Chapter 2

17 4 0
                                    

Happy readingg!!

Hari ini adalah hari tersibuk yang pernah ku lewati. Bagaimana tidak, hari yang awalnya ku niatkan untuk bersantai di apartemen malah aku habiskan di rumah sakit. Alasannya karena ada alasan yang sangat mendesak dan tidak mungkin ku tinggalkan. Karena jika ku tinggalkan maka akan melanggar kode etik seorang dokter.

Tepat pada pukul 9 pagi tadi, terjadi sebuah kecelakaan beruntun on the highway. So, aku harus berada di rumah sakit dikarenakan ada operasi mendadak yang harus aku lakukan untuk menangani korban kecelakaan.

Ketika aku memasuki ruang operasi, aku sangat terkejut. Pasalnya bukan hanya aku, Hani dan Edbert. Tetapi juga terdapat ketua pimpinan rumah sakit yang ternyata akan memimpin operasi. Setahuku, pasien yang ditangani oleh ketua pimpinan pastilah sangat penting atau VVIP.

Tidak terlalu memikirkan hal itu, aku akan mengambil posisi di bagian kepala pasien. Karena pasien kali ini mengalami pendarahan otak yang mana harus segera ditindak lanjuti. Hani mulai melakukan anestesi kepada pasien setelah ketua pimpinan menginstruksikan agar operasi segera dimulai.

Aku mengambil Scapel  dan mulai mengarahkan kepada kepala pasien. Belum sempat aku memulai, Scapel  ditanganku langsung jatuh ke lantai.

TRINGG…

Tubuhku diam membeku, napasku sesak. Pikiranku berkecamuk. Tanganku bergemetaran, kakiku lemas hingga aku terduduk di lantai. Mengapa harus sekarang? mengapa harus disituasi ini?

Entah sejak kapan, air mataku mulai mengalir dan tak kunjung berhenti.
Wajah yang selalu ku mimpikan.
Suara yang ku rindukan. Genggaman tangannya yang hangat serta senyuman manisnya yang bisa mengalihkan duniaku.

DIKA

Kenapa harus sekarang?

***

Aku memilih keluar dari ruang operasi. Aku tidak sanggup berada di  dalamnya. Terlalu menyesakkan bagiku. Aku tidak sanggup membayangkannya. Bayang-bayang masa lalu terus berputar di kepalaku. Air mataku juga tak kunjung berhenti. Memikirkan bagaimana jalannya operasi.

Aku duduk termenung di taman rumah sakit. Masih memakai pakaian serba biru khas baju operasi. Entah sudah berapa lama aku duduk di taman hingga tiba-tiba disadarkan oleh Hani yang menghampiriku.

“Are you okay, Jen?” tepuk Hani di pundakku.

“Aku sangat tidak baik-baik saja, Han” kataku yang kembali mulai menangis.

Katakanlah aku yang sedikit emosional ini. Namun, aku tidak bisa menahannya.

Aku yakin sejak tadi otak Hani pasti dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang tidak diutarakannya.

“It’s okay. Tell me” kata Hani setelah aku sedikit tenang.

“Itu adalah Dia, Han” Aku menghela napas seraya tertunduk.

Hani sempat bingung dan berpikir sebentar sebelum akhirnya tersadar.

Hani sangat terkejut, “Really?!!”

Aku menggangguk. Dia adalah Dika. Lelaki pertama yang mendapatkan hatiku. Hingga mungkin sampai saat ini. Dan juga laki-laki pertama yang meremukkan hatiku hingga berkeping-keping.

“Bagaimana keadaannya, Han?”

“Syukurlah, Dia sudah stabil. Hanya saja tinggal menunggu waktu kapan dia akan sadar”

Aku menunduk, meremas jemariku yang entah sejak kapan sudah berkeringat. Pikiranku sejak tadi mulai melayang-layang, memikirkan segala kemungkinan yang terjadi.

Mulai dari mengapa dia disini, apa yang sebernarnya terjadi. Hingga tanpa sadar bulir-bulir air mulai menuruni pipiku.

“Tenang saja, Jen. Dia baik-baik saja. Tidakkah kau ingin menemuinya? Agar memastikannya sendiri”.

“Bolehkah?” aku menolehkan kepalaku ke Hani.

“Who said you can’t? Go” Hani tersenyum. “But remember, who is he in your heart. And don’t heart yourself anymore”

***

Kakiku melangkah memasuki ruang ICU. Menuju ruangan Dika. Aku berdiri di depan pintu ruangan. Melihat melalui kaca yang ada.

Aku ragu-ragu, antara ingin masuk atau tidak. Hatiku berkata tidak namun berbanding terbalik dengan tubuhku. Tanganku bergerak membuka pintu. Melangkah masuk ke dalam kamar ICU tersebut.

Monitor … yang terus berbunyi dengan garis-garis zig-zag yang tidak beraturan. Masker oksigen di wajahnya. Wajahnya sungguh pucat. Kuraih tangannya yang bebas infuse untuk ku genggam. Betapa dinginnya tangan ini.

Tangan yang dulu selalu mengenggam tanganku, hangatnya yang sampai saat ini ingin kurasakan kembali. Mataku mulai berkabut, pandanganku tertutupi dengan airmata yang entah mengapa datang kembali.

Ada sesuatu dihatiku yang melesak ingin ditumpahkan, sesak, rindu yang sangat mendalam. Rindu yang ku simpan bertahun-tahun tanpa tau kapan bisa terbalas. Rindu yang membuatku selalu memimpikannya.
Bodohnya aku.

Tidak ingin menangis didalam ruangan tersebut, akhirnya aku mulai melangkah untuk keluar ruangan.

Saat didepan pintu aku bertemu dengan ketua pimpinan rumah sakit. Beliau menatapku yang baru saja keluar dari ruangan Dika.

“Come with me, I want to discuss something with you.” Ucap ketua pimpinan rumah sakit yang mulai berjalan mendahuluiku. Aku pun mengikuti beliau.

***

Haii i'm comeback after a long time :)

Mungkin setelah ini aku akan sibuk karena persiapan utk masuk kuliah, doakan semoga sukses ya

Komen banyak-banyak biar aku mood dan semangat nulisnya.

Byee..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Surreptitous (on going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang