Tegar Radithya Sabda

69 17 7
                                    

"Wah, sungguh? Itu bagus, Tegar! Papa tau kamu akan menang!" girang sang Ayah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Wah, sungguh? Itu bagus, Tegar! Papa tau kamu akan menang!" girang sang Ayah. Tegar tersenyum. Namun, tangannya tengah mengenggam erat sesuatu. Sesuatu yang lebih membuatnya bahagia dibanding kemenangannya di olimpiade fisika ini.

Syukurlah, sore ini ia tidak akan dituntut untuk belajar sampai tengah malam lagi karena keberhasilannya di olimpiade. Jadi, dia bisa pergi ke taman sore ini, untuk bertemu dengan Ara —pujaan hatinya—.

"Aku mau pergi ke perpustakaan kota, sore ini, ya, Ayah." Tegar menggigit ujung bibirnya, sedikit gugup dengan kebohongannya tersebut. Ya, mau bagaimana lagi? Jika bukan untuk alasan ke perpustakaan kota atau kerja kelompok, Tegar yakin 100% bahwa Ayahnya takkan mengijinkan ia keluar. Ia terpaksa harus berbohong.

"Oh, ok, ok! Tapi jangan pulang terlalu malam, ya. Hari ini, Ayah akan bawa kamu ke restoran favorit Ayah," ujar Ayahnya. Tegar memutar bola matanya malas.

"Flexing with your cliens, again?" tanya Tegar. Ia sedikit muak dengan kelakuan Ayah dan Ibunya ini, setiap kali ia memenangkan suatu kejuaraan, pasti Ayah dan Ibunya akan mengundang beberapa kenalan dan klien yang dekat dengan mereka untuk makan malam. Lalu, akan berakhir dengan acara muji-memuji dirinya yang terlalu berlebihan. Bukannya tak senang jika dibangga-banggakan oleh kedua orangtuanya begitu. Hanya saja, bisakah semua pencapaiannya cukup dirayakan oleh keluarga kecilnya saja? Kenapa harus melibatkan banyak orang asing untuk ikut merayakan itu? Bahkan, Tegar percaya bahwa mereka tak sepenuhnya senang dengan hal ini. Mereka sama muaknya dengan Tegar atau bahkan berpikiran jahat mengenai kesombongan kedua orangtua Tegar. Siapa yang tidak akan iri ketika mengetahui bahwa rekan kerjamu memiliki hidup yang sempurna ditambah seorang anak yang penuh akan prestasi?

Orang-orang itu pasti diam-diam telah menggunjing tentang keluarganya sepulang dari restoran dan mengsumpah-serapahi ia untuk tak pernah berprestasi lagi. Lebih buruk lagi jika mereka memohon pada Tuhan agar keluarganya hancur dan berantakan. Itu mengerikan.

"Can you stop do that? I'm not your flexing object, Dad!" seru Tegar.

"Don't say anything, Tegar! Tugas kamu hanya membanggakan Ayah dan Ibu, ok!"

"I'm a human, not your ambition machine!"

"Stop, Tegar!" mata Ayahnya menatap nyalang, Tegar kini hanya bisa diam. Ia tak mau mengambil tindakan lebih jauh dengan memicu perdebatan antara dirinya dengan sang Ayah. Itu akan berakibat pembatalan ijinnya untuk pergi sore nanti. Tegar tidak mau itu.

Tegar menunduk, "ok, sorry. It's my fault."

"Yes, you did! Just do anything what I say. And you, can get happily life!" Ayahnya berlalu meninggalkannya. Tegar hanya tersenyum getir.

Really? I thought, I never been life after be your son batin Tegar.

I'M A LOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang