Yudistira Angga Saegal

221 29 110
                                    

Kenapa mereka semua meninggalkanku, seakan aku tak pernah memiliki hak untuk bahagia?

-Yudistira, 2020

Yudistira keluar dari mobilnya, bukan mobil miliknya —karena miliknya, sudah hancur— tapi milik Ayahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yudistira keluar dari mobilnya, bukan mobil miliknya —karena miliknya, sudah hancur— tapi milik Ayahnya. Ia kabur. Ia ingin memiliki waktu untuk dirinya sendiri saat ini. Sudah genap 5 tahun pasca kejadian mengenaskan tersebut. Namun, ia masih belum melupakan barang sedetikpun momen menyakitkan itu. Ia pergi ke tempat yang sama dan baju yang sama saat tragedi itu terjadi.

Sebenarnya, tragedi itu bukanlah suatu ketidaksengajaan. Semua setuju untuk pergi, namun, hanya dia yang kembali.

***

"Gue sih gak ada jadwal manggung minggu ini. Kalau mau kumpul, ayo aja. Gue juga kebetulan suntuk banget di rumah." Ujar Yudistira pada seseorang yang ia hubungi di seberang sana.

"Ok, kalau gitu akhir minggu ini, di Cafe Lampions, ok. Jangan telat lo, gue gak mau kalau sampe harus jemput lo pakai motor gue lagi ya, mager gue,"

"Iya, buset deh. Cerewet banget sih lo, kayak Emak gue,"

"Pantes sih Emak lo cerewet, anak modelan kayak lo emang mestinya dimasukin lagi aja kedalem kandungan. Gak usah dikeluarin lagi,"

"Anj*ng lo, gini-gini Emak gue mesti bangga ya, punya anak gantengnya overload kayak gue,"

"Buset Dis, pengen muntah gue dengernya. Plis, gue tau kok kenyataannya, gak usah ditutup-tutupi lagi. Emak lo tuh ngelahirin lo, karena kecelakaan,"

"Ban*sat, maksud lo apaan? Emak sama Bapak gue anu-anu sebelum kawin?"

"Haha, kecelakaan maksud gue tuh, lo dilahirinnya kagak sengaja. Pas Emak lo bersin, lagi nyapu halaman, tada, lo keluar dari hidung Emak dengan wujud ingus. Disiram dikit pake pupuk, jadilah lo yang sekarang,"

"Kam*ret! Lo kira gue apaan, segitu nggak diharapkannya gue, sama Emak dan Bapak gue, sampai kelahiran gue aja bagian dari kecelakaan?"

"Ya ... mungkin? Lagian bocah badung kayak lo cuma nambah modal bulanan doang,"

"Bac*t lo!" Yudistira pun menutup telfon secara sepihak. Teman-temannya memang sangat unakhlak. Mereka tak pernah membiarkan seorang Yudistira bernapas atau hidup dengan tenang.

Setelah itu, ia pun merebahkan tubuhnya ke kasur. Sangat nyaman rasanya. Kamarnya adalah tempat terbaik di rumah ini. Ya, sejujurnya hanya kamarnya yang terasa sangat nyaman baginya. Tiap sudut ruangan di rumah ini, baginya hanya meneriakkan gema kesunyian dan kehampaan.

Ia terkadang bingung, apa ia sungguh-sungguh punya keluarga? Kemana kedua orangtuanya menghilang? Haha. Lucu sekali menyebutnya sebagai menghilang. Mungkin, tepatnya ... mereka hanya terus menjauh dari Yudistira. Yudistira merasa bagai kuman di sekitar Ayah dan Ibunya. Mereka sungguh tak tergapai. Bahkan, ia ragu, mereka masih menganggapnya putra mereka.

***

"Cih, salah lagi! Padahal gue udah latihan keras akhir-akhir ini, kenapa masih aja salah sih?" gerutu Yeonjun, lalu dengan kesal ia melemparkan gitarnya ke kasur. Ia mengacak-acak rambutnya yang sedikit basah karena keringat. Entah apa yang menganggu pikirannya saat ini, ia merasa sedikit gugup. Keringat dingin tak henti-hentinya mengalir dari dahinya.

Ting!

Suara notifikasi terdengar dari handphone-nya. Ia yang awalnya merasa begitu lelah dan marah, seketika tersenyum kecil melihat nama yang tertera di kolom chat.

😈 YudisAngel

|Heh, lagi apa lo? Gak ada jadwal manggung ya? Sedih T_T gak bisa nyombongin lo ke temen kampus gue yang tiap hari nongkrong di Bar dong.

Yudistira tersenyum. Ia kemudian segera membalas pesan gadis itu.

Yudisilawati 🐶

|Gak, gue gak mau nyombong dulu minggu ini. Takutnya lo kebanyakan dosa karena sombongnya udah overload.

😈YudisAngel

|Cih, nyebelin lo! Bodo amat! Traktir es krim buat gue!

Yudisilawati 🐶

|Ngambek dikit, es krim. Ngambek dikit, es krim. Lama-lama gue beliin juga deh, saham baskin robbins buat lo!

😈 YudisAngel

|Wah, boleh juga tuh. Sekalian sama cincin tunangan kita yang udah dijanjiin dari bulan lalu, ya, Mas-nya.

Yudistira tersenyum lagi. Ia bertekad untuk segera melamar gadisnya, setidaknya, ia harus mengikat hubungannya dengan si gadis melalui pertunangan. Ia harus bekerja lebih keras lagi. Ia yakin, ia pasti bisa mewujudkannya.

I'M A LOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang