IX. Again

1K 79 3
                                    

Dering ponsel berkali-kali miliknya, membuat Jaemin mengerutkan kening. Seingatnya, ponsel yang terus berdering itu hanya di ketahui kontaknya oleh beberapa orang penting.

Nama Haechan nampak besar-besar di layar yang menyala. Jaemin semakin penasaran dan segera mengangkat panggilannya.

"Haechan-ah, ada apa?"

Isak tangis juga nafas yang menderu di seberang sana membuat rasa khawatir Jaemin muncul.

"Haechan? Kau mendengarku?"

"Jaemin, Mark kecelakaan. Aku tidak bisa mengambil penerbangan terakhir dan sampai besok. Teman kantornya yang memberitahuku, hiks.. Jaemin, aku minta tolong padamu dan Jeno."

Jaemin menatap Jeno yang sudag terlelap, ia terdiam sebelum sekon berikutnya kembali berbicara

"Beri alamat Rumah Sakitnya. Aku akan memastikan Mark baik-baik saja."

⠀⠀⠀

⠀⠀

⠀⠀⠀

⠀⠀
Ternyata, Mark dan Jeno berada di rumah sakit yang sama. Jaemin segera menuju ke ruang ICU, perawat di sana bilang Mark masih di sana.

'Kondisinya kritis, kami belum bisa memastikan apapun jika dia belum melewati masa kritisnya.'

Kalimat yang di ucapkan perawat tadi terus terdengar di telinganya. Jaemin tidak memberitahukan Haechan, khawatir lelaki itu akan panik dan melakukan hal yang nekat.

Pandangannya kemudian jatuh pada sosok Mark yang terbaring dengan setidaknya beberapa kabel dan selang di tubuhnya. Luka di wajah juga beberapa lebam di lengan, menunjukkan betapa tragis kecelakaan yang ia alami.

"Apa kau keluarga pasien?"

Seorang perawat mengejutkan Jaemin. "Benar, saya keluarganya."








Jeno membuka matanya, menatap ke arah sofa juga kursi di dekatnya. Ia berusaha bangkit dari tidurnya sebab menyadari Jaemin tidak berada di sana.

Denting notifikasi ponsel membuat Jeno dengan ragu mengambil benda persegi tersebut dari meja di dekat tempat tidurnya.

Haechan:
Apa mark baik-baik
saja?
Akhirnya aku mendapat
jadwal penerbangan besok
pagi jaem, tolong
jaga mark untukku sebentar.

Kedua alis Jeno bertaut. Mark? Apa yang terjadi?

Jeno memutuskan untuk menelepon Haechan. Tak lama, lelaki di seberang sana sudah menyambungkan panggilan telepon mereka.

"Ada apa jaem? Bagaimana kondisinya?"

"Apa yang terjadi?"

"Jeno—"

"Jeno..."

Sang pemilik nama pun menoleh ke arah pintu. Di sana, Jaemin datang menghampirinya setelah menutup pintu. Jeno menjauhkan ponsel Jaemin dari telinganya dengan tanpa mematikan sambungan telepon.

"Mark hyung, kenapa?"

Jaemin terkejut. Ia menatap nama kontak di layar ponselnya. Jeno menghubungi Haechan? Pikirnya.

"Dia—"

"Jangan bohongi aku, Jaemin."

Jika sudah begini, Jaemin tidak punya pilihan lain. "Mark hyung kecelakaan. Kondisinya kritis saat ini."

Haechan di seberang sana kembali menangis, sedangkan Jeno terdiam. Kedua matanya memerah, entah menahan amarah atau kesedihan.

"Jika ia tidak bisa melewati masa kritisnya malam ini—"

"Jaemin."

Belum sempat melanjutkan, Jaemin memberanikan diri menatap wajah Jeno yang hampir menangis.

"Aku ingin bertemu Mark hyung."







Dan Jaemin tidak sampai hati menolak keinginan Jeno. Ia mendorong kursi yang di duduki Jeno, menuju ICU. Namun sesampainya disana, Mark sudah di pindahkan.

Ketika Jaemin beranjak menuju ruangan Jeno tadi, Mark telah melewati masa kritisnya namun dengan berat hati untuk di beritahukan jika Mark mengalami koma.

Benturan keras pada dadanya, membuat beberapa tulang rusuknya hampir patah dan juga jantungnya mengalami kondisi yang tidak normal. Dokter tidak bisa menjanjikan apapun selain meminta Jaemin dan Jeno berdoa untuk keajaiban.

Mereka berdua akhirnya menuju ke kamar rawat Mark. Di sana, Jeno benar-benar tidak bisa menahan emosi yang selama ini di pendamnya sendirian.

"Hyung, kau tidak mendengarku?"

Jaemin mengusap bahu bergetar Jeno.

"Katamu, kau tidak akan pernah meninggalkanku hyung. Bangunlah, ini sudah jam 2. Ambilkan aku minum hyung, aku haus."

Jeno menggenggam tangan Mark, menangis sejadi-jadinya. Kemudian ia berusaha mengontrol kembali dirinya, menatap Jaemin yang juga tengah menangis dan memeluk dirinya dari belakang.

"Na, kau mau berjanji lagi untukku? Untuk terakhir kalinya."

"Jeno—"

"Berikan apapun yang Mark hyung butuhkan dari diriku. Bahkan jika harus menukarnya dengan nyawaku, berjanjilah Jaemin. Berjanjilah untuk terakhir kalinya..."

Jeno terus bergumam tentang janji, sedangkan Jaemin menggeleng. Memeluk erat Jeno yang kembali menangis.

Dia tidak ingin kehilangan Jeno, tidak. Kehilangan Jeno sama saja ia kehilangan dunianya.







"Tuhan, aku ingin mereka baik-baik saja..."

⠀⠀⠀

⠀⠀

bersambung.

Promise.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang