“Akhir minggu ini kau ada waktu?” Aku menyeruput frappe yang baru saja aku pesan, berjalan keluar dari cafe sembari menggenggam ponsel. “Katanya kau ingin bertemu dengan Triton, kan? Akhir minggu ini katanya dia ada waktu senggang. Uh ... lebih tepatnya ibunya yang memaksa.”
“Ibu Triton memang tidak pernah kenal ampun pada anaknya itu ya, masih tidak berubah. Lalu jam berapa dia akan senggang supaya aku menyelesaikan tugasku dulu.”
Atas ucapan Erica aku langsung membuka pesanku dengan Triton, balasan yang singkat dan terkesan dingin terpampang di sana, otomatis membuat mataku berkedut kesal. “Kalau bisa dia mau mengajak kita makan siang di rumahnya,” ujarku setelah menempelkan lagi ponsel di telinga.
Aku yang sedang berjalan menuju toko tempat aku bekerja memutuskan untuk membeli sedikit minuman. Setidaknya aku harus memanjakan diri sekali-sekali, bukan? Terlebih aku baru saja melewati ujian dadakan yang menguras mental. Minuman manis adalah cara untukku mengalihkan pikiran dan menenangkan diri. Istilah lainnya, ini adalah healing untukku. Selain minggu yang kacau, aku juga kembali mendapatkan mimpi buruk, kini lebih seperti kenyataan dari biasanya. Mungkin karena ucapan Icarus dan juga Deo.
Selama beberapa saat aku menunduk sembari menunggu tanggapan dari Erica, terdengar dia sedang berbicara dengan teman di kelasnya. Hari itu dia mendapat kelas kosong sehingga terpaksa mengerjakan tugas untuk beberapa saat sembari menunggu dosen yang akan terlambat itu. Ketika aku mendongak, tiba-tiba saja aku merasa ada seseorang yang menubrukku dari belakang, hampir membuatku menjatuhkan ponsel yang aku genggam tapi berhasil menumpahkan frappe yang masih banyak. Duitku yang berharga melayang begitu saja.
“A-aduh,” erangku masih merasakan berat tubuh seseorang di atasku. Beberapa orang mulai berkerumun di sekitar kami.
“Aurora, kau baik-baik saja?” Pertanyaan itu tidak kuindahkan, aku berusaha untuk mengenali siapa yang berada di atasku. Orang itu memiliki tubuh yang cukup tegap, namun tidak terlalu kecil. Matanya terlihat bulat dengan warna yang hampir sama seperti es. Berbeda dengan warna matanya, tatapannya justru memancarkan begitu banyak kehangatan.
“Maaf, hanya saja aku tadi melihat ....” Tanpa perlu mendengar lanjutan bicaranya, aku bisa mencium bau asap dari sekitar. Aku menoleh ke kanan kiri untuk mencari asalnya hingga melihat sebuah motor yang menabrak mobil terparkir, mesinnya menyala. “Kau baik-baik saja kan selain luka di lutut dan tangan?”
Pertanyaan yang dia lontarkan lagi berhasil membuatku menatap tempat yang dia maksud. Memang lututku mulai berdarah sedangkan sikuku terlihat lecet, tidak terlalu parah seperti di lutut. Masih tidak terlalu paham dengan keadaan, aku mematikan sambungan teleponku dan memasukkannya ke dalam kantong jaket, duduk dengan bantuan laki-laki di hadapanku. Kedua kakiku dijenjangkan selama dia mengecek apakah ada luka lain yang serius. Selain pergelangan kakiku yang memang mudah terkilir, aku baik-baik saja, untungnya.
“Apa kau mau kubantu?” Laki-laki itu menawarkan dengan mengulurkan tangan kepadaku. Kerumunan orang-orang mulai menipis karena tidak ada lagi yang perlu ditonton. Pengemudi mobil itu sudah keluar dan membawa pengendara motor gila menuju kantor polisi, sepertinya mereka ke rumah sakit dulu untuk memastikan kondisinya.
“Tidak perlu, aku masih ada urusan. Terima kasih atas bantuanmu.” Secara otomatis aku langsung membungkuk kecil lalu berjalan meninggalkannya. Mataku sekilas menatap frappe yang tertinggal naas di jalanan sebelum menatap laki-laki yang tersenyum kecil, matanya jelas memancarkan ketenangan. “Hari gila apa lagi ini.”
Butuh waktu sebentar untuk aku sampai menuju tempatku bekerja. Mereka semua yang sudah menjadi temanku menyapa dengan antusias. Melirik jam di ponsel, aku langsung menuju loker untuk beristirahat sebentar dan mengecek lukaku. Pendarahannya sudah berhenti, bahkan lecet di siku sudah menghilang. Apa normal untuk bisa sembuh dalam kurang dari sepuluh menit? Aku tidak akan mempertanyakan bila darahku bisa berhenti secepat itu karena ini hanya luka kecil. Tapi menghilang? Apa luka bisa menghilang atau aku yang salah lihat tadi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Stoicheiódis
FantasíaAurora yang memulai semester barunya di kampus harus bertemu kembali dengan seseorang yang ingin dia jauhi, Icarus sang kakak kelas di masa SMA. Perjumpaan yang terjadi kembali ini sama sekali tidak membawa kebahagiaan kepada Aurora, justru dia mend...