Mata Haechan menatap kearah Mark yang menghampirinya dengan senyuman lebar. Laki - laki berparas tampan itu meletakkan sepiring sarapan ala Amerika dengan dua sosis panggang berukuran besar.
"Dimakan sayang, hari ini aku mau mengajakmu kebeberapa tempat," kata Mark yang datang kembali dan kali ini meletakkan roti kering untuk pelengkap sarapan. Dan sebelum kembali ketempat duduknya Mark menyempatkan diri untuk mencium pipi Haechan.
Haechan sudah sering membaca dan tahu tentang teori - teori psikopat hanya saja dia tidak menyangka jika akan berhadapan langsung dan benar - benar seperti penjelasan yang pernah dia baca. Mark bersikap seakan - akan tidak terjadi apapun tadi malam dan sikap seperti itu malah membuat Haechan semakin khawatir.
"Mulai hari ini tinggal denganku, nanti kita ambil pakaianmu," kata Mark, "Aku juga sudah mengemas pakaianku."
Haechan yang belum menyentuh makanan sama sekali menatap kearah Mark dengan dahi mengkerut, "Kenapa kau juga mengemas pakaian?"
"Kita akan pindah kerumah baru," kata Mark, "Aku bosan tinggal di apartemen terus."
Haechan menatap kesekeliling, sedari semalam ia menyadari jika berada didalam penthouse yang terletak dilantai paling atas gedung apartemen ini. Untuk pembunuh seperti Mark pasti sulit untuk membawa beberapa orang dan membunuhnya disini, apalagi ketika Haechan bangun pagi tadi dia tidak melihat ada bekas - bekas penyiksaan sama sekali dan itu membuatnya semakin yakin jika Mark memang tidak menyiksa anak - anak yang diculiknya ditempat ini.
"Kita juga akan pergi berbelanja," kata Mark sembari memasukkan potongan sosis panggang kedalam mulutnya.
Haechan menatap kedalam mata yang mungkin bagi sebagian orang indah dan tegas itu, tetapi bagi Haechan tersimpan kengerian yang lain, "Belanja?"
"Ya... aku tidak mau babyku tersayang memakai barang - barang murah," balas Mark, "Sekarang makanlah dan jangan melamun membuang waktu."
Haechan menggerakkan tangannya, mulai mengiris sosis panggang dari daging premium yang ketika masuk kedalam mulutnya, ia justru teringat pada foto - foto perut yang kosong. Dalam hitungan detik yang begitu cepat, perut Haechan seakaan dipukul begitu keras oleh seseorang hingga terasa begitu mual. Haechan bangkit dari duduknya, berlari menuju kamar mandi dan langsung memuntahkan sosis yang bahkan belum terkunyah sempurna.
Sementara Mark duduk dalam tenang dan melanjutkan sarapannya dengan senyuman tipis.
Haechan benar - benar menurut pada Mark ketika laki - laki itu membawanya masuk kedalam sebuah toko handphone, mengandengnya dengan begitu lembut dan menyuruhnya untuk duduk didepan etalase yang memajang handphone - handphone mahal dan keluaran terbaru. Mata Haechan terbuka, ia yang berjanji tidak akan tergoda oleh apapun yang ditawarkan oleh Mark dalam sekejap lupa jika laki - laki yang tengah berbicara dengan pramuniaga disampingnya ini adalah seorang psikopat.
"Ini semua keluaran terbaru dan paling canggih," kata Mark, "Pilihlah yang kau suka."
Haechan menatap kearah Mark, "Aku benar - benar boleh memilih sesukaku?"
Mark menganggukkan kepala dengan senyuman tipis.
Mata Haechan mengamati handphone - handphone yang ada dihadapannya, sampai ia benar - benar menunjuk satu handphone yang bisa dilipat, berwarna hitam pekat seperti mata milik Mark.
"Aktifkan sekalian ya," kata Mark pada pramuniaga.
"Baik tunggu sebentar..."
"Setelah ini kita pergi membeli pakaian untukmu," kata Mark.
"Dirumahku masih banyak kok pakaian yang bagus," jawab Haechan.
"Tapi aku mau membelikanmu yang baru," balas Mark yang meski dengan senyuman lebar, Haechan tahu itu isyarat jika ucapannya harus dituruti.
Haechan menganggukkan kepala, meski ia tidak tahu apakah yang ia dapat hari ini akan memberatkannya di hari kemudian.
Haechan sama sekali tidak menyangka jika dari apartemen Mark yang berada di Cheongdam - Do mereka berpindah ke rumah mewah yang ada di Gangnam. Mark benar - benar keluar dari tambang emas untuk berpindah ke tambang intan. Haechan yang masih tidak mempercayai jika dia akan tinggal di rumah mewah dengan 3 lantai, kolam renang, halaman luas dan juga interior yang terlihat mewah dengan lusinan pelayan membuatnya lebih suka memilih berada diluar rumah, duduk di halaman depan sembari memandangi rumah yang benar - benar mewah. Bagi Haechan yang terlahir dengan tidak membawa sendok ditangannya membayangkan tinggal dirumah semewah ini saja dia tidak berani, jelas berbeda dengan anak - anak yang terbiasa dengan sendok emas ditangannya.
"Permisi..."
Kepala Haechan menoleh, ia melihat seorang laki - laki yang berdiri didepan gerbang rumah. Haechan bangkit berdiri dan menemui laki - laki itu yang tersenyum lebar kearahnya.
"Iya ada yang bisa saya bantu?" tanya Haechan dengan sopan.
"Sebelumnya perkenalkan namaku Jeon Jungkook.."
Haechan memperhatikan laki - laki yang cukup berparas tampan didepannya ini yang kemudian mengeluarkan tanda pengenal sebagai polisi. Jantung Haechan berpacu dengan cepat, bukan karena ia jatuh hati pada wajah tampan Jungkook, tetapi karena dihadapannya berdiri seorang polisi yang mungkin bisa membantunya, tetapi apakah Jungkook akan percaya dengan ceritanya jika Mark adalah psikopat.
"Hello.. apa kau mendengarku adik?"
Haechan terperanjat kaget, dia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tidak memperhatikan ucapan Jungkook, "Maaf.. kau bicara apa?"
"Kau tinggal dengan siapa disini? Di seoul akhir - akhir ini terjadi kasus penculikan dan pembunuhan para pelajar yang semuanya laki - laki, jadi kamu berpatroli untuk memasang CCTV tambahan dan juga memastikan semuanya aman," kata Jungkook.
"Tenang saja pak polisi, dia tinggal denganku..."
Haechan terdiam kaku dengan tubuh yang benar - benar tidak berani bergerak sama sekali ketika mendengar suara langkah Mark mendekat padanya. Tangan Mark kemudian merangkul pada bahu Haechan dan tersenyum lebar kearah Jungkook.
"Perkenalkan namaku Mark lee dan dia adalah Lee Haechan," kata Mark, "Adikku."
"Haechan sekolah dimana?" tanya Jungkook yang kembali menatap kearah Haechan.
"SMA Negeri 1 Seoul," jawab Haechan.
Jungkook menatap kearah rumah dihadapannya, "SMA Negeri ya...."
Haechan tidak tahu dimana letak salah ucapannya ketika ia merasakan rangkulan tangan Mark semakin erat padanya.
"Jaga adikmu dengan baik Mark - ssi, jangan pulang sekolah terlalu malam," kata Jungkook.
"Aku mengantar jemput adikku meski sangat sibuk dengan pekerjaan," balas Mark.
Jungkook menganggukkan kepala, ia tersenyum kearah Haeachan, "Kau beruntung memiliki kakak yang perhatian."
Dibawah tekanan Mark, tentu saja Haechan tidak berani untuk bereaksi apapun. Ia hanya tersenyum dan menatap pada Jungkook yang kemudian berpamitan pergi dari hadapan Mark dan Haechan.
"Ayo masuk," kata Mark yang kemudian menarik cukup kasar pada lengan Haechan, menyeret anak laki - laki bertubuh kurus itu untuk masuk kedalam istana megah miliknya.
Haechan menolehkan kepala kebelakang, rasa putus asa yang begitu besar masuk kedalam dirinya melihat Jungkook yang sama sekali tidak menolehkan kepala kearah belakang untuk sekedar mengecek keadaannya. Haechan akhirnya menatap kearah depan dengan pasrah ditarik kedalam sangkar megah yang seakan dipersiapkan untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sangkar
FanfictionSangkar emas yang diciptakan Mark terlihat begitu menggiurkan. Sementara sangkar berjeruji bunga mawar berduri yang diciptakan Haechan terlihat memilukan. Dua sangkar saling beradu. Berusaha menarik kedalam dan mengurung selamanya. Siapa yang akan...