1

1K 52 5
                                    

Malam mulai beranjak, namun Lee Haechan belum beranjak dari halte bus nomor 23

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam mulai beranjak, namun Lee Haechan belum beranjak dari halte bus nomor 23. Beberapa kali dengusan kesal keluar dari mulut anak laki - laki berambut cokelat kemerahan dengan kulit berwarna agak Tan itu. Seharusnya dia sudah bisa pulang sore tadi, tetapi wali kelasnya menyuruh dia untuk membantu beres - beres perpustakaan. Sebagai siswa beasiswa tentu saja Haechan tidak berani untuk tidak mematuhi perintah wali kelasnya itu. Dia seharusnya tulus membantu, tetapi melihat angin yang semakin kencang dan hawa yang semakin dingin rasanya Haechan semakin tidak rela menolong tadi.

Kekhawatiran Haechan semakin membesar, apalagi ketika menyadari bus nomor 5 yang seharusnya sudah mengantarnya pulang belum juga terlihat meski waktu telah berlalu lebih dari 1 jam. Kekhawatiran diperparah dengan berita mengenai badai salju yang sudah menyerang kota sebelah. Haechan menatap ke sekelilingnya dan mungkin karena badai itulah sedikit orang yang berlalu lalang disekitar halte bahkan disekitar jalanan.

Haechan bangkit berdiri, berhenti diujung trotoar dengan wajah khawatir. Uangnya tidak cukup untuk naik taksi. Dia harus berhemat agar bisa tetap makan esok lusa. Tapi dia juga harus pulang karena tidak ingin mati membeku malam ini.

"Bagaimana ini?" gumam Haechan dengan suara serak, membayangkan malam dingin di halte, apalagi jika ada orang - orang jahat membuatnya sudah ingin menangis saja. Haechan tahu dia memang yatim piatu, anak orang miskin yang mungkin tidak memiliki banyak kesempatan dimasa depan, tetapi masa iya nasibnya harus semengerikan bayangannya didalam otak.

Kegelisahan Haechan diperparah dengan ingatnya dia, akan beberapa kasus penculikan anak di usia 13 - 19 tahun di kota ini selama 3 bulan ini.

"Apa memang sudah waktunya aku bertemu ayah dan ibu di surga?" gumaman Haechan semakin kacau berbanding lurus dengan badai yang semakin yang terasa mendekat.

"Permisi..."

Kepala Haechan menoleh, menatap pada sesosok laki - laki dengan senyuman yang terlihat hangat dan bermata tulus kearahnya.

"Iya ada apa ahjussi?" tanya Haechan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Iya ada apa ahjussi?" tanya Haechan.

"Maafkan aku, tapi aku memperhatikanmu dari kafe diseberang sana. Kulihat kau sudah menunggu lebih dari 2 jam dan berdasarkan BMKG,badai sebentar lagi akan sampai di kota ini," kata si laki - laki yang masih ada dihadapan Haechan.

SangkarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang