📖: Bab 8

13 8 1
                                    

Sungguh, tidak ada yang tidak membingungkan dari lelaki itu.

.

.

.

⋆❀⋆
⭒☆━━━━━━━☆⭒

Lune terbangun ketika cahaya matahari mengenai wajahnya. Ia menggeliat sembari mengusap matanya. "Aku ketiduran," ujarnya lalu bangun dari kasur. Bersiap diri sebelum keluar menemui Noi. Semalam ia hanya mengecek riteinfor miliknya.

Di depan cermin ia berdiri, menghadap eksistensi yang mirip dengannya—bayangannya. Rambut sebahunya acak-acakan dengan balutan baju yang dia pakai kemarin. Ia lupa mengganti baju, padahal Noi sudah meminjamkan gadis itu baju miliknya. Segera ia mengambil sisir untuk merapikan rambutnya.

Manik hazel-nya menatap ke cermin, mengingat kembali mimpi yang baru saja ia alami. Mimpi indah dengan latar langit malam berhias bintang. Tak lupa dengan sepasang mata biru yang menatap langit tersebut. Mata biru yang semakin bersinar di bawah bintang-bintang.

"Lihat Lune, langitnya indah bukan?" Bibir sang pemilik mata mengucap namanya.

Begitu tersadar, air mata sudah membasahi pipi gadis itu. Dengan tangan kanan yang memegang sisir, ia mengusap pipi, menghilangkan bekas air mata yang ia sendiri bingung kenapa bisa menetes.

Apakah ia serindu itu pada pacarnya, Rigel?

.

.

.

Saat keluar kamar, ia melihat Noi sedang mengatur beberapa potion. Tapi potion merah itu tidak terlihat di antara jejeran potion.

"Hai Noi, bagaimana keadaanmu sekarang?" sapa gadis itu dengan senyuman lebar karena merasa atmosfir di sekeliling Noi sudah lebih cerah. Selain itu ia juga ingin mengalihkan diri dari pemikiran tentang potion yang waktu itu.

Noi tertawa kecil. "Aku tidak sakit, tapi harus kuakui sudah lebih baik sekarang," balasnya dengan tangan yang sibuk memindahkan potion.

"Hm ... jadi hari ini kita akan menemui Alex lagi ... kan?" tanya Lune hati-hati, takut merusak suasana hati Noi.

"Aku masih tak suka dengannya," jawab Noi, "tapi karena Lune memercayainya, mungkin aku juga ... akan berusaha."

Kurva terbentuk dari bibir Lune. Ia senang mendengar Noi memberikan kesempatan bagi Alex. Walaupun sejujurnya, ia masih belum paham ada apa antara Noi dan Alex.

"Bagaimana cara kita menemui Alex?"

"Titik koordinat lokasinya sudah kusimpan. Kita bisa langsung berteleportasi ke sana. Omong-omong tadi malam ia mengirim permintaan berteman, Lune juga dikirimkan olehnya kan?"

Mata Lune menerawang ke atas sebentar, lalu mengangguk. Ia lupa hal itu karena yang mengisi kepalanya adalah mimpi yang tadi malam ia alami. Berusaha menerka apakah itu hanya mimpi atau salah satu ingatannya. Tak lama perutnya berbunyi, membuyarkan dirinya dari lamunan tentang mimpi indahnya.

"Kita makan dulu?" tawar Lune menepuk-nepuk perutnya pelan.

"Tentu saja, Lune mau makan apa?"

.

.

.

Keduanya kini sudah berteleportasi ke tempat Alex—tentu saja dengan perut yang terisi. Posisi kedua bangku kemarin masih sama, entahlah mungkin tidak ada yang datang selain mereka kemarin. Tempat itu sunyi, tidak ada tanda-tanda ditinggali. Bangku itu terletak di depan rumah kecil dengan dinding kayu. Lampu rumah itu padam seluruhnya, bahkan tirainya ada yang tidak tertutup rapat. Dan di antara itu semua, mereka tidak melihat Alex di mana pun.

Retrouvaille (END | TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang