1.7 : Tatapan dingin

55 8 2
                                    

"Taukah kamu rasanya? Disaat semua orang mendukung dan merangkulmu. Namun, kau tetap merasa kosong dan sendirian? Itu rumit, itu sakit. Dan itulah yang sedang aku rasakan kini."

-Bintang

"Besok, lu udah bisa balik. Gue tadi tanya sama dokter, selagi lo udah bisa makan dan duduk, ngobrol-ngobrol, lo udah boleh balik dan tinggal ikut rawat jalannya aja nanti, lo bakal terapi 2 minggu sekali, ok!" ujar Yudistira.

Bintang mengangguk pelan. Tersenyum tipis pada sosok Yudistira yang ada di hadapannya.

"Gue bakal urus semua administrasinya sama Tegar, lo gak perlu khawatir, ok!" hibur Yudistira saat melihat wajah Bintang nampak muram.

"Gue gak bakal bisa gantiin itu cepet-cepet, sorry, ya," ucap Bintang.

"Ngomong apaan, sih, lo. Apanya yang diganti, kagak usah! Gue sama Tegar ikhlas lilla hitaa'la sedunia akhiratnya Allah. Tenang aje, yang penting, gue minta ke lo, semangat jalanin terapinya dan jangan kabur, lo, harus cepet sembuh. Biar bisa maen kejar-kejaran kayak film India lagi kita, hehe."

Bintang menatap Yudistira yang tengah terkekeh dengan datar. Yudistira yang menyadarinya seketika menghentikan tawanya, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ehe, canda, bro!"

"An udah tau masalah ini?" tanya Bintang.

Yudistira menatap Bintang, ia terpaku, tak mampu membalas pertanyaan Bintang.

"Lebih baik, dia gak tau duku soal ini 'kan?" ujar Bintang.

Yudistira menatap Bintang, menelan salivanya. Ia tidak tahu mengapa, ia tiba-tiba seperti kehilangan kemampuan bicaranya. Ia hanya mengangguk pelan sebagai balasan.

"Huft, ya, emang lebih baik gitu. Gue gak siap ngasih tau semuanya ke dia, gue--" ucapan Bintang terputus.

Ia menutup matanya, memijatnya dengan kedua ibu jarinya. Lalu, mengacak-ngacak puncak rambut, nampak frustasi.

"Abis ini, ibu gue juga ...." Yudistira mengenggam bahu Bintang. Menatapnya dalam.

"Ibu lo, kenapa?"

Bintang tersenyum kecil, hanya menggeleng.

***

"Eh, lo mau main gaple, gak? Bosen aing sumpah!" ujar Bumi.

"Sejak kapan lo bisa sunda?" tanya Tegar.

"Lah, gak keliatan apa, muka-muka khas warga Bandung di wajah rupawan gue ini? Almarhumah ibu gue orang Bandung. Gue turunan Jakarta-Bandung. Cuman, ya, gue bisa Sunda dikit-dikit doang. Orang gue di Bandung cuma setahun pas kelas 1 SD," jelas Bumi.

"Ah, gitu," ucap Tegar paham. "Banyak yang gak kita tau tentang satu sama lain, ya."

Bumi menatap Tegar, nyengir kuda. Memang bocah satu itu selalu bertingkah tidak jelas.

"Wajarlah, jangankan temen, orang tua kita sendiri aja, kadang gak tau beberapa hal tentang kita. Temen mah orang lain, gak ada hubungan darah. Lah, ini, orang tua sendiri. Makanya, kadang suka denger berita ada anak-anak yang bunuh diri karena masalah yang mereka pendem sendiri tuh, gue udah gak kaget."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 15, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'M A LOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang