1.4 : Everything It's Gonna Be Okay

33 8 4
                                    

Semua bakal baik-baik aja, kan? -Bintang

Yudistira sontak langsung berlari menuju motornya untuk bergegas ke rumah sakit tempat Bintang ditangani. Yudistira sempat menanyakan dimana lokasi rumah sakit itu pada Tegar dan untung saja jaraknya tidak begitu jauh dari sana. Tanpa meminta izin atau memberikan penjelasan apapun pada Angel, gadis itu ditinggalkannya begitu saja.

Angel hanya bisa terdiam dan pasrah setelah Yudistira meninggalkannya. Tentu bisa ditebak, setelah ini, Yudistira akan mendapat ceramah tujuh hari tujuh malam dati sang kekasih.

***

"Suster, maaf, ruang operasi ada dimana, ya?" tanya Yudistira dengan napas yang terengah-engah karea terburu-buru.

Suster yang ditanyai pun akhirnya mengarahkan Yudistira untuk berjalan lurus dan belok ke kanan ketika menjumpai persimpangan. Yudistira mengangguk mengerti dan bergegas pergi.

***

"Tegar!"

Bisa Yudistira lihat disana ada Tegar dan Niko. Sementara, Bumi saat ini belum sampai di rumah sakit. Yudistira kemudian mengenggam bahu Tegar dan menanyai dia dengan penuh rasa khawatir.

"Ada apa ini? Kok bisa? Kenapa Bintang bisa kecelakaan? Dia lagi ngapain? Parah gak? Kenapa bisa sampai di operasi?" Yudistira memberikan deretan pertanyaan yang membuat Tegar sampai bingung harus menjawab yang mana dulu.

"Dia kecelakaan pas bawa motor, ada kendaraan yang nyerempet dia dari kiri, jadi pelakunya mau nyalip, gak liat-liat kondisi jalan di lajur kiri tuh banyak kerikil, akhirnya dia sama Bintang jatoh. Cuman, ya, sial banget. Malah Bintang yang kena dampak parahnya. Ehm--dia, dia kebanting dari motor, hampir aja Bintang kelindes mobil yang lewat, gue dah bingung jelasinnya, gue ngeri bayanginnya. Intinya, sekarang dia di operasi karena kaki sama tangan kanannya luka parah. Gue harap, gak ada yang patah atau lebih parah lagi harus di am--" ucapan Tegar terputus, Yudistira memegang bahunya lebih erat lagi.

"Gak, Bintang pasti baik-baik aja. Gue yakin, dia baik-baik aja," tegas Yudistira.

"Ta-tapi Yud, Bintang tadi berdarah banyak banget. Gue jadi mikir yang nggak-nggak, gue takut kalau--" kali ini Yudistira memotong ucapan Niko.

"Gak, Nik! Gue yakin, tolong lah, kalian berdua jangan bikin parno!" amuk Yudistira.

Niko pun akhirnya hanya diam dan menundukkan kepalanya. Tegar juga kini melepaskan genggaman tangan Yudistira di bahunya, terduduk lemas.

"Gue tadi sama Tegar kebetulan lagi keluar, besok kan ulang tahun Bintang, kita pengen bikin acara kecil-kecilan aja. Sambil ajak cewek-cewek kita juga. Tapi, ya, mana kita tau, sekarang ujungnya malah gini. Kita malah di telepon orang lewat nomornya Bintang kalau Bintang kecelakaan. Pengen gue marah sama pelakunya, tapi dia juga lagi dirawat, males gue. Nanti dikira gak ada simpati-simpati nya jadi orang," ujar Niko.

Yudistira mengangguk pelan. Ia menepuk pelan bahu Niko, tersenyum. "Thanks, udah cepet-cepet dateng kesini dan ngabarin gue. Ehm, btw, kalian udah kasih tau Bumi, kan?"

"Udah, dia kayaknya gak bisa kesini cepet-cepet, deh. Dia lagi ada urusan yang mendesak banget," jawab Tegar.

"Ya udah, kita tunggu, ya. Mudah-mudahan aja Bintang gak kenapa-kenapa," harap Yudistira.

***

Hampir satu jam mereka menunggu operasi Bintang. Yudistira, Niko dan Tegar sangat khawatir mengenai hasilnya. Mereka harap tidak ada hal fatal yang terjadi. Mereka terus berdoa pada Tuhan, semoga Bintang baik-baik saja.

"Dengan keluarga dari pasien Bintang?" ujar seorang perawat yang baru saja keluar dari ruang operasi.

Yudistira, Niko dan Tegar spontan berdiri bersamaan dan mengangguk kecil.

"Ehm, kami sahabatnya, suster," balas Yudistira.

"Apa ada pihak keluarga yang bisa dihubungi?" tanya suster itu lagi.

Yudistira, Niko dan Tegar saling berpadangan sesaat. Mereka kini kebingungan. Tak ada satupun dari mereka yang tahu nomor telepon dari keluarga Bintang. Begitupun nomor Anna —kekasih Bintang—. Yudistira kemudian menggeleng pelan. Suster tersebut memahaminya.

"Dokter ingin menyampaikan beberapa hal dengan pihak keluarga, karena saat ini tidak ada pihak keluarga dari pasien, mungkin ada satu dua hal yang akan diwakilkan kepada anda."

Suster itu tersenyum, "untuk administrasi, bisa langsung didepan, dekat dengan apotik."

Tegar langsung bergegas pergi. Ia akan mengurus administrasi Bintang saat ini. Niko hanya menatap kepergian Tegar dengan sendu. Entahlah, Niko hanya merasa sedikit miris dengan hubungan persahabatan mereka. Bisa-bisanya, meski sudah bersahabat selama hampir 7 tahun, mereka tidak tahu sama sekali mengenai keluarga masing-masing. Hanya hal-hal kecil yang mereka bagi pada satu sama lain. Hanya curhatan-curhatan ringan. Seperti Yudistira yang kadang pusing dengan pertengkaran kedua orang tuanya, Tegar yang lelah dipaksa terus menjadi nomor satu, Bumi yang lelah dengan omelan Ayahnya, dan Niko serta Bintang yang jarang sekali membahas tentang keluarga mereka. Terlebih, Bintang. Niko tidak banyak bercerita mengenai kedua orangtuanya karena memang tidak banyak yang bisa diceritakan. Ia hanya merasakan suasana keluarga yang lengkap sekejap mata. Tapi, Bintang? Tak ada yang benar-benar tau seperti apa hidupnya, yang mereka tahu hanyalah Bintang tinggal bersama Ibunya.

Mereka bahkan tidak pernah mengunjungi rumah Bintang selama hampir 7 tahun ini. Miris.

"Dengan keluarga pasien Bintang?" dokter pun keluar dan menatap Yudistira. Yudistira lagi-lagi hanya bisa menjawab dengan gelengan.

"Tidak ada pihak keluarga yang bisa dihubungi, dok," balas sang suster.

Dokter itu mengangguk. Ia pun menginsyaratkan pada Yudistira untuk ikut bersamanya sedikit menjauh dari sang suster dan Niko.

Kenapa dokter gak pengen gue ikutan denger juga, sih. Padahal Yudis juga bukan keluarga Bintang, dasar aneh! gerutu Niko dalam benaknya.

Niko hanya bisa memperhatikan Yudistira dan sang dokter dari kejauhan. Ia bisa melihat perubahan ekspresi Yudistira yang terlihat kaget dan sedikit sendu. Niko kemudian menghela napas berat. Baiklah, sepertinya dia bisa menduga bahwa itu bukanlah berita yang baik.

I'M A LOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang