Day 9

3.8K 662 70
                                    

"Jadi mengapa semalam kau tidak mengikuti jadwal pertandingan ilegalmu itu?" tanyaku lalu kembali menyuapkan roti keju yang berada di hadapanku.

Dia mengangkat bahunya sambil kedua alisnya bertautan, "Aku hanya teringat perkataanmu dua hari yang lalu. Aku tidak mau mati sia-sia dengan itu."

Mendengar itu, aku langsung mendongkak dan menatap ke arahnya seakan tidak percaya. Yang benar saja, ia tidak akan pernah absen di dalam pertandingan-pertandingan ilegalnya itu, mengingat kecintaannya terhadap dunia balap dan semalam baru saja ia tidak mengikuti pertandingan itu. Aku mengangkat satu alisku, "Benarkah?"

"Mengapa kau terlihat seperti tidak percaya denganku?" tanyanya dengan nada yang sarkastik, tidak biasanya ia seperti ini.

"Oh tidak, jelas aku tidak bermaksud. Itu terdengar mustahil rasanya saat mengingat kau tidak mengikuti pertandingan yang begitu kau cintai kendati kau sangat mencintai dunia balap motor."

Dia hanya menyengir lalu kembali menatap ke arah laptopnya, jemari-jemarinya bergerak lincah diatas keyboard dan gerakannya begitu cepat sehingga menimbulkan suara yang dapat kudengar dengan samar-samar.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Hanya mengerjakan tugas. Ada apa?"

"Aku ingin bercerita, tetapi aku kurang yakin jika kau akan percaya."

Dia menyapu pandangannya kearahku, "Apa yang ingin kau ceritakan?"

"Tentang Harry dan kau -"

Kalimatku terputus saat mendengar suara nyaring Harry menggema di kafetaria, "Hey!" teriaknya, setelah aku menengok ke pintu masuk, ternyata benar saja disana terdapat Harry yang sedang melambaikan tangannya. Di samping kanannya juga terdapat Ari yang sedang merapikan rambutnya. Mereka berdua berjalan melewati kerumunan orang yang berada di dekat mereka.

"Kita bicarakan lain waktu." Dan aku hanya mengangguk.

Setelah sampai, mereka langsung mengambil kursi dan membuka topik pembicaraan lain.

Di lain sisi, aku tidak mendengar jelas apa yang mereka omongkan karena di dalam pikiranku masih saja terlintas tentang Emma yang sering kali menghantuiku. Aku tidak pernah takut dengan arwah orang yang sedang meninggal sebelumnya, tetapi ini berbeda. Emma terus menghantuiku layaknya ia sedang meminta bantuanku dan aku tak kunjung dapat membantunya menyelesaikan masalah itu. Dia mati dengan keadaan tidak tenang.

Seketika, aku merasakan bulu romaku berdiri dan leherku terasa sangat gatal seperti ada seseorang yang menggelitik. Ketika aku menutup mataku, aku mendapati diriku sedang berada di pinggiran kota New York dan melihat seorang lelaki dengan jaket hitam sedang menyeret perempuan berambut coklat.

Perempuan itu meringis kesakitan ketika pisau yang di pegang oleh lelaki itu memotong jemarinya. Aku sontak merinding hebat dan menutup mulutku atas kejadian itu. Perempuan itu lalu menjerit kesakitan dan berkata, "Bajingan kau!"

Dan aku tahu betul suara siapa itu. Itu adalah suara Emma.

"Diam kau, jalang murahan!" suara itu terdengar sedikit familiar bagiku. Namun aku tidak tahu jelas itu adalah suara siapa karena jarak mereka lumayan denganku sehingga suara lelaki itu terdengar samar dan tidak terlalu jelas. 

"Lily, ada apa denganmu?"

Kalimat itu seakan-akan melemparku kembali ke dunia nyata. Tidak ada lagi bayangan Emma dan lelaki brengsek itu. Disini hanya ada aku, Zayn, Harry dan Ari. Tanpa kusadari, pipiku basah akibat melihat insiden mengerikan tadi.

Aku menyapu sekeliling. "Apa yang sedang terjadi denganku?"

"Kau menangis dengan tiba-tiba dan hal itu sangat membuat kami khawatir, ada apa? Apakah terjadi  sesuatu yang -"

Aku memutus omongan Ari, "Emma memang benar-benar meninggal. Aku jelas melihat kejadiannya saat itu. Emma diseret oleh seorang lelaki sialan, aku tidak tahu jelas siapa lelaki itu. Aku melihat tangan Emma - jemari - pisau mengiris jemari Emma, lalu ia menjerit hebat. Aku tidak tahu kejadian selanjutnya. Kau tahu, Emma seringkali menghantuiku, hampir setiap hari dan setiap saat dia datang padaku. Dia datang layaknya ia menginginkan bantuanku."

Aku menatap mereka satu persatu, raut wajah mereka menekan garis yang meremehkanku, mereka menatapku layaknya aku sedang berhalusinasi saat ini. Detik selanjutnya, ekspresi Harry berubah dan ia terkekeh pelan, sedangkan Zayn hanya melirik Harry. "Ah, itu hanya halusinasimu saja, Lily. Yang jelas, mana mungkin Emma meninggal. Jika dia sudah tidak ada, pasti pihak keluarga sudah memberitahu pihak kampus. Lupakan hal itu, Lily."

Aku mengerutkan keningku, wajahku menekan garis keras. Namun garisan itu melunak di beberapa detik selanjutnya, aku berusaha tenang. "Kita akan membuktikannya. Kalau kau tidak percaya aku bisa melihat apa yang tidak kau lihat, maka terserahlah padamu. Aku bisa membuktikan itu, Harry. Aku bisa. Sekarang kau dapat melihat seseorang disamping kirimu."

Terasa seperti ada yang mengganjal di dalam tenggorokanku ketika aku membuat Harry untuk melihat. Aku ingin menangis. Aku tersenyum puas ketika melihat perubahan wajah Harry yang menjadi pucat saat ini, mulutnya benar-benar terkatup rapat. Dia menutup matanya rapat-rapat seakan-akan dia sungguh takut dengan keadaan disini atau ironisnya memang seperti itu.

"Dan sekarang kuharap kau percaya."

+

Mampuz harry

p.s. gue bakalan hiatus selama dua minggu jd gabakal update exist buat dua minggu kedepan, btw besok lily collins aka kembaran gue ulangtahun yeeyy!

p.s.s. harry dan ari ada di mulmed

[2]Exist ➸ z.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang