[COMPLETED]
"Kalian memang menyelamatkan ummat manusia, tapi sebagai bayarannya, aku kehilangan satu-satunya orang yang kumiliki."
** Sangat disarankan untuk baca part I dari series ini, yaitu Zombie Apocalypse! Happy reading! ╰(▔∀▔)╯
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Niat hati ingin dipukul saja supaya pengelihatan itu muncul, tapi nyatanya begitu kesadarannya hilang, (Y/n) malah langsung berhasil masuk kembali dalam memori semunya.
Butuh sekitar lima menit untuk Jihoon dan teman-temannya membangunkan gadis itu ditengah guncangan gunung yang hampir meletus. Dan kali ini, begitu kedua matanya terbuka, memori itu tidak hilang.
(Y/n) melompat bangun sambil berjalan membuka pintu yang ditunjukkan Pak Tua Tukang Kunci. Mereka, yang kini hanya tersisa Seungcheol, Jisoo, Jeonghan, Wonwoo, Soonyoung dan juga Jihoon itu melangkah ke dalam ruangan mengikuti (Y/n). Gadis itu terus berjalan dengan kilas memori yang terus berputar di hadapannya. Kali ini bukan mimpi, (Y/n) seperti sedang melakukan ulang sesuatu yang sudah pernah ia selesaikan sebelumnya.
"Ini apa?" Soonyoung menyentuh sebuah tabung besar yang terbuat dari besi berwarna putih. Tangannya berjengit saat dinginnya permukaan benda itu menyapa. "Ini seperti kotak es!" serunya terkejut.
"Kau harus membuka ini, (Y/n)." ujar Seungcheol. Ia menoleh pada gadis di sampingnya, lalu memberinya sebuah anggukan singkat untuk meyakinkan pandangan ragu yang ditujukan padanya itu.
"Ada sandinya." ucap Jisoo sambil menyentuh deretan angka di permukaan tabung. Bentuknya bukan tombol fisik, tapi lebih seperti proyeksi touchscreen digital yang keren.
Tapi (Y/n) malah menggigit bibirnya ragu ketika ujung jarinya hampir menyentuh salah satu angka di layar yang berkedip. Selama beberapa detik menggantung di udara, ia akhirnya menghela napas frustasi sambil menurunkan tangannya.
"Kenapa? Kau tidak tahu sandinya?" tanya Jihoon khawatir.
"Tidak, aku tahu." jawab (Y/n). "Hanya saja, memorinya sangat samar sekarang. A-aku harus lebih konsentrasi untuk—"
Tiba-tiba sebuah tangan menggenggam jemarinya lembut. (Y/n) menoleh kaget mendapati Seungcheol tengah menatapnya sambil berkata, "Kita lakukan ini bersama-sama. Aku akan mencoba untuk mengingatnya juga."
"Jangan. Kalau kau melakukan itu, artinya pengelihatan itu akan—"
"Tidak apa," sela Seungcheol menyunggingkan bibir. "Aku tidak bisa membiarkanmu kesulitan sendirian."
Mendengarnya, (Y/n) menganggukkan kepalanya dengan perlahan lalu tersenyum. "Terima kasih, Oppa." bisiknya.
"Aku akan mengurus mesin pengontrol disana, apa kau tahu apa yang harus kulakukan?" Wonwoo beranjak mendekati papan lebar dengan banyak sekali tombol dan tuas-tuas di atasnya. Ia menarik sebuah kursi kosong yang dihiasi dengan bercak darah kering itu lalu menghempaskan tubuhnya di tempat itu.
"Y-ya, kurasa begitu." (Y/n) menginstruksikan beberapa tombol untuk ditekan oleh Wonwoo sementara kelopak matanya mulai tertutup. Ia harus menggali kembali memori itu. Secepatnya.
Getaran di kaki mereka terasa semakin keras sekarang. Jeonghan bahkan berkali-kali mengusap keningnya karena peluh tak kunjung berhenti bercucuran dari sana. Taruhan, suhunya sudah meningkat berkali-kali lipat sekarang.