Chapter 4

228 17 0
                                    

Kiwa Present

0_0

Tanggal hari ini-senin, tertulis warna merah, artinya libur. Hari senin libur? Hanya terjadi dicerita absurd ini :D/slap. Walau begitu latihan basket tidak diliburkan, mengingat ada pertandingan dalam waktu dekat ini. Tapi Riyan, siswa kelas 3 yang pernah menjabat sebagai ketua klub basket itu lupa membawa sepatunya.

Ini ceritanya gimana? Mau latihan basket bukannya pakai sepatu, malah pakai sandal merk "jalan langit" (?). Entahlah ada apa dengan pemuda itu.

“Lu punya penyakit Alzeimer, ya? Mau latihan basket malah lupa bawa sepatu!” protes salah satu temannya.

“Yah, namanya juga manusia, maklumlah kalo lupa!” dasar tukang ngeles.

“Terus latihannya gimana, dong? Bang Riyan kan udah janji mau ngajarin kita tehnik baru!” ujar  Raffa.

“Tenang aja, rumah sepupu gue dekat sini. Gue bakalan minta dia nganterin sepatu buat gue!” setelah itu, Riyan segera mengambil ponsel untuk menghubungi sang sepupu.

Sekitar 20 menit kemudian, pintu gym dibuka seseorang dari luar.

“Adhara!” panggil Riyan.

Pemilik nama itupun berlari kecil kearah Riyan.

“Makasih, ya. Maaf aku ngerepotin kamu.” Ucap Riyan sambil mengelus rambut sepupunya. Adhara hanya tersenyum sembari menggelengkan kepalanya seakan berkata, ‘Gak kok, gak ngerepotin sama sekali’.

“Mau nunggu aku selesai latihan, gak? Pulang nanti aku teraktir!” lagi, senyum dan gelengan menjadi respon.
“Ya udah, kamu pulangnya hati-hati, ya?!”.

Sepertinya akhir-akhir ini Adhara sering sekali bertemu dengan seniornya, Evan. Tepat di dekat pintu masuk gym, mereka bertemu. Seperti waktu itu, Adhara sedikit menundukkan kepalanya sebagai formalitas, bedanya kali ini disertai dengan senyuman.

Evan tidak tahu mengapa, tapi saat Adhara tersenyum tadi ia menahan nafas. Juga, ia merasa ada sesuatu yang menggelitik perutnya dari dalam.

“Woi!” tepukan Armin dibahunya, membuat Evan tersadar dari lamunannya. “Kenapa muka lo merah gitu?”

“Huh?”

0_0

Si BisuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang