan memperhatikan pintu berharap Teneng cepat keluar.

" Yah...? " manjanya

" Kamu gimana sih? Seharusnya kalau mau buru-buru kamu panggil Teneng, biar berangkatnya bareng, " sentak Praka yang membuat Prisi kaget dan terdiam

" Kenapa diam? Cepat panggil adik kamu. " lanjut praka, prisi hanya mendesis pelan dan beranjak pergi

Baru saja sampai pintu Teneng mendahuluinya keluar, entah dia mendengar atau tidak tetap saja Prisi sangat marah padanya.

" Loh, tumben belum berangkat? " tanya Teneng dengan wajah sedikit tersenyum

" Ayah sengaja nungguin kamu, lagian udah lama kita gak berangkat bareng dan ayah pikir ini,,, " Praka berhenti sejenak dan menghampiri Teneng

" Ini ulangtahun kamu ke 16, selamat ulang tahun ya? Ayah harap kamu tetap menjadi anak Ayah. " lanjutnya dengan mencium kening Teneng

Perasaan Teneng tak karuan, dia kaget Ayah nya mengingat ulangtahunnya bahkan dirinya sendiri hampir saja lupa.

Dia harap Ayahnya akan tetap menjadi miliknya.

" Ayah? Emm makasih yah?." ucapnya tersenyum

Praka hanya tersenyum simpul, dia senang anaknya bisa tersenyum untuknya.

Perilaku manis yang tak biasa ditunjukan untuk Teneng, membuat Prisi semakin marah.

Hari ini setelah lama praka membukakan pintu mobil untuk Teneng, dia benar-benar bahagia.

Banyak orang yang mengatakan Ayah adalah cinta pertama untuk anak perempuannya, banyak orang yang akrab dengan sang Ayah, banyak orang yang bisa manja pada ayahnya, banyak pula orang yang bisa meminta sesuatu pada ayahnya. Yahh apa saja!.

Yah, tapi itu bukan lagi dirinya, pikir teneng. Karena semua anak perempuan selalu bisa manja pada ayahnya.

Namun tidak hanya itu, ayah juga bisa membuat hati anak perempuannya hancur. Dalam kata lain patah hati pertamanya.

Teneng tidak berpikir seperti itu, hanya saja dia bingung bagaimana memposisikan perasaan itu?.

Sesampainya disekolah Prisi keluar lebih dulu, sedangkan Teneng.

" Ayah, makasih untuk hari ini, "

" Teneng ngeliat ayah kayak dulu, "

" Teneng benar-benar merindukan ayah yang selalu bersikap manis seperti ini, "

" Teneng harap ayah tetap menjadi ayah untuk Teneng, Terimakasih. "

Setelah mengucapkan hal itu ia turun dari mobil dan tersenyum untuk praka.

Tapi praka?.

***

Beberapa pasang mata menatapnya dengan begitu sinis, dia dipandang seolah telah melakukan kesalahan, sebesar apa itu?.

Dari lorong-lorong sekolah, mereka nampak memperhatikannya, tapi sebelumnya tidak pernah seperti ini.

Bukan hanya pandangan sinis, tapi ada pula yang memandangnya seperti mengharapkan sesuatu.

TENENG (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang